Oleh Rohyati Sofjan
Para Pemain:
1.
Pemuda dungu:
2.
Pedagang kuda:
3.
Pencuri kuda:
4.
Pembantu pedagang kuda a.ka. Dudung:
5.
Kuda Jantan yang dicuri:
6.
Keledai:
7.
Narator: Ima
8.
Anak-anak yang mengejek pemuda dungu: 6 pemain
ADEGAN 1.
Seorang pemuda berjalan linglung memasuki panggung.
Berjongkok (atau bisa juga duduk di bangku kayu), merenung sambil bertopang
tangan. Anak-anak masuk dan menghambur ke arahnya. Berdiri mengelilingi pemuda
dungu.
ANAK-ANAK: (Koor serentak, bernyanyi) Pemuda dungu, pemuda dungu! Jadi orang
jangan dungu, jadi orang jangan mudah ditipu. Pemuda dungu, pemuda dungu,
janganlah dungu agar tak mudah ditipu. Pemuda dungu, pemuda dungu, jangan mau
selalu ditipu…. (Pemuda dungu menghalau
mereka. Anak-anak lalu menghambur pergi)
PEMUDA DUNGU: Besok aku akan
membeli kuda di pasar ternak kota. Dengan kuda, aku bisa langsung menjual hasil
pertanianku ke kota. Tak perlu lagi
menjual murah pada tengkulak karena tak ada pilihan. Aku tak mau selamanya
dianggap dungu oleh orang-orang! (Pemuda
dungu lalu bangkit, meninggalkan panggung.)
ADEGAN 2
NARATOR: (Masuk panggung) Esok paginya pemuda dungu bersiap berangkat ke kota
kala fajar belum menyingsing. Akankah misinya membeli kuda berhasil? (Keluar panggung)
PEMUDA DUNGU: (Masuk panggung, mengemas tas perbekalan. Menyalakan
obor [atau senter]. Lalu berjalan ke sudut panggung)
ADEGAN 3
NARATOR: (Masuk panggung) Setelah
menempuh perjalanan berkilo-kilometer jauhnya. Akhirnya jelang siang tokoh kita
yang dianggap dungu tiba di pasar. (Pemuda dungu masuk panggung, celingukan.
Lalu NARATOR; keluar panggung. Dan masuklah tokoh pedagang kuda berikut seekor
kudanya. Bergaya seakan sedang memajang barang dagangan. Pemuda dungu yang
celingukan menghampiri pedagang tersebut.)
PEMUDA DUNGU: (Mengamati kuda yang dipajang pedagang.
Pedagang kuda senang sekali kedatangan calon pembeli, bergegas menghampiri
pemuda dungu. Pemuda dungu yang mengelilingi kuda tiba-tiba berbalik,
bertubrukan dengan pedagang yang mengikutinya dari belakang.) Oh, maafkan saya,
Tuan.
PEDAGANG KUDA: (Mengelus kepalanya, nyengir.) Oh, tidak
apa-apa, tidak apa-apa. Hendakkah Tuan membeli kuda?
PEMUDA DUNGU: (Mengangguk mantap.) Benar, seekor kuda
jantan yang sehat dan kuat. Tidak mahal pula.
PEDAGANG KUDA: (Mengelus kuda yang dipajang) Kuda ini
sehat dan kuat, jantan pula. Tuan boleh percaya pada saya, saya selalu berniaga
dengan jujur. Ada cap yang akan saya berikan pada kuda ini jika terjadi
sesuatu, Tuan boleh datang lagi pada saya. Soal harga, setara dengan nilai
kudanya. (Penjual menyebut harga dengan isyarat tangan) 18 juta, harga
damai….
PEMUDA DUNGU: (Mengambil dompet berupa buntalan kain kecil
dan menghitung isinya. Mengangguk-angguk penuh syukur. Baiklah, Tuan, saya
ada 18 juta sebagai pembelinya. (Mengambil
uang dari dompet dan menyerahkan pada penjual.)
PEDAGANG KUDA : (Menerima uang yang disodorkan,
menghitungnya. Mengangguk setuju) Pas! Kita sepakat dalam akad jual beli
kuda ini. Silakan ambil kudanya, Tuan. Tapi tunggu sebentar. (Berbalik memanggil pembantunya) Dudung…!
DUDUNG: (Tergopoh masuk panggung) Ya, Tuan?
PEDAGANG KUDA: Tolong kemarikan
capnya.
DUDUNG: (Mempersiapkan cap yang bisa disusun khusus, memasukkan cap itu ke
pembaraan dan menyerahkan pada pedagang kuda) Silakan, Tuan. (Berbalik
memegangi kuda.)
PEDAGANG KUDA: (Menerima capnya. Mengelus-elus tengkuk kuda.
Lalu membubuhkan besi panas itu ke bagian bawah tengkuk kuda. Kuda itu
meringkik kesakitan, cuma sebentar. Pedagang kuda dan Dudung menenangkan.) Nah, selesailah sudah. Silakan, Tuan. (Menyerahkan kudanya.)
PEMUDA DUNGU: (Menerima kuda.) Terima kasih banyak,
Tuan.
PEDAGANG KUDA: Sama-sama.
PEMUDA DUNGU: (Berbalik dan melambai sambil menuntun
kudanya. Lalu keluar panggung.)
PEDAGANG KUDA dan DUDUNG: (Balas melambai. Lalu keluar panggung.)
ADEGAN 4
NARATOR: (Masuk panggung.) Tokoh kita sungguh beruntung, akhirnya bisa beli
kuda. Setelah membeli perbekalan di pasar, pemuda dungu dengan kudanya
meninggalkan kota dan sedang dalam perjalanan pulang. Berhubung tokoh kita
belum bisa naik kuda, maka binatang itu dituntunnya. (Berdehem.) Lalu tibalah tokoh kita di mata air yang dinaungi pohon
besar nan rindang. Memutuskan beristirahat barang sebentar.
PEMUDA DUNGU: (Menuntun kudanya masuk panggung. Menambatkan
kudanya ke pohon. Membiarkan binatang itu minum air di mata air lalu merumput.
Pemuda dungu sendiri membuka perbekalannya untuk makan siang. Lalu ketiduran.
NARATOR: (Melihat ke jauhan.) Bahaya! Bahaya! Ada peternak licik datang.
Berhati-hatilah kalian…. (Menggerutu)
Bisa apa aku ini, cuma narator. (Garuk-garuk
kepala.) Tokoh kita bahkan tak bisa kusentuh untuk dibangunkan.
PETERNAK LICIK: (Masuk panggung sambil menyeret dan
mencambuki keledainya. Kesal sekali. Mendekati tempat pemuda dungu untuk
beristirahat. Demi dilihatnya seekor kuda yang tertambat, peternak celingukan
mencari siapakah gerangan pemilik kudanya. Begitu hanya dilihatnya seorang
pemuda yang juga dikenalnya dungu, peternak dengan mengendap-endap menuntun
keledainya untuk ditambatkan di dekat kuda. Menurunkan muatan dari punggung
keledainya. Menghampiri kuda dan melepaskan muatannya pula. Lantas memasangkan
muatan milik peternak di punggung kuda. Sedang muatan milik pemuda dungu
disampirkan di punggung keledai. Peternak tersenyum licik, mengendap-endap
meninggalkan tempat itu. Kabur.)
NARATOR: (Geleng-geleng kepala) Sudah kubilang, itu bahaya! Seharusnya
peranku bukan narator, seharusnya aku jadi tukang pukul saja. Tapi penulis
naskah drama ini ngotot bahwa tukang pukul hanya untuk adegan sinetron.
Katanya, tidak sedang menulis untuk sinetron. Katanya, gak doyan nonton
sinetron. Katanya….
PEMUDA DUNGU: (Terbangun. Meregangkan badan. Mendekati kuda
yang ditambatnya. Terkejut. Mengelilingi “kuda”-nya.) Berubah wujud, pasti
karena kelelahan menempuh perjalanan jauh. Kasihan engkau jadi kecil begini dan
menyusut.
NARATOR: Ya, ampun! (Menepuk dahi
berulang-ulang. Keluar panggung.)
PEMUDA DUNGU: Akan kurawat engkau
dengan baik. Cukup makan dan minum agar badanmu pulih seperti semula.
KELEDAI: (Meringkik.)
PEMUDA DUNGU dan KELEDAI: (Keluar panggung.)
ADEGAN 5
NARATOR: (Masuk panggung.) Kawan kita yang baik telah menepati janji untuk
merawat keledai yang disangka kudanya. Dan sebagai imbalannya, keledai malang
telah membalas budi tuan barunya dengan membantu mengangkut hasil pertanian ke
pasar kota. Sekarang pemuda dungu telah makmur dan berniat membeli kuda baru di
pasar agar bisa menjual hasil pertanian yang melimpah lebih banyak lagi.
Akankah nasibnya ditipu lagi? (Keluar panggung)
PEMUDA DUNGU: Masuk panggung
sambil menuntun keledai.***
Cipeujeuh,16 Oktkokber 2014
Catatan:
Drama ini diadaptasi dari dongeng karya saya dengan judul yang sama.
Pada mulanya ditulis untuk membantu Risma anak tetangga yang sekolah di SMPN 2
Limbangan, kala itu. Dapat tugas bikin drama dari guru bahasa Indonesianya.
Saya belum pernah bikin drama, maka yang pertama ini masih banyak
kekurangannya sana-sini.
Bahkan akhir pun dibuat menggantung. Waktu itu saya sengaja,
kalau-kalau Risma dan teman-teman kelompoknya berniat mengembangkan cerita.
Jadi terserahlah mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan jejak persahabatan berupa komentar agar bisa menjalin relasi sebagai sesama blogger. Soalnya suka bingung, SILENT READER itu siapa saja, ya? :D