Minggu, 29 Desember 2013

Dunia Memang Kelabu



Dunia Memang Kelabu


Jika kau tanya bagaimana wajah kampungku kala hujan
menghunjam jantung Februari. Segalanya mendung semata,
sejauh pandang kau akan menemu batas kelabu tak terhingga.
Demikianlah hujan selalu memberi wajah lain, mewujud asing.

Dan aku mencintai hujan.
Mengekalkan pertemuan kita pada belasan Februari silam,
enggan menyingkir dari ruang kenang.

Mungkin kau akan menyebutnya semacam sentimental
atau kebodohan, apa pun itu aku tahu
kau tak lebih dari seorang lelaki biasa yang bisa tersanjung;
seseorang mengekalkan namamu dalam doa-doa panjang.

Aku selalu mencintai aroma hujan, kau tahu itu.
Ruap harum mengambang dari basah tanah sampai dedaunan.
Tentu berbeda atmosfernya kala kita menyusuri malam
berhujan pada suatu ketika yang telah lampau.
Aku hanya bisa bersembunyi di belakang punggungmu
merasakan dekat sekaligus jarak membentang tenang.
Sungguh rasa hangat sempat kucerap saat hujan
menerpa jas hujan panjang yang menyelubung.
Kita berkendara dengan kecemasan pada lengang jalanan
yang licin dipenuhi genangan air membanjir.
Itu hanya intermezzo, barangkali.

Hujan di sini berbeda dengan kotamu yang gaduh
sekaligus pengap ditelikung zaman, kubayangkan
kau mencari tempat berteduh  kala hujan terlalu tajam
Mungkin kau kedinginan, wajahmu yang basah   
memandang hujan sebagai peristiwa nyata:
siklus cuaca.
Limbangan, Garut. 6 Februari 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan jejak persahabatan berupa komentar agar bisa menjalin relasi sebagai sesama blogger. Soalnya suka bingung, SILENT READER itu siapa saja, ya? :D