Dongeng Rohyati Sofjan
ALKISAH, seekor kura-kura besar jatuh menggelinding dari bukit
ke bawahnya. Dan terhenti dalam posisi telentang, punggungnya berada di bawah
badan, kaki dan kepalanya menghadap ke atas.
Kura-kura yang malang itu menggerak-gerakkan kakinya agar
bisa mengembalikan posisi, namun itu pekerjaan sia-sia. Tempurungnya menghalangi. Tidak mungkin baginya agar bisa
kembali telungkup dengan kaki di bawah.
Kura-kura merasa sangat lelah. Matahari bersinar garang
menyengat hutan, kebetulan ia tidak berada dalam naungan pepohonan. Namun
kura-kura enggan minta pertolongan pada binatang lain. Ia terus saja
menggerak-gerakkan kakinya, dan sesekali berhenti jika kelelahan.
Ada seekor monyet hutan yang kebetulan menyaksikan
peristiwa itu dari atas pohon. Monyet itu tertawa. Setelah beberapa saat mulai
iba pada kura-kura. Monyet melompat turun dari pohon dan berlari ke arah
kura-kura.
“Apa yang terjadi, Kawanku yang malang?” sapa monyet.
Kura-kura kesal. “Aku jatuh menggelinding, dan berada
dalam posisi yang kamu lihat untuk dianggap lucu. Tidakkah itu menjelaskan
sesuatu?”
Monyet tersenyum sabar. “Biar kubantu agar kamu bisa
kembali pada posisi normal.”
Karena merasa tidak ada pilihan dan tak mau dianggap keras
kepala seperti tempurung di punggungnya, kura-kura menyetujui tawaran monyet.
“Baiklah,” katanya.
Dengan kedua tangannya monyet lalu membalik kura-kura.
Monyet berhati-hati agar kura-kura tak terluka.
“Nah,” kata monyet begitu selesai membalikkan kura-kura
dalam posisi normal, kaki dan kepala berada di bawah, punggung di atas. “Senang
bisa menolongmu.”
“Terima kasih, Monyet yang baik,” kata kura-kura dengan suara lemah
karena lelah. “Jika tidak ada kamu barangkali aku akan terus terbalik dalam
posisi konyol, sampai mati kelelahan dan
kelaparan, dan jadi bahan lelucon penghuni hutan.”
“Tidak masalah,” kata monyet. “Maaf tadi aku sempat
menertawakanmu dan tidak lekas memberi pertolongan.”
Kura-kura tersenyum dan tidak marah. “Tidak apa-apa,
Kawanku. Semoga kelak aku bisa membalas budi baikmu nanti.” Kura-kura lalu
pamit meneruskan perjalanan menuju barat, dengan langkah yang lambat namun
mantap. Monyet hanya bisa melambai. Dan menyaksikan kura-kura kian jauh dari
pandangan.
“Selamat tinggal!” Seru monyet, suaranya dikaburkan angin
siang yang kini berembus kencang. Rupanya akan ada badai. Monyet segera berlari
mencari tempat perlindungan. Cuaca berubah mendung dan guntur menggelegar.
Hujan deras mewarnai siang yang tadinya panas.
DI hari lain, kala sedang mencari makan, monyet terperangkap
banjir bandang yang menerjang hutan.
Berjuang dalam genangan air agar tak tenggelam, monyet berteriak minta tolong. Namun teman-teman sesama monyetnya tak bisa apa-apa, mereka kebingungan. Meracau panik melihat temannya hilang
timbul dari permukaan air, nyaris tenggelam.
Pada saat genting itulah, tiba-tiba muncul kura-kura dari
arah daratan yang tak tergenang banjir. Tanpa banyak kata langsung meluncur ke
dalam air dan berenang menghampiri monyet. Di dalam air, gerakan kura-kura
lebih cepat daripada di darat.
“Naiklah ke atas punggungku dan berpegangan pada tepian tempurungku,” kata-kura-kura.
Monyet menurut. Lalu bersama mereka meluncur berenang ke
arah daratan, menghampiri sekawanan monyet yang dengan gembira menyambut mereka.
Monyet selamat berkat-kura-kura.
“Terima kasih, Kawanku yang baik,” kata monyet terharu. Memeluk
kura-kura.
“Tidak masalah,” kata-kura-kura merendah. “Kamu pernah
menolongku kala aku berada dalam kemalangan. Dan aku bersyukur bisa menepati
janji untuk bisa membalas budi.”
Monyet dan kura-kura lalu berkawan baik sepanjang hayat
mereka.***
#Cipeujeuh, 1 Maret 2012
~Gambar
hasil paint sendiri~
#Dongeng #Kura-kura
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan jejak persahabatan berupa komentar agar bisa menjalin relasi sebagai sesama blogger. Soalnya suka bingung, SILENT READER itu siapa saja, ya? :D