Oleh Rohyati Sofjan
*Narablog Peminat Bahasa
KETIKA televisi menayangkan iklan penyanyi Lissa dengan lagu
“Keong Racun”, Palung, putra saya yang baru berusia beberapa bulan langsung
menghentikan aktivitasnya, ia akan duduk manis dan menyimak Lissa sambil
menggoyang-goyangkan badan cara bayi. Cara lucu yang kontras dengan Lissa yang
goyangnya asoi.
Saya tidak mengerti mengapa Palung suka musik dangdut,
barangkali iramanya mengentak. Apakah semua bayi suka dangdut? Ha ha. Beethoven’s Symphony No. 9 yang tersimpan di netbook saya saja kalah heboh dengan Lissa bagi Palung. Namun
yang paling tidak saya mengerti adalah judul lagu itu. Keong racun saja
dilagukan. Itu tentang fauna atau menu makanan beracun? Itu lintasan pikiran
konyol saya, seorang tunarungu yang sering kuper pada hal populer.
Lalu Sule dengan lagu “Prikitiew” membuat saya bengong.
Mengingatkan pada piriwitan alias peluit atau (lagi-lagi) menu makanan kwetiau
yang seumur hidup belum pernah saya coba dan saya ngiler ingin mencobanya sekarang. Pembaca yang budiman, tertawakan
saja lintasan pikiran saya yang dipenuhi keterbatasan. Betapa lugunya seorang
penghuni planet sunyi di antara ingarnya dunia yang sarat peristiwa. Sampai
bahasa saja menjadi masalah. Masalah yang harus saya atasi dengan mencari tahu
artinya agar kekuperan saya
berkurang. Atau setidaknya memuaskan rasa penasaran.
Akhirnya, di golodog
rumah tetangga, ketika iseng menonton DVD sambil mengasuh Palung yang tertarik
pada musik dangdut, saya baru tahu arti keong racun. Adalah Sinta dan Jojo yang
bernyanyi tanpa goyang asoi
tentang keong racun. Dan saya bengong membaca teks lagunya. Apa kaitan keong
racun dengan lelaki hidung belang? Barangkali hidung belang tidak lagi in
sebagai kiasan, keong racun lebih dahsyat efek bahasanya. Mengingatkan pada
semacam keong yang jalannya lamban, berlendir pula. Ya, hewan jenis molusca
itu rupanya bisa merajai blantika musik Indonesia, tidak melulu menghuni
kerajaan (kingdom) binatang.
Saya sungguh salut pada
kreativisme pengguna bahasa di Indonesia. Keong yang dianggap menjijikkan bagi
sebagian orang bisa menjadi stigma bagi lelaki yang doyan piktor,
pikiran kotor. Bagaimana bahasa kiasan bisa mengguncang dunia, seperti keong
racun.
Saking populernya, dalam
suatu acara Opera van Java Trans7, ada adegan sinden yang menyanyikan lagu
“Keong Racun”, “Dasar keong racun....” Dan Parto berjoget ala Sinta dan
Jojo sebagai penari latar.
Yang unik, Sinta dan
Jojo mendapat tandingan Beben dan Yayan dengan “Aku Memang Keong Racun”.
Ada-ada saja, semacam jawaban bagi dasar keong racun. Lagu itu seakan
berbalas pantun.
Palung bisa asyik pada
musik apa saja, dan saya bersyukur karena Allah memberinya pendengaran yang
baik. Namun ironi dari lagu itu tidak sesuai dengan pemahaman bayi. Suatu saat
Palung akan tumbuh besar, dan mungkin akan bertanya, apa itu check in?
Dan mungkin saya yang lupa pada lagu “Keong Racun” akan kelabakan
menjelaskannya.
Saya pernah mencari di google
tentang keong racun. Urutan teratas melulu dipenuhi link tentang lagu
“Keong Racun”. Yang paling populer ternyata Sinta dan Jojo. Untuk saat itu
pencarian saya terhenti, habis banyak banget, ada 5.920.000. Namun saya
penasaran untuk menelusurinya lebih jauh kelak. Adakah keong racun sungguhan
yang bukan kiasan? Tentu escargot yang lezat tidak beracun.
Polah manusia sekarang
ini selalu disandingkan sebagai binatang. Mungkin keong racun tak sesarkas
anjing, babi, dan sebagainya sebagai kiasan yang dimakikan. Namun begitu
mengena karena berkaitan dengan, maaf, fungsi reproduksi yang disalahgunakan.
Dan prikitiew,
sampai sekarang saya belum tahu artinya. Apakah semacam kata seru atau akronim?
Saya tidak tahu. Belum terpikir untuk menghubungi Sule, lewat Facebook,
misalnya. Meski di jejaring itu seorang teman pernah menulis di dinding dan
ber-prikitiew. Dan kemarin, ketika selancar di beberapa situs, lagi-lagi
ada komentar prikitiew di ruang tanggapan atas suatu berita. Begitu
ringan, bahkan seperti semacam tambahan bagi komentar bernada meledek.
Aduh, saya tidak pernah
ikut ber-prikitiew, melafalkannya saja sudah terasa sulit bagi saya.*
#Cipeujeuh, 12 Mei 2011
Gambar hasil paint sendiri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan jejak persahabatan berupa komentar agar bisa menjalin relasi sebagai sesama blogger. Soalnya suka bingung, SILENT READER itu siapa saja, ya? :D