Oleh Rohyati Sofjan
DISADARI
atau tidak kita sudah terlalu boros sekaligus mubazir berkantung plastik ria.
Meskipun untuk pemakaian yang sepele seperti pembungkus satu atau dua barang
saja.
Melihat
tumpukan kantung plastik atau keresek bekas pakai dari warung, toko, sampai
pasar; saya merasa telah menzalimi alam. Menjadi partisipan perusak lingkungan.
Bisakah
kita berpikir ulang, bahwa pembungkus macam-macam barang yang terbuat dari
plastik merupakan bahan yang sulit diurai? Kita tahu namun masa bodoh karena
terpengaruh kebiasaan. Bad habbits yang merusak, termasuk merusak
diri sendiri dan keturunan.
Sekadar
pengingat, sifat plastik, kemasan apa pun itu, membutuhkan waktu puluhan sampai
ratusan tahun agar bisa terurai. Namun pada saat ini kita rutin mengonsumsi
plastik, boleh jadi ledakan populasi sampah plastik kian tak terbendung.
Menjadi episode bersambung dari tahun ke tahun, dari generasi demi generasi.
Bayangkanlah bumi yang tertimbun.
Setiap
ke warung, saya merupakan konsumen plastik, meski hanya untuk beli sebungkus
tahu. Tahu yang terbungkus kemasan plastik malah diberi keresek, padahal jarak
rumah dari warung tidak jauh. Tindakan zalim plus ikut mengurangi keuntungan
pemilik warung.
Maka
saya putuskan kalau belanja sedikit barang lebih baik tak usah dibungkus
keresek lagi. Memberikan keresek bekas pakai pada pemilik warung agar bisa
dipakai ulang, setidaknya melakukan penghematan. Atau bawa sendiri keresek dari
rumah kala belanja.
Rumah
tangga merupakan produsen sampah terbesar. Aneka barang hasil konsumsi
berkemasan sudah menjadi bagian keseharian. Jika kita masih sayang bumi sebagai
tempat tinggal, alangkah bijaknya jika turut mengurangi pemakaian plastik. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan jejak persahabatan berupa komentar agar bisa menjalin relasi sebagai sesama blogger. Soalnya suka bingung, SILENT READER itu siapa saja, ya? :D