#Tausiah yang entah dari siapa.
Meniti Persimpangan
Bagi mukmin sejati, hidup adalah jalan menuju
keabadian akhirat. Maka berjuang dan bekerja keras adalah harga yang harus
dibayar guna mencapainya. Namun ketahuilah, sesunguhnya di setiap tempat dan
waktu selalu akan ada persimpangan-persimpangan hidup yang memaksa kita untuk
menentukan pilihan; apakah terus berada di jalan menuju keabadian atau kita
berbelok mencari jalan pintas. Ya, jalan
pintas yang mungkin lebih luas, lebih mulus, lebih cepat, lebih nikmat, dan
lebih menggiurkan. Namun semua itu hanya fatamorgana!
Seorang pegawai rendahan mungkin akan dihadapkan pada
persimpangan: bergegas datang pada pagi hari karena berpikir bekerja adalah
amanah, atau bermalas-malas toh gaji
sama saja dan tidak seberapa dibandingkan dengan yang lain atau rajin. Seorang
pedagang mungkin akan dihadapkan pada persimpangan: apakah harus mengurangi
takaran agar keuntungan sedikit bertambah atau harus jujur. Seorang istri dihadapkan
pada persimpangan: apakah harus berterus terang pada suami atau sembunyi diam-diam
menyisihkan sedikit uang belanja untuk ibunya. Seorang politikus mungkin dihadapkan
pada persimpangan: apakah mau menerima uang sogokan yang akan memperkaya diri
dan kelompoknya, atau menolak meski membawa konsekuensi diasingkan dan
akan dilecehkan.
Bagi seorang mukmin sejati, persimpangan hidup
hanyalah seonggok batu ujian atas keimanan. Jika kita terpuruk, kita akan
stagnan sampai ada kesempatan persimpangan
lain; yang membuat kita terpuruk atau bangkit mencapai derajat yang
mulia. Wallahu a’lam. Kita tidak tahu
persis berapa kali Allah akan memberi kesempatan ujian
yang sama untuk hamba-Nya; apakah setelah gagal yang pertama kali, akan segera
menyusul yang kedua, ketiga, atau bahkan tak ada sama sekali? Yang jelas,
jika melakukan dosa yang sama berkali-kali, maka kita tidak akan lagi merasa
berdosa saat melakukannya, karena merasa sudah biasa dan tidak aneh lagi. Tapi
jika kita bisa melewatinya, maka akan makin meningkatkan derajat. Tapi, bisa
jadi kita akan dihadapkan dengan banyaknya persimpangan hidup yang makin
menikung. Sebab sesuai dengan janji-Nya, Allah S.W.T akan menguji hambanya
sesuai dengan kadar keimanan. Semakin tinggi iman seseorang, maka semakin
tinggi pula ujiannya. Tapi perlu kita ketahui bahwa kesenangan, kebahagian,
kekecewaan, kesedihan dan pahit getirnya hidup semua itu adalah ujian.
Bagi mukmin sejati, ujian bukanlah momok yang
menakutkan. Sebab, ia telah memiliki kelengkapan untuk menghadapi ujian
tersebut. Yaitu kemampuan bersabar dan bersyukur sebagai buah dari keberhasilan
melewati ujian-ujian sebelumnya. Ya, bersabar dan bersyukur adalah perangkat
penting yang digunakan untuk menghadapi beragam bentuk ujian demi ujian. Karena
sabar dan syukur adalah alat pelindung bagi orang yang mau lolos dan selamat
dari terpaan ujian. Tapi tidak semudah membalikkan telapak tangan untuk
mendapatkan dan menggenggam sebuah kata sabar dan syukur. Semua itu kita perlu
menatanya sebata demi sebata, sampai tegak bediri bagai benteng yang kokoh.
Kita semua perlu mengeja kata demi kata agar mampu menjadi prosa nan indah.
Ketahuilah bata dan kata yang kita susun berasal dari
ujian kecil demi ujian kecil lain, yang kita temui dalam beragam persimpangan
hidup ini. Jika kita sanggup menyimpan satu bata saja, mustahil kita akan
mendapatkan tembok yang tegak dan kokoh. Begitu juga dengan kata, mustahil
untuk mendapatkan prosa nan indah jika satu kata pun kita tak sanggup
menyimpannya. Mudah-mudahan kita semua dijadikan orang yang bisa menemukan
titik terang di saat berada dalam persimpangan dan pilihan pilihan hidup yang
beragam. Mudah-mudahan kesabaran dan
rasa syukur selalu tertanam dalam lubuk hati dan mampu istiqomah dalam menjalaninya. Amin.
Untuk itulah kita harus mampu memilih pilihan yang
lebih baik dalam setiap persimpangan hidup. Kita mempunyai tiga pilihan: Yang
pertama menjadi lebih buruk; Kedua menjadi lebih baik; Ketiga stagnan.
Satunya-satunya yang layak dipilih adalah pilihan kedua. Sebab pilihan itulah
yang betul-betul menguntungkan. Inilah prinsip dari metamorfosis ulat menjadi
kupu-kupu, dan “metamorfosis” yang telah kita jalani sendiri; dari sepercik
air, darah, daging, lalu sempurnalah.
Waspadalah, sebab setiap persimpangan hidup membawa
kita kepada satu dari tiga pilihan tersebut!
~ If you could be better by replicating others, do it!
‘Coz What we
have to do is to be better, not to “be yourself”; Hapostrof
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan jejak persahabatan berupa komentar agar bisa menjalin relasi sebagai sesama blogger. Soalnya suka bingung, SILENT READER itu siapa saja, ya? :D