Dongeng Rohyati Sofjan
DAHULU kala, di kerajaan Selalu Damai, ada
seorang putra mahkota yang tampan namun sayangnya sombong. Baginda raja dan
ratu tentu saja risau dengan kesombongan putra tunggalnya yang merupakan
pewaris tahta utama. Mereka ingin sang pangeran berubah lebih rendah hati dan
tidak sombong lagi.
“Apa yang harus kita lakukan?” tanya Raja pada Ratu ketika semua nasihat
mereka malah diabaikan pangeran. Ratu pun tidak tahu, ia merasa sedih. Apalagi
mereka berniat menjodohkan pangeran dengan putri kerajaan tetangga yang jelita
dan baik budi. Apa jadinya sang putri kalau tahu bahwa calon suaminya ternyata
sombong? Raja dan Ratu khawatir perjodohan tersebut gagal dan akan menimbulkan
permusuhan antar kerajaan, mengingat ayah sang putri, Raja Diraja, merupakan
raja yang keras dan tegas.
Setelah berdiskusi cukup lama, akhirnya Raja dan Ratu sepakat mengirim
Pangeran untuk berkelana seorang diri, memantau keadaan negeri selama satu
bulan purnama. Mereka memberi perbekalan yang cukup untuk Pangeran. Pada
mulanya Pangeran Tampan enggan, namun tidak tega untuk menolak titah kedua
orang tuanya.
Maka dikeraskannya hati untuk mengelana. Ia terlalu sombong untuk mengakui
tidak tahu apa yang akan dijumpainya di perjalanan. Pangeran Tampan berkuda
seorang diri tanpa baju kebesaran, dengan muram, membayangkan betapa lamanya
waktu satu bulan purnama itu.
Ia berkeliling kota, tanpa peduli benar akan apa yang terjadi di
sekitarnya. Hiruk pikuk pasar mendadak hening ketika Pangeran melenggang lewat
pasar. Rakyat yang sudah sangat mengenalinya tentu saja terheran-heran melihat
Pangeran kali ini berkuda seorang diri tanpa pengawalan. Pangeran tidak peduli.
Rakyat diam. Mereka berdiri takzim, tidak ada keributan sebab mereka takut pada
dampak yang ditimbulkan.
Begitu Pangeran telah melewati batas pasar menuju ujung jalan terjauh,
rakyat yang memadati pasar menarik napas lega. Namun, tak urung mereka
terheran-heran, pasar kembali riuh dengan kegiatan semula, dan obrolan seru
seputar ketidaklaziman yang tadi.
Pangeran berkuda terus, sampai lelah dan memutuskan beristirahat. Ia
menemukan saung, bangunan terbuka, yang disediakan pihak kerajaan sebagai
tempat peristirahatan pejalan, lengkap dengan pancuran air di sampingnya dan
tungku kayu bakar untuk memasak. Ada gerabah untuk memasak sampai kuali untuk
merebus air, bersih dan terawat di sudut lemari kayu yang terlindungi.
Baginda Raja yang bijaksana rupanya sangat peduli pada rakyatnya, jadi
mereka bisa bepergian jauh tanpa kuatir akan dibegal penjahat, atau kebingungan
mencari tempat untuk beristirahat. Rakyat tentu senang dan ikut merawat
fasilitas umum tersebut. Bagi yang telah memakai, akan langsung membersihkan
dan merapikan barang dan tempat itu. Bahkan onggokan kayu bakar ada di kolong
saung, sangat mencukupi siapa pun.
Pangeran beristirahat sambil termenung. Adakah maksud dari titah orang
tuanya, hingga mereka mengirim dirinya untuk berkelana. Ia tahu benar akan
tempat-tempat yang telah dijelajahinya di sudut negeri, termasuk hutan tempat ia
biasa berburu, tapi semua selalu dengan kawalan pengawal. Dan Pangeran tak
begitu peduli pada apa yang telah dibangun oleh Baginda Raja dan Ratu yang
bijaksana.
Tapi kali ini lain, ia berkelana seorang diri, tanpa kawalan siapa pun,
berpakaian sebagaimana rakyat jelata. sesungguhnya ia tidak tahu apa yang akan
dijumpainya dalam perjalanan, namun pada akhirnya, begitu berada di tempat ini,
Pangeran sadar bisakah membangun negeri agar senantiasa tenteram dan sejahtera.
Bisakah ia menjadi pemimpin yang adil dan bijaksana, dicintai dan dihormati
rakyatnya sepanjang masa?
Pada saat ia sedang termenung sambil memakan perbekalannya, lewatlah
seorang pengelana tua. Sang pengelana masuk begitu saja ke saung itu, tak sadar
bahwa yang sedang berada di dalamnya adalah Pangeran yang terkenal sombong
seantero negeri.
“Salam, Anak Muda,” kata Sang Pengelana riang. Tidak seperti biasanya,
Pangeran hanya tersenyum. Padahal dulu ia terlalu sombong untuk sekadar
didekati rakyat jelata.
“Bapak kelihatan lelah sekali, tentu telah menempuh perjalanan jauh?” sapa
Sang Pangeran santun sambil menyodorkan perbekalannya. Pengelana Tua itu
tersenyum senang. Ada binar bahagia di matanya.
“Silakan dimakan, Pak, untuk mengganjal lapar dan haus.” katanya ramah.
Pengelana Tua itu tidak tahu apa pun mengenai Pangeran, ia orang gunung
dari kerajaan seberang, katanya sedang mengembara untuk menemukan jodoh sejati
bagi anaknya. Pangeran tertawa senang mendengarnya.
“Semoga Bapak bertemu jodoh untuk anak Bapak.”
Pengelana itu hanya tertawa. “Aku berharap jodoh bagi anakku lelaki yang santun
dan bertanggung jawab.”
Pangeran dan Pengelana Tua akhirnya jadi akrab. Tanpa tahu siapa diri
mereka masing-masing. Pengelana Tua tak tahu bahwa lelaki muda yang sedang
berbincang hangat dengannya adalah Pangeran Sombong calon menantunya. Coba
tebak siapa pengelana Tua itu? Tepat sekali, beliau Baginda Raja Diraja yang
sedang menyamar untuk memantau keadaan negeri calon besannya. Ya, kedua orang
itu sama-sama belum pernah bertemu langsung.***
Loji, 22 April 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan jejak persahabatan berupa komentar agar bisa menjalin relasi sebagai sesama blogger. Soalnya suka bingung, SILENT READER itu siapa saja, ya? :D