Esai
Kenyataan Itu Puisi yang Tersembunyi
PENYAIR adalah pemain tafsir, pembaca bebas
menikmati atau tidak sama sekali tafsir penyair sesuai peta interpretasi dalam
kepalanya. Ada banyak penyair yang patut diperhitungkan keahlian permainan
tafsirnya. Kurniawan Junaedhie adalah salah satu sampel dari populasi demikian.
Senior sebagai penggiat seni sekaligus jurnalis.
Oleh Rohyati Sofjan
P
|
erempuan dalam
Secangkir Kopi (Kosa Kata
Kita, Jakarta 2010) adalah buku puisi Kurniawan Junaedhie (KJ) setelah Cinta
Seekor Singa (Bisnis 2030). Sesuai judulnya, kita bisa merasakan ada tafsir tersembunyi,
mengapa KJ mengambil judul aneh seperti itu? Itulah puisi, penyair bebas
menafsirkan rasa menjadi kata yang terkadang sulit dipahami pembacanya. Toh,
rasa juga kadang mengaduk-aduk kata hingga sulit dijabarkan. Rasa dan kata
sejalan dengan tarikan napas kita.
Bagi
KJ, perempuan adalah elemen terpenting yang memberi napas bagi hidupnya,
menjelma puisi dari serpihan macam-macam peristiwa, penting maupun tidak
penting. Dan sebagai penyair, KJ piawai menyeduh kopinya hingga menghasilkan
beragam cita rasa sesuai suasana hatinya. Apakah sedang muram dan dirundung
melankoli, bahagia yang membuncah, sekadar peduli atau masa bodoh.
Puisi,
bagi KJ adalah JIWA. Jalan, Insting, Warna, dan Alami. Ia membiarkan puisi
ambil bagian dalam keseharian sebagai jalan hidupnya, mengikuti naluri dasarnya
sebagai penyair, ia diwarnai dan mewarnai puisinya, lalu segalanya mengalir
begitu saja secara alami buah dari “mengalami”.
Puisi
adalah pengalaman batin penyair. Pun perempuan ibarat puisi menghadirkan
peristiwa senantiasa bergema di kedalaman jiwa-raga sang penyair. Cinta,
barangkali ruang yang senantiasa menggelisahkan KJ, sekaligus menggairahkan
dalam petualangan imaji liar. Perempuan dalam Secangkir Kopi rata-rata
menyeduh peristiwa yang berkaitan dengan hakikat cinta menubuhi jiwa. Apakah
itu cinta dalam bentuk perselingkuhan dengan beragam perempuan, cinta pada
istri dan keluarga, sampai perselisihan yang terjadi ketika cinta telah melukai.
KJ
berusaha jujur memaparkan lakon hidupnya dalam puisi, tidak bermaksud mencari
simpati atau anti hipokrisi atau menguar sensasi. Ia hanya ingin berpuisi.
Mendedahnya sebagai kenyataan yang tersembunyi. Dalam jiwa penyair, ada semacam
ruang yang senantiasa memanggil-manggil, mendesak untuk dibahasakan, mengajak
bermain tafsir.
Lihatlah
bahasa, ia bisa menjadi sesuatu yang sublim. Seperti dalam “Perempuan dalam
Secangkir Kopi (2), ada permainan imaji yang liar, bagaimana seorang perempuan
masuk dan berenangan dalam cangkir kopi. Di tengah hidup yang pahit, aku
senang menyelam ke/ dalam kopi bersama seorang perempuan yang hangat. Tak ada
yang/ bisa cemburu. Juga sendok dan piring kecil dekat cangkirmu.//
Mari
kita renungkan hidup, adakah kenyataan yang membosankan dan membuat kita
tersesat? Lalu untuk apa segala jalan lurus jika cinta membawa sang penyair
pada tikungan demi tikungan yang menelikung? Seperti hidup, kadang kita bosan
pada sesuatu, namun anehnya tetap melakoni hal membosankan tersebut seakan ritual
alami. Pun puisi, memiliki wujud tersendiri. Kurniawan Junaedhie terus
berpuisi, mendedah hasrat dan gelisah, tentang kenyataan tersembunyi.***
Loji, 23 Juni 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan jejak persahabatan berupa komentar agar bisa menjalin relasi sebagai sesama blogger. Soalnya suka bingung, SILENT READER itu siapa saja, ya? :D