Oleh Rohyati Sofjan
SAYA iri pada
anak zaman sekarang, mereka beroleh akses informasi dengan mudah, bagus pula.
Syukur-syukur jika mereka bisa menggunakannya untuk mengoptimalkan potensi diri
ke arah yang lebih baik secara positif. Apalagi dunia penerbitan sekarang lebih
maju dibanding dengan zaman saya masih bersekolah dulu.
Itulah sebabnya mengapa saya iri ketika membaca buku ajar biologi anak
tetangga yang pelajar kelas XII Madrasah Aliyah. Judul di atas merupakan judul
buku ajarnya, diterbitkan Balai Pustaka (cetakan pertama, Mei 2008), dengan
stiker “Milik Departemen Agama RI Tidak Diperjualbelikan”, itu milik sekolah.
Dan Alam pun Bertasbih, begitu puitis. Andai saja semua buku ajar menggunakan
metafora sastra baik sebagai judul maupun isi pasti itu akan sangat menggugah
minat siswa agar mereka mencintai ilmu dengan kesungguhan hati.
Pelajaran biologi bisa disampaikan
secara menarik dengan ilustrasi berupa tabel, bagan, grafik, dan beragam foto
berwarna yang bisa mempermudah siswa untuk mengenali bentuk sekaligus keagungan
ciptaan illahi.
Yang lebih penting lagi adalah bahasa! Bagaimana menyampaikan sesuatu yang
dianggap berat secara ringan, jelas, bernas, dan meresap. Bahwa tidak zamannya
lagi siswa harus hafal tanpa paham substansinya.
Mereka bisa belajar dengan rasa cinta pada ilmu. Belajar dengan rasa syukur
dan tawadu pada Allah Sang Maha Mencipta, sebab relung kesadaran mereka digugah
untuk merenungkan makna kehidupan. Manusia tak lebih dari partikel kecil dari
penciptaan jagat raya ini. Ilmu semestinya disampaikan secara bersahabat dengan
bahasa yang komunikatif dan mengena.
Bahasa kering dan bertele-tele hanya akan membuat anak didik merasa
berjarak dengan ilmu sendiri. Ini pengalaman yang pernah saya rasakan selama 12
tahun bersekolah di sekolah umum. Apa yang pernah disampaikan menguap begitu
saja. Buku ajar tak lebih dari materi yang membosankan, sekumpulan teks miskin
imajinasi. Itulah sebabnya saya iri pada anak zaman sekarang, mereka beroleh
kemudahan yang mestinya dimanfaatkan sebaik-baiknya.
Jika pelajaran sastra dianggap terpinggirkan, tidakkah sastra sendiri bisa
diaplikasikan dalam beragam buku ajar? Setidaknya keindahan dan fleksibilitas
bahasa Indonesia menyentuh masyarakat banyak, secara dini pula. Dan dengan itu,
siapa tahu masalah kekacauan berbahasa bisa diatasi. Tentunya sastra yang tak
mengabaikan gramatika.
Dan Alam pun Bertasbih sesungguhnya bisa membantu siapa saja untuk memahami
biologi secara keseluruhan, dengan kajian islami. Buku yang terasa istimewa
karena terdapat beberapa kolom seperti Tahukah Kamu agar kita bisa tahu
berbagai macam keterkaitannya dengan materi yang dibahas; Aplikasi Nyata yang
memuat artikel penting tentang materi terkini; Ayat-ayat Qauliyah berisi
kutipan arti ayat-ayat Al Qur’an yang berhubungan dengan materi; Mutiara Hikmah;
Hadist yang mencantumkan hukum Islam; Tafakur yang memuat kontemplasi mendalam
terhadap fenomena alam yang didasari atas keseimbangan daya pikir dan zikir;
Tokoh Muslim yang menampilkan sosok-sosok pahlawan muslim biologi yang berjasa;
dan Fakta yang Menakjubkan.
Ilmu sesungguhnya sangat bermanfaat jika disampaikan dengan bahasa yang
jelas sekaligus mengena, bukan saatnya lagi siswa dicekoki buku ajar yang abai
soal itu. Alangkah indahnya jika bahasa Indonesia tidak melulu mencakup sastra
semata peruntukannya.
Cipeujeuh, 17
April 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan jejak persahabatan berupa komentar agar bisa menjalin relasi sebagai sesama blogger. Soalnya suka bingung, SILENT READER itu siapa saja, ya? :D