Oleh Rohyati Sofjan
PELAKU
jejaring sosial dalam dunia maya kerap seenaknya dalam menulis status sampai
mengomentari suatu status, bahkan ada yang vulgar secara ucapan sampai gambar
atau foto yang disebarkan. Dan itu sangat menyebalkan!
Ekspresi
diri yang kebablasan sebenarnya tidak hanya merugikan orang lain tetapi
mencitrakan diri sebagai insan tak stabil dalam relasi antarpersonal. Hal nyata
dan maya adakalanya dibuat bias oleh Facebooker.
Namun apa untungnya mencitrakan diri dalam kepalsuan atau kebanalan sikap yang
terstigma negatif?
Menjadi
diri sendiri adalah baik, namun kalau tidak memiliki kendali diri maka akan
berakhir sebagai tukang gencet atau provokator dengan omongan kasar, jorok, dan
jauh dari etika; norma sosial sampai agama.
Facebook
memancing kita untuk melakukan hal yang mengasyikan, pemuasan hasrat interaksi
sosial dengan beragam persona, tinggal mampukah kita menahan diri untuk tidak
mengeluarkan komentar pedas atau tak berfaedah. Bertengkar di suatu lapak atau
ruang obrolan/inbox hanya karena
berbeda pendapat atau salah paham, seakan lumrah terjadi.
Sepertinya
banyak Facebooker yang menyadari
betapa beroleh teman di dunia maya bukan hal sederhana. Sama seperti halnya
dunia nyata, jika ada gesekan ketidakcocokan maka akan berakhir dengan
pemutusan pertemanan atau blokir. Ada yang berpendapat, cara gampang dalam
menilai karakter seseorang lihatlah gambar atau komentarnya di ruang status bahkan
lapak status tertentu.
Memang
aneh ada yang merasa mentang-mentang sedang di dunia maya maka bebas curhat atau komen atau pajang
gambar/foto yang tak sedap dibaca sekaligus dilihat. Insan macam ini nilai
afeksi sosialnya boleh dikata minus dan seakan mengalami gangguan psikososial
akut. Semacam neurosis ketidaksadaran yang disangkalnya. Penolakan terhadap
diri dan lingkungan, menunjukkan kekuatan egonya yang picik.
Sudah
bukan hal aneh lagi ada yang tanpa pikir panjang langsung mengomentari suatu
status tanpa dibaca baik-baik atau dicerna maknanya. Ketergesaan semacam itu
sebenarnya jika terlalu sering dilakukan maka akan mengiritasi kepribadian yang
bersangkutan sebagai biang kerok, penggencet, ngomong tanpa dicerna dulu, penyinyir, mulut
ember, sampai pembunuh karakter.
Mulutmu
adalah harimaumu, maka janganlah hanya karena tak punya kendali akan mulut maka
“sang harimau” balik menerkam tuannya. Kata-kata ibarat pedang yang akan balik
menebas diri. Jagalah lisan dan tindakan di dunia maya sebagaimana membawa dan
tahu menempatkan diri dalam adab keseharian dunia nyata.
Antara
nyata dan maya hanya dibatasi selubung tipis berupa intensitas pertemuan tatap
muka. Namun pertemuan tersebut, apa pun bentuknya, akan meninggalkan catatan
amal bagi kita untuk kelak dihisab.***
Cipeujeuh, 7 Februari
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan jejak persahabatan berupa komentar agar bisa menjalin relasi sebagai sesama blogger. Soalnya suka bingung, SILENT READER itu siapa saja, ya? :D