Jumat, 27 Desember 2013

Memopulerkan Calir



Kolom Bahasa


Memopulerkan Calir

Oleh Rohyati Sofjan


*Penulis lepas

R
asanya saya telah menemukan suatu kata baru yang sepertinya terlewatkan begitu saja dari pembacaan KBBI kemarin-kemarin: calir! Diksi calir pertama kali saya temukan di esai Chairil Anwar, S.Pd., yang menyorot “Problematika Penggunaan Merek Produk”, http://rubrikbahasa.wordpress.com/2011/09/28/problematika-penggunaan-merek-produk/#more-2051.
Saya kembali membuka KBBI 3 dan menemukan makna dari calir itu: nomina (kata benda) sediaan air di kosmetik. Dan ada contoh dari makna kata calir itu dalam KBBI,  calir cukur, calir yang digunakan sebelum bercukur; calir dasar, calir yang digunakan sebagai alas sebelum berbedak; calir jerawat, calir yang digunakan untuk mengobati jerawat; calir pembersih, calir yang digunakan untuk membersihkan wajah; calir raga, calir yang digunakan untuk melembutkan dan memuluskan seluruh badan.
Dari keseluruhan penjelasan itu saya bisa memahami esensi kalimat dari pernyataan Chairil Anwar tentang calir antinyamuk untuk padanan dari penggunaan merek Autan yang kerap diujarkan masyarakat meski tidak sedang memakai merek tersebut.
Tidak heran saya merasa seperti melewatkan sesuatu dari KBBI soalnya calir itu bagi saya sangatlah tidak populer. Padahal kata itu jelas sudah ada dari dulu jika melihat lema di bawah untuk calit cairan atau bubuk yang biasa ditempelkan untuk rias muka seperti celak mata, cat alis, cat bibir, palit. Saya kembali mengembarai halaman KBBI untuk memahami palit yang ternyata alat yang dipakai untuk menyapukan celak mata, cat bibir; atau makna lain untuk cairan atau bubuk yang biasa ditempelkan untuk rias muka seperti celak mata, cat alis, dan cat bibir.
Jika memang calir dan calit sudah ada sebagai kata asli Indonesia mengapa penggunaannya sangatlah tidak populer? Dulu saya sempat berpikir lotion untuk segala macam calir berupa hand body, misalnya, tak ada padanan kata Indonesianya selain losion saja karena setiap merek produk yang selalu diembeli bahasa asing tak pernah menerjemahkan sebagai calir.
Mungkin calir dianggap aneh dan asing bagi telinga sampai lidah masyarakat kebanyakan. Padahal untuk memopulerkan kata yang sebenarrnya sudah ada sejak dari sononya namun tenggelam karena (mungkin) dianggap kurang membawa gengsi produk, dibutuhkan kerjasama antara produsen produk dengan media massa (katakanlah biro iklan juga) agar masyarakat paham punya bahasa yang kaya makna.
Jadi, untuk semua kalangan yang merasa berkepentingan dalam urusan cukur-mencukur kumis atau janggut, entah bapak-bapak, ABG yang baru tumbuh rambut wajahnya, pramuniaga, orang iklan dan gerombolannya, pemilik merek produk, sampai penulis fiksi yang misalnya membutuhkan padanan kata dari after shave lotion, cukup gunakan kalimat calir sebelum bercukur. Dirasa janggal atau kurang keren? Apa boleh buat, kita masih memiliki mental minder bahkan dalam hal berbahasa sekalipun.
Alangkah indahnya jika setiap produk tak menerjemahkan lotion sebagai losion tetapi calir. Sehingga lidah kita pun lebih fasih untuk bercalir dengan yakin.***
Limbangan, Garut, 26 Oktober 2011



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan jejak persahabatan berupa komentar agar bisa menjalin relasi sebagai sesama blogger. Soalnya suka bingung, SILENT READER itu siapa saja, ya? :D