Kolom Bahasa
Memopulerkan Calir
Oleh Rohyati Sofjan
*Penulis lepas
R
|
asanya saya telah menemukan suatu kata baru yang sepertinya terlewatkan
begitu saja dari pembacaan KBBI kemarin-kemarin: calir! Diksi calir pertama
kali saya temukan di esai Chairil Anwar, S.Pd., yang menyorot “Problematika
Penggunaan Merek Produk”, http://rubrikbahasa.wordpress.com/2011/09/28/problematika-penggunaan-merek-produk/#more-2051.
Saya
kembali membuka KBBI 3 dan menemukan makna dari calir itu: nomina (kata
benda) sediaan air di kosmetik. Dan ada contoh dari makna kata calir itu dalam
KBBI, calir cukur, calir yang digunakan
sebelum bercukur; calir dasar, calir yang digunakan sebagai alas sebelum
berbedak; calir jerawat, calir yang digunakan untuk mengobati jerawat; calir
pembersih, calir yang digunakan untuk membersihkan wajah; calir raga, calir yang
digunakan untuk melembutkan dan memuluskan seluruh badan.
Dari
keseluruhan penjelasan itu saya bisa memahami esensi kalimat dari pernyataan
Chairil Anwar tentang calir antinyamuk untuk padanan dari penggunaan
merek Autan yang kerap diujarkan masyarakat meski tidak sedang memakai merek
tersebut.
Tidak
heran saya merasa seperti melewatkan sesuatu dari KBBI soalnya calir itu bagi
saya sangatlah tidak populer. Padahal kata itu jelas sudah ada dari dulu jika
melihat lema di bawah untuk calit cairan atau bubuk yang biasa
ditempelkan untuk rias muka seperti celak mata, cat alis, cat bibir, palit.
Saya kembali mengembarai halaman KBBI untuk memahami palit yang ternyata
alat yang dipakai untuk menyapukan celak mata, cat bibir; atau makna lain untuk
cairan atau bubuk yang biasa ditempelkan untuk rias muka seperti celak mata,
cat alis, dan cat bibir.
Jika
memang calir dan calit sudah ada sebagai kata asli Indonesia mengapa
penggunaannya sangatlah tidak populer? Dulu saya sempat berpikir lotion untuk
segala macam calir berupa hand body, misalnya, tak ada padanan kata
Indonesianya selain losion saja karena setiap merek produk yang selalu diembeli
bahasa asing tak pernah menerjemahkan sebagai calir.
Mungkin
calir dianggap aneh dan asing bagi telinga sampai lidah masyarakat kebanyakan.
Padahal untuk memopulerkan kata yang sebenarrnya sudah ada sejak dari sononya
namun tenggelam karena (mungkin) dianggap kurang membawa gengsi produk,
dibutuhkan kerjasama antara produsen produk dengan media massa (katakanlah biro
iklan juga) agar masyarakat paham punya bahasa yang kaya makna.
Jadi,
untuk semua kalangan yang merasa berkepentingan dalam urusan cukur-mencukur
kumis atau janggut, entah bapak-bapak, ABG yang baru tumbuh rambut wajahnya,
pramuniaga, orang iklan dan gerombolannya, pemilik merek produk, sampai penulis
fiksi yang misalnya membutuhkan padanan kata dari after shave lotion,
cukup gunakan kalimat calir sebelum bercukur. Dirasa janggal atau kurang keren?
Apa boleh buat, kita masih memiliki mental minder bahkan dalam hal berbahasa
sekalipun.
Alangkah
indahnya jika setiap produk tak menerjemahkan lotion sebagai losion
tetapi calir. Sehingga lidah kita pun lebih fasih untuk bercalir dengan yakin.***
Limbangan, Garut, 26 Oktober 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan jejak persahabatan berupa komentar agar bisa menjalin relasi sebagai sesama blogger. Soalnya suka bingung, SILENT READER itu siapa saja, ya? :D