Pada Kekinian
S
|
etiap melihat Palung, ada buncah rasa yang membuatku
harus bertahan sekaligus berjuang. Ya, setelah begitu banyak hal yang kami
alami bersama, sejak ia masih dalam kandungan. Palung bagiku keajaiban.
Kelindan takdir dari Yang Maha Adil.
Ia begitu lucu. Mungil dan lembut sebagai bayi yang belum
genap dua bulan. Sekaligus kurus. Membuatku pedih saat menyusuinya, Palung
selalu harus berusaha kuat untuk menyedot ASI hingga kepalanya terangguk-angguk
ke depan sebagai upaya penyedotan. Dan dibanding bayi lain yang seusianya,
ukuran tubuh Palung lebih kecil. ASI-ku kurang subur dengan payudara kecil dan
tubuh kurus mungil seolah kurang gizi. Berat badanku tak bertambah juga, malah
berkurang; dan memengaruhi pertumbuhan Palung.
Aku cemas. Begitu banyak hal yang membuatku kehilangan
fokus, hantaman masalah dalam keluarga sampai finansial jujur saja membuatku
kurang makan meski aku ingin makan lebih banyak dan lebih bergizi. Suamiku
hanya buruh harian lepas yang kadang kerja kadang menganggur. Lebih sering
menganggur karena ia telah melepas pekerjaannya di Tangerang sebagai buruh
bangunan agar bisa bersama keluarga dan menjaga anak istri. Uang adalah masalah
bagi kami berdua; menyangkut kelangsungan hidup. Palung terpaksa mendapat
tambahan susu dot. Dan sepertinya ia jadi kecanduan dot. Itu bukan hal yang
baik bagi kami dan baginya. Aku selalu menguatirkan pencernaannya, kalau-kalau
susu yang Palung minum berdampak tak baik, entah alergi atau autis. Belum lagi
kami kewalahan untuk menyediakan susu jika tiap minggu paling sedikit habis 2
kotak, uangnya dari mana? Rezeki kadang ada secara tak terduga dalam bentuk
uang atau makanan, namun lebih sering harus diperjuangkan. Kadang suami dapat
kerja memburuh cangkul di sawah atau kebun, kadang meng-gacong dan upahnya
berupa sekarung padi dari sawah orang yang ikut dipanen, atau mengangkut
berkarung-karung padi yang barusan dipanen dan diupah dengan beberapa kilo
beras saja.
Suami adalah hal terbaik dalam hidupku. Ia lelaki yang
baik dan sabar meski sering ceroboh dan sembarangan. Begitu bersahaja cara
pandangnya, sesahaja caranya mencintai anak dan istri. Merawatku yang masih
lemah dan sakit, sekaligus merawat bayi. Tanpa suami di sisi, entah akan
bagaimana aku jadinya. Aku selalu membutuhkan suami. Bagaimanapun perbedaan
kami. Kehadiran Palung kian menyatukan ikatan cinta dengan suami. Buah hati
kami memberi sapuan warna yang sebelumnya tak pernah dikenal. Ia mendewasakan
kami sebagai orang tua yang sedang bermetamorfosis. Sekaligus pengingat bahwa
menjadi orang tua bukanlah hal yang mudah. Palung adalah amanah dari Allah.
Palung mengajar sabar sejak masih dalam kandungan. Bahkan
sampai sekarang pun ia masih menguji kesabaran kami. Begitu melelahkan namun
semua terasa pudar jika melihat senyum Palung dan segala polahnya yang
ekspresif menggemaskan.
Suami adalah insan yang paling berbahagia dalam keluarga.
Wajahnya selalu berubah, dari lelah atau kesal menjadi sumringah tiap melihat
Palung atau sekadar mengingatnya saja. Tentu aku senang dengan perubahan itu.
Dulu waktu aku masih hamil ia selalu risau meski bahagia dengan kehamilanku.
Setiap malam kupandangi wajah suami dan Palung yang
terlelap. Begitu tenang dunia kami, dunia di dalam kelambu. Palung bobo dengan
ekspresinya yang kadang mulutnya masih suka mut-mut seolah sedang enen,
kadang pulas dan hanya menyisakan tarikan nafasnya yang lembut dan teratur. Dan
suami, duhai wajah itu begitu damai dan bahagia. Segala persoalan dunia yang
ruwet seolah jeda dalam lelapnya. Ia sangat menikmati dan menghayati perannya
sebagai ayah. Suami tipikal ayah rumah tangga yang tak keberatan berbagi tugas
dengan istri, termasuk mengurus Palung.
Cucian yang menumpuk bisa dua ember penuh setiap harinya
merupakan tugas rutin suami, membawanya ke pancuran dan menjemurnya di
belakang. Begitu terus setiap pagi. Tentu melelahkan, namun dilarang jemu
karena merupakan risiko sebagai orang tua. Hanya saja kami tak mengira akan
seperti ini. Sebelumnya banyak orang bilang kami akan repot dengan cucian,
namun membayangkannya seperti apa tak pernah tebersit di benak kami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan jejak persahabatan berupa komentar agar bisa menjalin relasi sebagai sesama blogger. Soalnya suka bingung, SILENT READER itu siapa saja, ya? :D