Kamis, 28 Desember 2017

Padanan pun Harus Patut


OLEH Rohyati Sofjan


PADA umumnya kata yang berasal dari bahasa asing beroleh istilah baru sebagai kata serapan. Kata serapan adalah kata yang diserap dari bahasa lain. Akan tetapi, tidak serta-merta kita menyerap suatu kata dengan mengindonesiakannya sesuai pelafalan dalam bahasa kita. Masih ada jalan lain untuk menerjemahkan suatu kata (benda, sifat, kerja, dan lainnya) ke dalam padanan bahasa Indonesia yang sesuai.
        Jika KBBI IV saja memiliki lema sebanyak kurang lebih 78.000 buah, baik dalam kata asli atau serapan, berarti bahasa kita sangat kaya kosakatanya. Dan ketika suatu kata atau istilah asing sedang populer penggunaannya, berkaitan dengan situasi yang ada; kata tersebut ramai digunakan, dan ramai pula pelaku kebahasaan yang peduli berdiskusi demi mencari padanan yang tepat ke dalam bahasa Indonesia.
        Media massa lebih banyak berperan dalam menyebarkan penggunaan istilah asing. Akan tetapi, ironisnya, media massa, terutama cetak, pun berupaya menjadi penyebar informasi bagi masyarakat untuk memadankan istilah tersebut ke dalam bahasa Indonesia, dan masyarakat awam yang pada mulanya tidak tahu bisa sangat terbantu.
Ketika suatu istilah asing tengah ramai diperbincangkan, masyarakat bisa ikut-ikutan memopulerkan istilah tersebut karena ketidaktahuan padanan. Sayangnya, jika pelopor pemopuleran istilah asing tersebut (media massa) terlambat mengantisipasi dengan mencari padanan kata, lalu entah karena koreksi dari pakar bahasa atau kesadaran internal mulai memadankan istilah tersebut ke dalam bahasa Indonesia, masih ada sebagian orang awam yang bingung kala disodorkan padanan tersebut karena tidak dijelaskan artinya.
        Ambil contoh, isi berita suatu harian Pikiran Rakyat yang memuat kalimat perundungan seksual  pada awal Januari 2016. Kita terbiasa dengan kalimat dirundung nestapa atau dirundung kemalangan. Dirundung seakan merupakan hal negatif, tidak baik, sial, dan sejenisnya.
        Dan ketika membaca perundungan seksual mungkin ada yang bingung mengartikannya sebagai apa. Perundungan sebagai kata berimbuhan awalan dan akhiran (konfiks), merujuk pada suatu kejadian atau hal yang dialami dari kata dasar rundung.
        Rundung sendiri memuat dua arti: 1. Ganggu, usik, usik terus-menerus; untuk pekerjaan atau perbuatan negatif. 2. Tertimpa suatu kejadian buruk dan biasanya kecelakaan, bencana, kesusahan, dan sebagainya.
        Arti kedua lebih populer penggunaannya daripada arti pertama. Karena itu kalimat perundungan seksual yang bermakna penggangguan atau pengusikan seksual terasa asing daripada kalimat pelecehan seksual yang kekerapan pemakaiannya lebih sering.
        Beberapa tahun yang lalu, dalam diskusi di milis guyubbahasa Forum Bahasa Media Massa (FBMM), Pak T. D. Asmadi pernah membahas soal padanan kata untuk bully atau bullying. Maka ramailah anggota milis sumbang saran. Ada yang memadankan dengan menggencet, menggertak dan menindas.
        Menggencet berarti menekan. Menggertak berarti mengancam dengan suara keras. Tindas bermakna tindih, himpit, tekan pula. Menindas berarti memperlakukan pihak lain dengan lalim, sewenang-wenang, atau kekerasan.
        Memadankan suatu kata atau istilah asing ke dalam bahasa Indonesia harus mempertimbangkan rasa bahasa atau nuansa bahasa untuk kalimat yang akan digunakan.
        Pada umumnya pemakaian bully atau bullying digunakan untuk kasus kekerasan yang dilakukan oleh pihak yang lebih kuat pada yang lemah. Entah senior pada yunior di sekolah atau kampus. Karena itu, kasus bully dikalangan anak-anak dan remaja lebih rentan, dan kekerapan pemakaiannya pun lebih sering.
        Entah terpengaruh bahasa dari film tentang kekerasan, maka bully atau bullying pun dipakai tanpa dicarikan padanannya, padahal KBBI telah memuat beragam padanan yang ada.
        Seperti contoh hasil diskusi guyubbahasa di atas, bisa sebagai pilihan padanan bully. Namun ada nuansa bahasa yang dirasa kurang pas karena bersifat situasional. Maka, ada media yang beralih memilih padanan macam rundung lalu risak.
        Menurut Tendy K. Somantri, sesama anggota FBMM, rundung atau risak sudah ada dalam KBBI yang bisa dipadankan dengan bully. Penggunaannya kembali sudah cukup lama juga, sejak 2014, bahkan mungkin sebelumnya.
        Bagi yang belum tahu, risak (kata sifat) bermakna mengusik, mengganggu. Sama dengan makna pertama dari rundung. Di google, kata kunci risak berada di urutan pertama untuk nama orang asing seperti Martin Risak. Hanya sedikit link yang memuat perihal risak sebagai pengganti bully.
Di situs Tribun Medan, Abul Muammar menulis judul “Perkenalkan Risak Pengganti Kata Bully”. Atau dalam situs lain, Ketika Sandiaga Uno Sudah Mulai Curhat Kena Risak _ layanan_publik _ tempo.co.htm.
Dalam pernyataannya, anggota Komisi X DPR, Venna Melinda mendukung kebijakan Mendikbud yang melarang kegiatan MOS (Masa Orientasi Siswa). Menurutnya PLS (Pengenalan Lingkungan Sekolah) harus bertujuan memberikan kesan baik bukan malah merisak. (Pikiran Rakyat, 15/7/2016)
Entah Venna atau redaktur yang mengambil istilah merisak, namun itu semacam terobosan baru agar risak bisa populer sebagai padanan bully. 
        Sebab, risak sebagai kata yang "baru" dan dipopulerkan lagi terasa asing dan kurang populer penggunaannya. Entah penulis atau penutur bahasa ragu bahwa kata tersebut akan berterima dan mudah dipahami oleh pembaca atau lawan bicaranya. Maka kata asing pun kerap dipakai dengan beragam alasan, entah agar keren atau gagah, meski pemakaian bully atau bullying bersifat negatif.
        Ambil contoh kasus tetikus yang kurang laku sebagai kata serapan dari mouse karena pengucapannya agak ribet. Beda dengan unggah (upload) atau unduh (download) yang lebih sering digunakan karena mudah diucapkan.
        Mengungkapkan sesuatu ke dalam istilah asing tak ada salahnya, namun jika telah ada padanan dalam bahasa Indonesia, lebih baik kita pergunakan padanan tersebut.
        Bagaimanapun, peran media massa cetak (berikut pemuatan rubrik/kolom bahasa Indonesianya) sangat besar manfaatnya bagi kita untuk menyebarkan dan menjelaskan suatu kata atau istilah yang telah lama ada.
        Indonesianisasi adalah suatu sikap agar kita tak minder dengan bahasa sendiri. Kita harus punya konsep kesadaran pada kapasitas diri yang tak terbatas untuk digali dan dieksplorasi.
        Sudah saatnya kita punya identitas diri yang tak membeo pada istilah "asing". Bahasa mencakup nasionalisme pada kebangsaan: BANGSA INDONESIA!(*)
#Cipeujeuh, 14 Agustus 2016
~Gambar hasil paint sendiri~
#NasinalaismeBahasa #BahasaIndonesia #PadananKata

2 komentar:

  1. Bagus banget tulisannya kak.

    Saya baru tau ada bahasa Indonesia risak dan memang penggunaan bahasa asing untuk nunjukin identitas diri keren deh kak. Terlebih kebarat-baratan lagi banyak-banyaknya masuk, terutama untuk anak milenial. Bahkan penggunaan beberapa kata atau kalimat bahasa Indonesia sudah diganti ke bahasa asing biar keren, dan terkesan smart gitu (nah saya pun sok pake bahasa asing, haha)

    Bagus nih tulisan, banyakin nulis yang beginian kak. Jadi buka orang yang ngaku cinta Indonesia tapi sukanya pake bahasa asing.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih, Teh.
      Risak hanyalah satu contoh kata yang yang dianggap asing bagi generasi pengguna bahasa yang lebih suka memakai bahasa asing secara selipan atau keseluruhan dalam percakapan lisan maupun tulisamn.
      Secara psikolinguistik pemakai bahasa akan memakai apa yang dirasa nyaman dan mengena sesuai identitas diri mereka. Ada kesan ekslusif namun mereka memang ingin terlihat ekslusif jadinya lebih memilih istilah asing.
      Sama seperti fenomena which is yang dilakukan generasi milenial, ada banyak alasan untuk itu. Namun semoga mereka pun menghargai bahasa nasionalnya karena bahasa indonesia menyangkut bahasa persatuan.
      Jangan sampai karena ingin identitas diri diakui atau terakui maka lebih condong pakai bahasa asing namun amburadul susunannya atau campur-campur. Bolehlah bercampur namun tetap perhatikan kaidah. :)

      Hapus

Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan jejak persahabatan berupa komentar agar bisa menjalin relasi sebagai sesama blogger. Soalnya suka bingung, SILENT READER itu siapa saja, ya? :D