OLEH ROHYATI SOFJAN
YANG dimaksud
dengan janda-janda pensiunan, adalah janda yang suaminya pegawai negeri sipil
(PNS) telah meninggal dunia.
Sebagaimana yang telah kita ketahui,
pemerintah, dalam hal ini PT Taspen Persero, telah menetapkan aturan umum yang
wajib dan mengikat anggota keluarga para PNS. Salah satunya, jika PNS tersebut
meninggal, maka pasangan istri atau suami akan tetap beroleh tunjangan dana
pensiun.
Dan jika pasangan tersebut menikah lagi,
sejatinya hak pensiun tersebut dicabut. Alasan utama mengapa dicabut, karena
pasangan yang menikah lagi telah melepaskan ikatan dari kewajiban negara yang
menyantuni janda/duda para PNS.
Hak dan kewajiban saling beriringan, sebuah
pengaturan yang adil demi terciptanya stabilitas dalam pemerintahan yang
mengatur tata kepegawaian PNS. Menikah lagi adalah hak personal bagi janda
pensiunan. Akan tetapi, karena mereka beroleh tunjangan pensiun berkat almarhum
suaminya, dan surat keputusan pensiun pun atas nama suaminya (contoh, Fulanah
Janda Fulan dalam KARIP), maka secara
otomatis janda tersebut tidak berhak lagi beroleh tunjangan uang pensiun, pemerintah tidak berkewajiban lagi
menunjangi dengan alasan lepas ikatan dari
tata kepegawaian dalam keluarga
PNS.
Ironisnya, masih banyak oknum janda pensiunan
yang diam-diam menikah lagi tanpa setahu
pemerintah sehingga PT Taspen terus menunjangi sang janda. Apa pun alasan
pernikahan yang dilakukan, hak personal tersebut tidak semestinya membebani
pemerintah dengan belanja APBN bagi PT Taspen Persero untuk anggaran dana
pensiun.
Di sinilah, hati nurani memegang peranan
penting, apakah memilih menikah lagi dengan risiko hilangnya kenyamanan hidup
karena subsidi bulanan dari negara dicabut? Atau menikah lagi dengan jalan
belakang dan tetap beroleh subsidi bulanan dari tunjangan pensiun meski dengan
cara kotor berupa menipu pemerintah?
Sejatinya APBN dalam anggaran pensiun tidak
perlu sampai membengkak dan otomatis membebani rakyat jika masih ada
janda-janda pensiunan yang jujur dan tak mengedepankan kepentingan pribadi
dengan cara menipu dan mendustai pemerintah, masyarakat kebanyakan, dan dirinya
sendiri. Karena itu bagian dari perbuatan korupsi.
Aturan yang diterapkan PT Taspen Persero
terhadap pensiun sebenarnya ketat dan jelas di atas kertas, namun masih juga
ada janda/duda pensiunan yang nekat main belakang seolah tak peduli aturan
hukum. Masyarakat umum yang menyaksikan acara main belakang itu pun bingung
sampai berkesimpulan bahwa hal tersebut lumrah.
Sebagai ilustrasi, Janda T kala suaminya yang
PNS meninggal muda karena sakit jantung,
beroleh tunjangan pensiun karena empat anaknya masih kecil. Kemudian ia menjadi
istri muda dari seorang lebe dan tetap beroleh tunjangan pensiun dari almarhum
suaminya.
Entah pernikahan tersebut cara sirri atau ada pemalsuan surat sehingga nama sang janda tetap tercatat
sebagai penerima tunjangan sampai
sekarang meski telah beroleh tambahan 3 anak dan 1 cucu dari anak suami terkininya.
Timbul pertanyaan, apakah PT Taspen tak mudah
mengambil tindakan atau tak tega sehingga
“pembiaran” tersebut jamak dianggap “pembenaran” oleh pelaku sampai
masyarakat awam yang tidak terkait dengan masalah pensiunan?
Itu merupakan contoh buruk untuk ditiru oleh
janda pensiunan lain yang cukup bebal dalam mengedepankan kepentingan
pribadinya. Seakan memalsukan identitas diri demi tetap diberi makan oleh
negara dengan mengabaikan fakta betapa
beratnya beban pemerintah demi menyediakan APBN. Berdasarkan data dari Kemenkeu pada 2014 dana pensiun
yang disiapkan mencapai Rp85,7 triliun.
Barangkali
pengadaan E-KTP yang memuat data diri secara lengkap bisa menjadi sumber
bagi database pihak mana saja yang
berhak ditunjangi dana pensiun dan yang tidak lagi. Nomor Induk Kependudukan
(NIK) dalam KTP dan Kartu Keluarga (KK)
adalah sama. Seharusnya PT Taspen memiliki bank data yang memadai untuk memilah mana yang berhak. Apakah NIK pun
memuat data pinjaman bank dan hal
lainnya yang berkaitan dengan keluarga.
Tidak sepantasnya janda penerima pensiun yang
atas nama almarhum suaminya melintahi negara. Ada hal rentan lainnya bagi janda
nekat yang sial dan tak seberuntung
Janda T dalam beroleh pasangan, menjadi korban ancaman pemerasan.
Pagi menikah, magrib katanya diminta enyah
oleh anak-anak dari pihak suami barunya yang tidak rela. Takut dilapor ke
Taspen, memilih hengkang dari rumah suami barunya. Sayangnya tidak kapok dalam
upaya mencari pasangan karena yakin akan tetap aman menjadi lintah negara
seperti yang dicontohkan dari sekitar.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan jejak persahabatan berupa komentar agar bisa menjalin relasi sebagai sesama blogger. Soalnya suka bingung, SILENT READER itu siapa saja, ya? :D