Kamis, 19 Juni 2014

[UHIBBUKA FILLAH] Definisi Cinta yang Menggetarkan




Review

Definisi Cinta yang Menggetarkan

Oleh Rohyati Sofjan

DATA BUKU
JUDUL              : UHIBBUKA FILLAH, AKU MENCINTAIMU KARENA ALLAH
PENULIS          : RIRIN RAHAYU ASTUTI NINGRUM
PENERBIT        : WAHYU QOLBU
CETAKAN        : I, JAKARTA 2014
TEBAL              : XII + 304 HALAMAN
ISBN                : 979-795-825-6
HARGA            : RP55.000



CINTA sering membawa manusia pada petualangan tak terduga dalam merengkuh hakikatnya. Petualangan itu bisa berupa pengalaman spiritual yang menegangkan, tabrakan perasaan yang dialami pencinta sendiri. Dengan kata lain, cinta bisa mengakibatkan beragam konflik.

Dalam KBBI cinta berarti: suka sekali, sayang benar; kasih sekali, terpikat; ingin sekali, berharap sekali; susah hati, risau (klasik).

Wikipedia mendefinisikan cinta: adalah sebuah emosi dari kasih sayang yang kuat dan ketertarikan pribadi. Dalam konteks filosofi cinta merupakan sifat baik yang mewarisi semua kebaikan, perasaan belas kasih dan kasih sayang. Pendapat lainnya, cinta adalah sebuah aksi/kegiatan aktif yang dilakukan manusia terhadap objek lain, berupa pengorbanan diri, empati, perhatian, kasih sayang, membantu, menuruti perkataan, mengikuti, patuh, dan mau melakukan apa pun yang diinginkan objek tersebut.

Cinta adalah sebuah perasaan yang ingin membagi bersama atau sebuah perasaan afeksi terhadap seseorang. (Sumber: http://students.ukdw.ac.id/~22104878/cinta.html)

Hem, banyak sekali makna cinta yang bertebaran di muka bumi ini. Baca deh novel Uhibbuka Fillah, Aku Mencintaimu Karena Allah. Isi novelnya berkaitan dengan poin di atas. Lebih penting lagi, kita bisa belajar sesuatu dari cinta itu; pengorbanan dan keikhlasan, dan semuanya karena Allah.

Kerap kita lupa memaknai cinta sendiri, cinta yang hanya berdasar ego pribadi, melupakan orang-orang di luar kita. Hanya menginginkan pujaan hati sehingga merana. Padahal Allah yang telah Menciptakan dan Memberi Cinta pada kita tak menghendaki pemujaan berlebihan pada makhluk lain.

Ririn Rahayu Astuti Ningrum mengajak pembaca menjelajahi wilayah cinta yang beroleh relung kesadaran. Balutan bahasa Ririn yang puitis dan kerap menggunakan bahasa klasik, memberi nilai tambah pada novel ini. Uhibbuka Fillah tidak sekadar novel yang berbicara tentang cinta. Ada makna transendens di dalamnya.

Dimulai dengan prolog kisah Aini kala remaja dan meninggalkan Bhumiku. Santriwati belia yang begitu kukuh memegang janji cinta pertama pada seorang kakak kelasnya di SMPN 1 Paciran yang juga sama-sama santri Pondok Modern Muhammadiyah. Aini, dengan kemurniannya, meyakini ucapan Kakak sepenuh hati. Bahwa, “Adik, cinta kita bagai Laut Utara. Andai Kakak adalah ombak, Adik adalah pantai. Pantai yang selamanya setia menunggu ombak datang menyapa. Jika kakak adalah hujan, maka adik adalah pelangi. Pelangi yang tak senantiasa setia menunggu hujan reda untuk menampakkan dirinya….”

Keyakinan tersebut membuatnya bergeming dari perhatian dan cinta lelaki lain, meski Kakak sudah lama tak berkabar lagi sejak mereka menginjak bangku sekolah lanjutan. Dan Dana, yang terpikat pada Aini karena pernah sepondok dan sama-sama satu sekolah di SMUN 2 Kediri, berjuang untuk memenuhi azamnya, mencari jejak Kakak yang hilang.

Napak tilas Dana ke Bhumiku, tempat kenangan Aini, demi mencari keberadaan lelaki yang bahkan tak ia tahu siapa namanya, membuahkan petualangan lain. Dari Kediri merambah ke Yogya, namun tak jua ia temui keberadaan pujaan hati Aini yang bernama Hasan. Sampai takdir mempertemukan Dana dengan Hasan di Surabaya sebagai teman sekamar kos.

Jika hidup merupakan pencarian, Ririn mengurai kelindan cerita pencarian dengan alur tak terduga sekaligus mengandung makna, bahwa kebetulan, sekecil apa pun, ada yang mengatur. Dana meski ragu bahwa pemuda yang dicarinya ada di depan mata, sampai ia mengungkap secara kebetulan dari album foto lama di rumah Hasan, rela berbagi cerita perihal Aini pada Hasan.

Dibutuhkan kebesaran jiwa untuk melakukan tugas mulia, mempertemukan pujaan hati dengan lelaki lain yang lebih dicintainya, meski silu pada akhirnya. Akan tetapi, ternyata Hasan tidak sendiri lagi, ia telah mengikat janji untuk menikahi perempuan lain. Lalu bagaimanakah dengan Aini? Bagaimanakah Dana?

Uhibbuka Fillah, adalah novel cinta yang menggugah. Ririn tidak hanya piawai bercerita mengenai hakikat terdalam dari cinta anak manusia, janji yang ingin ditepati, tetapi sejarah, alam dan kondisi geografis pun diracik dengan indah dalam balutan bahasa yang meliuk. Kita akan terpesona pada wejangan cinta secara syariat Islam, betapa Aini tetap merabuk kesabaran akan cinta polos masa kanak-kanak tanpa ternodai hal maksiat.

Kesabaran, tentu ada batasnya, Aini merana. Dana yang  berupaya mengembalikan cahaya mata dan senyum di bibir pujaannya, rela meleburkan diri dalam pencarian tersebut meski jiwanya tercabik-cabik. Perjalanan yang membawanya ke Gresik tidak hanya mengubah hidup Dana dan Aini semata, ada kehidupan dua jiwa yang semula tenteram terancam berai.

Laut Utara adalah bingkai cerita. Latar laut berikut beberapa kota dengan deskripsi yang menawan memberi nilai lebih bagi novel Uhibbuka Fillah. Kita serasa turut menapaktilasi perjalanan Dana dari kenangan Aini:

“Sekolah itu berada di sisi Daendels, Dan. Jalan penuh duka lara yang membentang dari Anyer Panarukan. Saat pulang sekolah, aspalnya berkilat-kilat memantulkan rembang. Sementara di sepanjang sisi jalan, Laut Utara menghampar. Laut yang penuh kelembutan. Perlambang kesetiaan. Aku dan teman-temanku berkecandan sembari sesekali menatap perahu-perahu nelayan yang berlabuh di tepian. Menyaksikan kulit-kulit hitam para nelayan berkilat karena terpampang sinar matahari. Aku menutup wajahku dengan selembar buku untuk menahan panas yang menyyengat. Namun tahukah kau apa yang kurasakan? Aku begitu riang. Karena kau tahu, Kakak berjalan di belakangku. Jaraknya cukup jauh. Dia setia mengawalku hingga aku memasuki gerbang asrama putri. Indah, bukan?” (Hlmn. 20)

Empat tokoh saling merangkai kelindan cerita, demi seorang Aini yang sakit parah karena merana dengan cintanya, tiga jiwa mengalah untuk mengikuti keyakinan Aini. Hasan, meninggalkan calon istrinya, Atiqa memilih berpisah dengan Hasan demi mengikhlaskan kebahagiaan Aini, dan Dana sendiri memilih menjauh dari kehidupan Aini.

Justru pada saat yang sangat menentukan Aini akhirnya beroleh kesadaran, barangkali semacam hidayah tentang hakikat cinta itu. Ia yang semula pernah sakit parah akhirnya beroleh pencerahan dari kesembuhan dan harapan yang tepat di depan mata untuk diraihnya. Seperti apakah itu? Setiap lembar halaman dalam Uhibbuka Fillah sarat kisah tak terduga, kita akan ikut merasakan rinai gerimis membasahi jiwa.

Pada akhirnya hujan dan pelangi tak pernah saling membersamai. Namun mereka tak pernah saling melukai. Hujan yang perkasa tak hendak merengkuh cakrawala seorang diri. Ia rela menepi, demi selengkung lembut senyum pelangi…. (Hlmn. 298)

Limbangan, Garut, 19 Juni 2014


# Buku bisa dipesan di Wahyu Qolbu

3 komentar:

  1. Mesti cari nich, kayaknya mnarik...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Novel tebal yang tak akan membuat Anda rugi baca. :) Ada petualangan jiwa dalam memaknai cinta. Bisa dicari di Gramedia, Gunung Agung, dan toko buku lainnya. Selamat menikmati kelezatan buku dalam setiap lembar halamannya. Ada hamparan dunia tak terkira di sana. :)
      Terima kasih sudah mampir, Mas Gun.

      Hapus
  2. Terima kasih review cantiknya, Mbak...:) semoga nggak bosen baca novel2 saya selanjutnya ^_^

    BalasHapus

Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan jejak persahabatan berupa komentar agar bisa menjalin relasi sebagai sesama blogger. Soalnya suka bingung, SILENT READER itu siapa saja, ya? :D