Selama
ini aku meyakini bahwa takdir adalah pilihan yang diambil dengan jalan bergerak.
Aku merasa tidak akan bisa menjadi sesuatu jika tidak berbuat. Apa pun pilihan
yang kuambil akan beroleh akibat, sebagai bagian dari sebab-musabab.
Namun
sekarang?
Aku
bimbang setelah membaca penggalan kalimat di novel Uhibbuka Fillah karya Mbak Ririn Rahayu Astuti Ningrum (Nimas
Kinanthi), “Bukan kita yang memilih takdir, tapi takdir yang memilih kita.
Takdir bagaikan angin bagi seorang pemanah. Kita harus selalu mencoba membidik
dan melesatkannya pada saat yang tepat. Demikianlah pesan Shalahudin Al Ayyubi….”
Jadi, selama
ini perjalanan hidupku yang kuyakini berdasarkan takdir bagaimana sebenarnya?
Ini soal
keyakinanku pada rukun iman yang enam, percaya pada qadha dan qadar. Dan
berkaitan dengan keikhlasan.
Dalam
usiaku yang menginjak 38 tahun, ada banyak ingatan kolektif yang terasa gelap
dan muram, ingatan yang enggan kuputar ulang dalam simfoni kenang. 32 tahun
kurang lebih berkubang, atau lebih tepatnya terperangkap, dalam dimensi
kesunyian. Merasa terdampar dalam planet asing bernama sunyi kala sekitar
dibekap ingar yang tak sampai di gendang pendengaran.
Baiklah,
bukan hal yang mudah untuk menerimanya. Membutuhkan waktu bertahun-tahun, mungkin
puluhan tahun, untuk bisa menerima dan mengikhlaskannya. Itu sesuatu yang
sangat penting dalam hidupku, bagaimana rasanya menjadi orang yang berbeda
karena distigma CACAT?! Dan ini bukan stigma belaka, ada rasa tersisih dan
tidak berada di tempat yang semestinya. Marah pada Allah, pada kedua orangtua,
pada orang lain, pada keadaan, dan pada DIRIKU SENDIRI!
Aku sudah
kenyang dengan sekian hinaan dari anak lain kala masih kecil, bahkan orang
dewasa yang begitu kejam tak berempati. Menangis adalah hal biasa bagiku. Aku
cengeng sekaligus rapuh. Minder sekaligus tak berdaya. Dan tak punya pegangan,
tak diberi penghiburan dari kedua orangtuaku atau kerabat lain agar bisa
menerima keadaan, yang ada adalah seakan penyesalan atau kasihan. Dan orang
yang paling membuatku benci karena sering mengungkit masalah cacatku sampai
sekarang adalah ibu kandungku sendiri. Seakan menyesal melahirkanku.
Kalau aku
tidak menikah dan punya anak, barangkali depresiku berkepanjangan. Aku telah
coba menutupi fakta tentang ibu namun sekarang biarlah kuungkapkan agar kelak
bisa memaafkannya daripada terus kupendam sebagai beban. Yang penting aku tak
bergantung padanya, dan bisa menjadi sekarang karena berupaya keras dengan
caraku sendiri untuk mencari jalan ke arah lebih baik. Kuhibur diri, barangkali
ibuku dibesarkan dengan cara salah sehingga punya pemikiran yang menyedihkan. Yang
penting jangan sampai aku menyerupainya. Ia ibuku. Barangkali merasa gagal
sebagai ibu, atau merasa punya anak yang gagal. Entahlah. Aku tak ingin bahas
itu lagi. Aku hanya merasa kecewa karena keluargaku tak memiliki harmonisasi
yang baik agar anak bisa tumbuh kembang dengan rasa aman dan nyaman.
Semoga
saja ada orangtua yang tergerak dan menyadari bahwa anak “berbeda” bukanlah
semacam kutukan. Anak pun menyandang beban berat dan butuh dibimbing agar jadi insan tangguh yang sukses karena disugesti hal positif.
Aku tak
ingat persis bagaimana muasal tak berfungsinya kedua telingaku. Yang jelas
segala ikhtiar pengobatan sudah kulakoni. Dari medis sampai non-medis yang
menurutku menjurus syirik. Bagaimana bisa aku dibawa ke orang pintar segala
yang konon bisa mengobati beragam penyakit. Telingaku ditiup-tiup, kepalaku
dipegangi sambil dibacakan jampi-jampi, bahkan kala kecil pernah disuruh mandi
air kembang segala. Lebih parahnya bapakku bermimpi telingaku akan sembuh jika
diobati minyak kura-kura. Maka dimintalah seorang tetangga untuk menangkap
kura-kura dan ibuku menggorengnya lengkap dengan bumbu, lalu minyak sisa
penggorengan itu diteteskan ke telingaku. Itu kejadian kala aku 2 SMU!
Sembuh?
Gak, telingaku malah jadi bau! Mungkin bikin parah atau menimbulkan infeksi,
Dan ikut memperparah sinusku. Tragis. Baik, kucoba ikhlaskan itu. Sudah lewat.
Bagian the past.
Aku tak
mengerti dengan banyak hal konyol yang kualami. Dibawa ke dokter, diperiksa,
tak ada hasil. Pernah disuruh periksa urin tapi sudah dari tadi pipis jadi
harus pulang. Dicoba pakai alat bantu, gak mampu belinya. Pernah diperiksa
grafik kepalaku pakai alat tapi gak ada jejak, pun hasil rontgen gak kupaham. APA YANG SALAH DENGAN DIRIKU?
Well, masa paling gelap bagiku adalah
kala vakum sekolah selama 3 tahun. Ya, setamat SD gak bisa sekolah lagi. Ortu
gak mau atau gak mampu masukin aku ke SLB. Tambah minder akunya, dan kemampuan
membaca ucapan orang dengan reading
lip/oral sign pun menurun drastis karena ketiadaan interaksi. Aku jadi anak
pemalu, skeptis, introfer, pendiam, minderan, dan kurang tahu menempatkan diri!
Kawan
gaulku cuma televisi dan aneka bahan bacaan apa saja!
Barangkali
Allah mengabulkan doaku agar aku bisa sekolah lagi, di sekolah umum, meski itu
bukan hal mudah. Kuanggap sebagai fase hidup yang menentukan. Menggiringku agar
bisa menerima keadaan dan bersyukur. Bertempur dengan diri sendiri adalah
sesuatu yang tak habis-habisnya. Bahkan sampai sekarang.
Aku tak
tahu apakah telah memilih takdir atau takdir yang memilihku. Namun aku berupaya
keras mengikhlaskan diriku untuk bisa menerima keadaan. Di dunia ini tiada hal
sempurna. Seseorang yang tak cacat fisik bisa saja cacat hati dan jiwanya. Yang
penting aku tak ikut cacat hati taraf akut, dan bisa menjaga kesehatan jiwaku
dengan berupaya dekat dengan Allah, meyakini kekuatan doa.
Terimalah
dirimu apa adanya. Jangan menyerah pada keadaan. Perjuangkan keyakinan agar
sabar dan syukur tecermin dalam perbuatan sehingga hati pun lapang menyediakan
ruang untuk mengikhlaskan.
Terima
kasihku untuk suami yang selalu ada di samping kala aku rapuh menghadapi
keadaan. Karena jiwa yang gersang butuh dirabuk cinta dan kasih sayang agar putik
kehidupan bersemi. Pun anak semata wayang yang semoga bisa kami ajarkan agar ikhlas
menerima bunda apa adanya. Semoga ia bisa menjadi telingaku pula. Terima
kasihku pada sahabat dan kawan yang membuat hidupku kaya warna dengan kisah
motivasi. Aliran dukungan hangat mereka turut mengisi relung jiwaku agar tak
hampa.
Aku telah
lama berkubang sunyi dan sering merasa kesepian. Sekarang yang paling
kuinginkan adalah bisa menerimanya tanpa sesal lagi, agar pijar iman tak padam.***
Limbangan, Garut, 25 April 2014
Terharu membacanya mak, semoga Allah senantiasa mencurahkan kasih sayangnya pada Mak karena kesabaran dan keikhlasan hati menerima takdir itu, Dibalik keterbatasan itu, yakinlah mak, pasti ada kelebihna yang Allah berikan pada Mak. Kelebihan dan kekuatan yang bisa mengangkat derajat Mak bersama keluarga :D BTW, saya penasaran dengan karya-karya Mak.. kapan ya bisa memilikinya hehehe
BalasHapusMakasih sudi mampir, Mak Aida/ Ya, insya Allah berusaha mensyukuri hidup dan menggali potensi diri. Memoles kelebihan agar kekurangan bisa menjadi hal positif.
HapusAndai saya bisa punya karya sendiri, sangat ingin berbagi, sayangnya baru hasil ramai-ramai dengan teman penulis lain. Belum menulis novel atau buku solo. Maafkan saya, Mak Aida. :(
Ini kisah nyata Kak? Inspiratif banget :) memang benar mengikhlaskan itu butuh proses yang sangat panjang dan terkadang menjadi sulit apalagi untuk hal ini, butuh extra kekuatan dari dalam diri sendiri. Selamat Kakak sudah berhasil untuk ikhlas dengan keadaan, terus semangat ya kakak apalagi sekarang udah ada si Kecil gitu, harus tambah semangat dong yaa :3
BalasHapusIya, Sayang, makasih. Kian dewasa kian sulit dan kompleks alur hidup kita. Namun semoga menjadikan kita insan tangguh. Tegar untuk sabar. Anak dan suami itu sumber kekuatan. :)
HapusBener Mak. Ikhlas itu memang susah. Dan butuh waktu yang panjang untuk ikhlas akan sebuah kejadian atau kehilangan. Semoga kita semua bisa selalu ikhlas. Makasih sudah berbagi. ^^
BalasHapusBenar, Mak Nia, proses tanpa henti untuk bisa menerima keadaan dan menganggapnya sebagai bagian dari kehidupan. Makasih juga sudah mampir dan meninggalkan jejak. :)
Hapussubhaanallaah, tulisan yang menginspirasi Mak. turut belajar dari kehidpan
BalasHapusTerima kasih, Mak Irma. Semoga bermanfaat. :)
HapusAmiiiin..semangat ya mba..selalu ada Allah di hati kita ..selal ada orang2 yang sayang sama kita saat kita terpuruk..:)
BalasHapusTerima kasih, Mbak Kania, Allah telah memberi hal yang terbaik berupa anak dan suami dalam hidup saya. Sesuatu yang harus disyukuri dalam kondisi apa pun.
HapusMasyaAllah... semoga selalu semangat dan terus sabar, ikhlas dalam menjalani semuanya ya...
BalasHapusTerima kasih, Mak Santi. Insya Allah berusaha demikian. :)
Hapusaku terhanyut baca tulisan ini mbak. mengikhlaskan sesuatu memang gak mudah. apa yang mbak alami juga terjadi pada kakak ku. terkadang orang tua ku juga bersikap seolah tak menerima. tapi buat ku, dia tetap kakak yang hebat. guru yang hebat. akupun mempunyai kekurangan, tapi pada mata ku mbak. tapi aku berusaha buat tidak mengeluhkan itu, terserah apa kata orang.
BalasHapusberuntungnya mbak punya suami yang selalu ada disamping mbak. dia pasti selalu menjadi penerang dalam kesunyian mbak. gak ada manusia yang benar-benar sempurna. kadang yang dilahirkan dengan kekurangan justru memiliki kelebihan tersendiri yang sungguh luar biasa. :)
Tak mengira kakak Rita pun alami hal demikian, semoga ia tabah dan ikhlas, sekaligus positif dalam hidup. Dan semoga ortu terbuka hatinya untuk melimpahkan kasih tak berbatas, bisa menerima takdir yang telah diguratkan Allah. Salamku untuk kakak, ya. Semoga kakak pun baca ini.
HapusAlhamdulillah suami baik dan bisa terima aku, hanya masalah komunikasai yang terjadi. Tapi kami berusaha saling melengkapi.
Terima kasih ya. Rita juga semoga bisa mensyukuri apa yang ada.
bener2 masa-masa yang gak mudah ya jaman dulu itu ketika hidup dengan penuh keterbatasan.. ya gue bisa ngerti banget bagaimana mindernya hidup yang penuh tekanan karena keadaan yang 'berbeda' dari yang lain..
BalasHapusselama ini gue liat Mak Roh orangnya tangguh dengan semangat anak mudanya bisa menulis sampai puluhan tulisan per bulan, harusnya yang muda bisa meniru semangat Mak ROh...
tulisannya bener2 keren nih.. dalem banget dan yang bikin betah tentu saja karena penulisannya rapi. terus semangat Mak Roh :D
Kala kecil ranah pemahaman kita terbatas karena minim pengalaman. Seiring waktu bisa lebih mengrti hidup, sedikit demi sedikit.
HapusBerbeda emang nyakitin, tapi terus marah pada Allah juga tiada faedahnya. Hanya bisa berdoa dan melanjutkan hidup yang segala sesuatu adalah titipan-Nya. Barangkali juga pendengaran itu hanya titipan. Jadi, pertempuran dalam diri yang tiada henti untuk memahami arti ikhlas itu bukanlah proses seketika.
Belajar dari Mas Edotz juga untuk berjiwa muda. Tapi sayangnya belum bisa konsisten untuk bisa menghasilkan puluhan tulisan tiap bulan meski ingin, masih rempong sebagai ibu RT dengan balitanya yang lincah dan suka ngajak rebutan netbook mamah untuk nonton film. :D
Iya.. ikhlas memang butuh perjuangan. Ia perlu latihan dan usaha secara konsisten tiada mengenal waktu. Ini cerita sungguhan, atau fiktif belaka.. namun aku berpandangan kisah ini nyata. Dan ini sangat menginspirasi bagi siapa pun yang membaca.
BalasHapusAku yakin, setiap orang bila diuji sebenarnya ia sedang dimuliakan. Ujian itu adalah alat agar kehidupan kita menjadi lebih mulia, lebih baik dan terjaga.
Keren.. semoga menang ya mbak Rohyati... GA melatih kita untuk terus memberikan yang terbaik..
Ini sungguhan, ada hal yang lebih pahit tak diungkapkan. Setiap orang dalam keluarga yang kurang harmonis selalu ada sisi kelamnya.
HapusYa, benar, Mas Agha, semoga ujian ini kian menguatkanku meski prosesnya sangat panjang dan lama.
Giveaway justru mendorong blogger untuk rajin menulis, berbagi banyak hal, dan siapa tahu dapat bonus tambahan. Tidak cuma kemenangan atau hadiah, bertambahnya jaringan silaturahim sekaligus semoga bermanfaat bagi diri sendiri dan orang banyak. :)
Salam kenal ya kak, ini kunjungan pertamaku kesini :)
BalasHapusWaktu baca ini bikin terharu kak, aku salut sama kakak yang masih mampu bertahan untuk menghadapi arus kehidupan yang terkadang deras dan bisa saja membuat orang yang melaluinya tenggelam jika tak mampu bertahan. Keep spirit kak, Tuhan nggak pernah tidur kok :)
Iya kak terkadang aku juga bertanya. Kenapa aku hidup seperti ini? apakah aku yg memilih takdir seperti ini? Tapi nyatanya, aku tidak pernah memilih takdir hidup seperti ini. Aku yakin di setiap cobaan yg kita hadapi, Tuhan masih sayang sama kita. Tuhan ingin hambanya menjadi lebih mulia melalui kesabaran dan ikhlas dalam menerima cobaan :)
Salam kenal juga Fathimah, terima kaih sudah berkunjung. Hidup ini ibarat perjalanan panjang dalam pencarian yang senantiasa dihantam pertanyaan. Ya, semoga kita bisa memilih jalan yang baik untuk menerima takdir secara ikhlas.
HapusKisah yang sangat menyentuh kak. Semoga aku bisa belajar artinya ikhlas dari kisah kakak. Dan buat kakak, tetap semangat dan berkarya :D
BalasHapusSemoga, Litna. Sama-sama bersemangat juga dalam naungan keluarga besar BE. :)
Hapus>.<
BalasHapusKakak hebat! Semangatnya luar biasa, kekurangan mungkin pernah menjadi kendala ya kak. tetapi dengan rasa ikhlas dan usaha yang luar biasa kekurangan itu menjadi sebuah kelebihan.
Terima kasih untuk kisah inspirasinya ya kak...
Cinta Tuhan bergerak dengan cara yang tidak biasa. :)
Biasa saja kok, Vera. Hanya mencoba menjalani hidup agar bermakna dengan segala kepahitan-kebahagiaan yang senantiasa saling mengiringi.
HapusSama-sama, Vera.
Teteh... HEBAT bisa sabar dalam waktu sepanjang itu :'( ...
BalasHapusBener banget teh, kini hanya mengikhlaskannya agar tidak jadi beban... Semangat :D
Padahal mengikhlaskan itu bukan perkara mudah, tapi lama-lama terbiasa juga. :)
Hapussedikit nyentuh di hati saya cerita nya.
BalasHapusmbak termasuk sosok wanita hebat. dengan kekurangan yang dimiliki oleh mbak, mbak mampu melewati semua cobaan, hinaan dan kerasnya hidup dengan ikhlas. memang kita harus beriman dengan rukun iman yang ke-6. disitu Tuhan sudah menulis semua takdir seorang manusia. tapi percaya saja mbak, di balik sebuah kekurangan pasti ada kelebihan yang luar biasa. ini sudah terbukti dari kemampuan mbak yang menguasai dunia tulis menulis, mampu mengoreksi tulisan orang dengan baik sesuai EYD, dan mbak bisa menulis dengan sangat rapi seperti postingan di atas.
saya terinspirasi dengan mbak cerita mbak, bahwa hidup ini memang harus ikhlas dan kuat menerima cobaan. semoga hubungan mbak dengan suami nya bisa terus harmonis dan bahagia. amin. salam buat anak mbak yang lucu itu yaa hehe.
sukses juga buat give away nya :)
Insya Allah salamnya akan disampaikan pada Pal. Tapi paling ia cuma tersenyum lucu. Terima kasih doanya, jadi terharu. Ya, mempertahankan harmonisasi keluarga itu tak mudah, namun semoga kami bisa melakoninya dengan baik. Diiringi kesabaran dan keihklasan untuk saling memberi dan menerima, saling melengkapi.
HapusAku yang biasanya selalu mengeluh, merasa paling ngeneslah, apalah... tapi pas habis baca ini aku jadi tertampar.
BalasHapusUdah hampir 32 tahun yak? Berarti sejak umur 6 tahun dong?
Jujur, aku kagum sama semangat mak Roh, sesungguhnya mak Roh orang2 yang kuat, yang sabar. Aku jadi terinspirasi.
Yang terakhir nih, Allah engga akan ngasi ujian melebihi kemampuan umatnya :)
Iya, sejak umur 6 tahunan. :)
HapusYa, takdir adalah bagian dari ujian Allah terhadap keimanan kita. Keluhan tentu ada kala sesuatu tak berjalan sebagaimana mestinya. Tapi di balik itu semua, semoga sabar dan syukur membarengi hati untuk ikhlas.
BalasHapusIndah pada waktunya hanya jika kita bisa melalui segala ujian di dunia dan beroleh bonus pahala. Semoga. Aamiin.
BalasHapusIya, makasih, Isna. Setiap orang memang punya sisi perjalanan hidup yang beragam dalam pergolakan masa. Hanya berupaya agar bisa lebih baik daripada dulu.
Mbak ini kisah nyata? Ya ampun aku terenyuh bacanya. Ngerasa bener-bener payah sama kekuranganku yang sering aku keluhkan. Padahal, sebenernya keluhanku itu yang nggak penting-penting. Bener memang kalo kita jangan pernah ngerasa paling sedih. Di belakang sana mungkin banyak yang lebih buruk dari kita. But this story very inspiring :)
BalasHapusSemangat terus ya Mbak! Pasti bakal ada orang yang selalu ada buat Mbak.
Kisah nyata, Dwi. Ya, hidup ini seperti roda, sering membawa kita bergulir ke arah nasib lain.
HapusMakasih Dwi, sama-sama semangat juga.
Sumpah mbak, saya mau nangis..
BalasHapusSemangat ya, mbak..
Salam kenal :)
Wah, semoga ada tisu. :)
HapusSama-sama bersemangat, Mbak Pi23tz. Salam kenal juga dan terima kasih sudah mampir.
sehingga hati pun lapang menyediakan ruang untuk mengikhlaskan. AKu suka bagian yang ini....menyediakan ruang untuk mengikhlaskan...hm... suskes ya Mba GAnya..tulisannya bagus
BalasHapusTerima kasih sudah mampir. Semoga bisa menginspirasi. :)
Hapusbe strong mbak :)
BalasHapuskehidupan terus berlanjut dan waktu akan terus menghantam kita.
karena ke ikhlasan adalah ilmu yang paling berharga untuk mendapatkan kebahagiaan.
Makasih. Ya, hidup memang penuh ketakterdugaan. Dan semoga hantaman masalah pada akhirnya membuat kita kuat meski pada saat tertentu merapuhkan dulu.
BalasHapusMak... aku juga sempat belajar tentang takdir. Jadi dari yg kupelajari takdir itu sudah ditulis awalnya di lauh mahfuz, dan ketika dia muncul di hadapan kita karena sudah memilih kitz maka kita diberi kesempatan untuk memilih, inngin menjalankannya dengan cara bagaimana? Dia memang berputar kejadiannya. Memilih dan terpilih. Tulisanmu amat menyentuh hati tttg ikhlas. Makasih sudah ikut GA ku
BalasHapusMakasih sudah mampir, Mak Ade. Senang kok bisa ikutan GA-nya. Itung-itung ngeluarin timbunan memori agar gak nyesek. Sekaligus bahan perenungan diri akan apa yang telah-sedang-dan akan terjadi. Hidup ini penuh pilihan yang sangat menentukan.
HapusSalam kenal mba.. Tulisan mba inspiratif dan menyentuh sekali :(
BalasHapusSukses terus ya mba
Terima kasih, Mbak Tri, salam kenal juga. :)
Hapus