Kawan-kawan,
mohon maaf jika menginterupsi acara diskusi bahasa. Kali ini terpaksa sedikit
melenceng karena saya harus melakukan metode ilmiah dunia perhantuan, hehe…
Ini gara-gara ada surel dari seorang jurnalis yang menawari untuk ikut mengisi
medianya, barangkali tertarik dengan esai “Imajinasi Kencing” saya yang dimuat www.cybersastra.net. Masalahnya, topik yang ia tawarkan
terasa baru bagi saya: mengenai budaya pop. Wah, pengetahuan sastra saya
harus melebar juga, nih.
Saya tertantang untuk memenuhi penawarannya, dan ingin mencoba sesuatu yang
sama sekali sangat tak dipakari; ya soal perhantuan di media massa, terutama
televisi. Padahal, saya bukan penggemar acara demikian. Buat apa menontonnya,
selain takut merusak akidah, saya juga sehari-hari bekerja sebagai kuncen
gudang (merangkap rumah tinggal 3 lantai) di toko peralatan listrik dan
komponen elektronik, serta sering sendirian di sana (siang-siang, dong).
Mana mau ditakut-takuti acara “sensasional”, salah-salah saya yang pada
dasarnya nekatan jadi penakut, hehe…
Selain itu, sudah kenyang pernah menempati rumah yang lumayan angker di kampung
nun di Limbangan Garut sana. Konon jin-jinnya doyan ajojing dan bikin
keributan, namun alhamdulillah sejauh ini saya belum pernah kesurupan,
hehe…
Nah, sebelum ngalor-ngidulnya kumat lagi, ada pertanyaan yang
ingin saya ajukan pada Anda semua (ya, setidaknya yang sempat baca surel ini
dan berbaik hati menyimaknya).
- Mengapa tayangan dunia perhantuan sekarang tambah marak dan sejak kapankah hal itu berlangsung, terutama di televisi?
- Adakah hubungan antara situasi sosial politik dan ekonomi dengan tren semacam itu sehingga demam hantu mewabah?
- Acara hantu mana yang menurut Anda paling menarik atau setidaknya pernah ditonton di televisi?
- Hantu menurut Anda itu apa?
- Jika ada kemunduran dalam hal akidah atau sistem sosio-religi dalam masyarakat sehingga mereka memercayai dunia klenik, di mana letak salahnya modernitas yang dianut masyarakat Indonesia?
- Sampai kapankah acara hantutainment berlangsung?
- Ada yang bisa memberi masukan akan bahan rujukan lain sebagai sumber referensi yang saya butuhkan? (Entah koran, majalah, tabloid, atau situs internet.)
- Punya saran agar hantutainment ngacir selamanya dari jagat pertelevisian atau media massa lainnya?
- Ketika hantu menjadi alat bagi kapitalistik sehingga esensi hantunya tinggal nama, mana yang lebih menakutkan?
- Di Bandung (dan mungkin kota-kota lain), yang sedang tren adalah: produk pemutih kulit, shampo antiketombe, rambut sehat terawat, rebonding, vitamin, suplemen obat kuat, Meteor Garden, Che Guevara was no die, buku-buku kiri dan kanan, mangga, rambutan, jeruk-jerukan, peuteuy, goyang Inul, ikan laohan, cimol, populasi lelaki metroseksual tambah populer, AFI, pop ice, sampai hantu. Ada yang pernah bertemu hantu? (Titip salam, ya, hehe…)
Terima kasih.
Sekalian juga tolong sertakan nama, usia, pekerjaan,
alamat/domisili kota asal sebagai pelengkap validitas data bagi proyek metode
ilmiah saya yang barangkali tak ilmiah, hehe…
Pak Martin dan Pak Uu, maaf ya sudah menganggu. Tetapi saya
serius lho, Tuan/Puan.
Semoga ada yang bersedia menjawabnya. Entah dalam milis ini
atau secara pribadi di rohyatisofjan@yahoo.com.
Nuhun pisan sadayana. Nuhun…
Terima kasih banyak semuanya. Terima kasih…
Jazaakumullah khairan katsiran…
Rohyati Sofjan, 28 tahun/ karyawati toko peralatan listrik
dan komponen elektronik, peminat bahasa dan sastra di Bandung, sedang terobsesi
untuk membentuk Forum Kajian Ramah Sastra (FKRS) sebagai komunitas perempuan
penulis dan peminat sastra semacam peer-group, dan berusaha melobi
kawan-kawan sehaluan (semoga bisa, amin).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan jejak persahabatan berupa komentar agar bisa menjalin relasi sebagai sesama blogger. Soalnya suka bingung, SILENT READER itu siapa saja, ya? :D