Review
Definisi Cinta yang Menggetarkan
Oleh Rohyati Sofjan
DATA BUKU
JUDUL : UHIBBUKA
FILLAH, AKU MENCINTAIMU KARENA ALLAH
PENULIS : RIRIN RAHAYU
ASTUTI NINGRUM
PENERBIT : WAHYU QOLBU
CETAKAN : I, JAKARTA 2014
TEBAL : XII + 304
HALAMAN
ISBN : 979-795-825-6
HARGA : RP55.000
# Buku bisa dipesan di Wahyu Qolbu
CINTA sering
membawa manusia pada petualangan tak terduga dalam merengkuh hakikatnya.
Petualangan itu bisa berupa pengalaman spiritual yang menegangkan, tabrakan
perasaan yang dialami pencinta sendiri. Dengan kata lain, cinta bisa
mengakibatkan beragam konflik.
Dalam KBBI cinta berarti: suka
sekali, sayang benar; kasih sekali, terpikat; ingin sekali, berharap sekali;
susah hati, risau (klasik).
Wikipedia mendefinisikan cinta: adalah
sebuah emosi dari kasih sayang yang kuat dan ketertarikan pribadi. Dalam konteks filosofi
cinta merupakan sifat baik yang mewarisi semua kebaikan, perasaan belas kasih
dan kasih sayang. Pendapat lainnya, cinta adalah sebuah aksi/kegiatan aktif
yang dilakukan manusia terhadap objek lain, berupa pengorbanan diri, empati,
perhatian, kasih sayang, membantu, menuruti perkataan, mengikuti, patuh, dan mau
melakukan apa pun yang diinginkan objek tersebut.
Cinta adalah sebuah perasaan yang ingin
membagi bersama atau sebuah perasaan afeksi terhadap seseorang. (Sumber: http://students.ukdw.ac.id/~22104878/cinta.html)
Hem, banyak sekali makna cinta yang
bertebaran di muka bumi ini. Baca deh novel Uhibbuka
Fillah, Aku Mencintaimu Karena Allah. Isi novelnya berkaitan dengan poin di
atas. Lebih penting lagi, kita bisa belajar sesuatu dari cinta itu; pengorbanan
dan keikhlasan, dan semuanya karena Allah.
Kerap kita lupa memaknai cinta
sendiri, cinta yang hanya berdasar ego pribadi, melupakan orang-orang di luar
kita. Hanya menginginkan pujaan hati sehingga merana. Padahal Allah yang telah
Menciptakan dan Memberi Cinta pada kita tak menghendaki pemujaan berlebihan
pada makhluk lain.
Ririn Rahayu Astuti Ningrum mengajak
pembaca menjelajahi wilayah cinta yang beroleh relung kesadaran. Balutan bahasa
Ririn yang puitis dan kerap menggunakan bahasa klasik, memberi nilai tambah
pada novel ini. Uhibbuka Fillah tidak
sekadar novel yang berbicara tentang cinta. Ada makna transendens di dalamnya.
Dimulai dengan prolog kisah Aini kala
remaja dan meninggalkan Bhumiku. Santriwati belia yang begitu kukuh memegang
janji cinta pertama pada seorang kakak kelasnya di SMPN 1 Paciran yang juga
sama-sama santri Pondok Modern Muhammadiyah. Aini, dengan kemurniannya,
meyakini ucapan Kakak sepenuh hati. Bahwa, “Adik, cinta kita bagai Laut Utara.
Andai Kakak adalah ombak, Adik adalah pantai. Pantai yang selamanya setia
menunggu ombak datang menyapa. Jika kakak adalah hujan, maka adik adalah
pelangi. Pelangi yang tak senantiasa setia menunggu hujan reda untuk
menampakkan dirinya….”
Keyakinan tersebut membuatnya
bergeming dari perhatian dan cinta lelaki lain, meski Kakak sudah lama tak
berkabar lagi sejak mereka menginjak bangku sekolah lanjutan. Dan Dana, yang
terpikat pada Aini karena pernah sepondok dan sama-sama satu sekolah di SMUN 2
Kediri, berjuang untuk memenuhi azamnya, mencari jejak Kakak yang hilang.
Napak tilas Dana ke Bhumiku, tempat
kenangan Aini, demi mencari keberadaan lelaki yang bahkan tak ia tahu siapa
namanya, membuahkan petualangan lain. Dari Kediri merambah ke Yogya, namun tak
jua ia temui keberadaan pujaan hati Aini yang bernama Hasan. Sampai takdir
mempertemukan Dana dengan Hasan di Surabaya sebagai teman sekamar kos.
Jika hidup merupakan pencarian, Ririn
mengurai kelindan cerita pencarian dengan alur tak terduga sekaligus mengandung
makna, bahwa kebetulan, sekecil apa pun, ada yang mengatur. Dana meski ragu
bahwa pemuda yang dicarinya ada di depan mata, sampai ia mengungkap secara
kebetulan dari album foto lama di rumah Hasan, rela berbagi cerita perihal Aini
pada Hasan.
Dibutuhkan kebesaran jiwa untuk melakukan
tugas mulia, mempertemukan pujaan hati dengan lelaki lain yang lebih
dicintainya, meski silu pada akhirnya. Akan tetapi, ternyata Hasan tidak
sendiri lagi, ia telah mengikat janji untuk menikahi perempuan lain. Lalu
bagaimanakah dengan Aini? Bagaimanakah Dana?
Uhibbuka Fillah,
adalah novel cinta yang menggugah. Ririn tidak hanya piawai bercerita mengenai
hakikat terdalam dari cinta anak manusia, janji yang ingin ditepati, tetapi sejarah, alam dan kondisi
geografis pun diracik dengan indah dalam balutan bahasa yang meliuk. Kita akan
terpesona pada wejangan cinta secara syariat Islam, betapa Aini tetap merabuk
kesabaran akan cinta polos masa kanak-kanak tanpa ternodai hal maksiat.
Kesabaran, tentu ada batasnya, Aini
merana. Dana yang berupaya mengembalikan
cahaya mata dan senyum di bibir pujaannya, rela meleburkan diri dalam pencarian
tersebut meski jiwanya tercabik-cabik. Perjalanan yang membawanya ke Gresik
tidak hanya mengubah hidup Dana dan Aini semata, ada kehidupan dua jiwa yang
semula tenteram terancam berai.
Laut Utara adalah bingkai cerita.
Latar laut berikut beberapa kota dengan deskripsi yang menawan memberi nilai
lebih bagi novel Uhibbuka Fillah.
Kita serasa turut menapaktilasi perjalanan Dana dari kenangan Aini:
“Sekolah itu berada di sisi Daendels, Dan. Jalan penuh duka lara yang
membentang dari Anyer Panarukan. Saat pulang sekolah, aspalnya berkilat-kilat
memantulkan rembang. Sementara di sepanjang sisi jalan, Laut Utara menghampar.
Laut yang penuh kelembutan. Perlambang kesetiaan. Aku dan teman-temanku
berkecandan sembari sesekali menatap perahu-perahu nelayan yang berlabuh di
tepian. Menyaksikan kulit-kulit hitam para nelayan berkilat karena terpampang
sinar matahari. Aku menutup wajahku dengan selembar buku untuk menahan panas
yang menyyengat. Namun tahukah kau apa yang kurasakan? Aku begitu riang. Karena
kau tahu, Kakak berjalan di belakangku. Jaraknya cukup jauh. Dia setia
mengawalku hingga aku memasuki gerbang asrama putri. Indah, bukan?” (Hlmn. 20)
Empat tokoh saling merangkai kelindan
cerita, demi seorang Aini yang sakit parah karena merana dengan cintanya, tiga
jiwa mengalah untuk mengikuti keyakinan Aini. Hasan, meninggalkan calon
istrinya, Atiqa memilih berpisah dengan Hasan demi mengikhlaskan kebahagiaan
Aini, dan Dana sendiri memilih menjauh dari kehidupan Aini.
Justru pada saat yang sangat menentukan
Aini akhirnya beroleh kesadaran, barangkali semacam hidayah tentang hakikat
cinta itu. Ia yang semula pernah sakit parah akhirnya beroleh pencerahan dari
kesembuhan dan harapan yang tepat di depan mata untuk diraihnya. Seperti apakah
itu? Setiap lembar halaman dalam Uhibbuka
Fillah sarat kisah tak terduga, kita akan ikut merasakan rinai gerimis
membasahi jiwa.
Pada akhirnya hujan dan pelangi tak pernah saling membersamai. Namun
mereka tak pernah saling melukai. Hujan yang perkasa tak hendak merengkuh
cakrawala seorang diri. Ia rela menepi, demi selengkung lembut senyum pelangi…. (Hlmn. 298)
Limbangan, Garut, 19 Juni 2014
# Buku bisa dipesan di Wahyu Qolbu
Mesti cari nich, kayaknya mnarik...
BalasHapusNovel tebal yang tak akan membuat Anda rugi baca. :) Ada petualangan jiwa dalam memaknai cinta. Bisa dicari di Gramedia, Gunung Agung, dan toko buku lainnya. Selamat menikmati kelezatan buku dalam setiap lembar halamannya. Ada hamparan dunia tak terkira di sana. :)
HapusTerima kasih sudah mampir, Mas Gun.
Terima kasih review cantiknya, Mbak...:) semoga nggak bosen baca novel2 saya selanjutnya ^_^
BalasHapus