Opini
Pasar yang Dikepung
Oleh Rohyati Sofjan
*Penulis Lepas Cum Ibu Rumah Tangga, Tinggal di Limbangan Garut
D
|
i
seberang Pasar Ciawi, Bogor, suatu pagi
kala menunggu bus untuk pulang ke Limbangan, Garut, 2 Syawal 1433. Mata terpaku
pada spanduk besar yang terpancang di lantai dua pasar. Isinya menolak
kehadiran (pasar) swalayan Ananda.
Saya
kagum pada pernyataan tersebut. Sekaligus prihatin, sudah sedemikian
terancamkah eksistensi pasar tradisional di perkotaan terhadap serbuan pasar
swalayan atau toserba? Pasar swalayan yang diprotes itu berupa bangunan tingkat
dua, dan jaraknya berdekatan dengan pasar tradisional, hanya dipisah beberapa
toko. Jelas itu merupakan suatu “sikap tidak tahu diri” dari sang pendiri,
bukankah ada peraturan tentang syarat pendirian toserba, agar jangan berdekatan
dengan pasar tradisional (minimal 100 m?). Salut pada para pedagang yang
menentang.
Di
Pasar Cigombong, Bogor, saya tidak melihat ada spanduk macam itu. Karakteristik
pasar dan geografis wilayah yang berbeda membuatnya aman dari kepungan pasar
swalayan. Meski di dekat mulut jalan menuju pasar berdiri dua kompleks ruko dengan beberapa toserba. Pasar
Cigombong yang besar dan ramai adalah urat nadi kehidupan perekonomian
masyarakat sekitar. Baik yang tinggal di sekitar kaki Gunung Salak maupun
wilayah terdekatnya. Mengingatkan pada suasana Pasar Limbangan.
Pasar
Limbangan, Garut, memiliki sejarah yang sangat dekat dengan kehidupan saya.
Dari kecil sampai dewasa. Melihatnya tumbuh besar dari pasar yang cuma bangunan
jongko-jongko tanpa dinding, dan saat bubaran para pedagang akan memboyong
barangnya pulang; bermetamorfosis menjadi pasar yang riuh, merupakan pusat perekonomian sekaligus
hiburan bagi urang lembur di
Limbangan dan sekitarnya. Begitu unik dan lucu bagi orang yang lahir dan besar
di kota.
Namun
Pasar Limbangan sempat mengalami sisi getir, dua kali kebakaran yang saya lihat
kala remaja. Sejauh ini entah apakah Pasar Limbangan akan terancam
eksistensinya dengan kepungan beberapa toserba waralaba maupun bukan. Namun
perlahan-lahan, sepertinya urang lembur
merasa lebih nyaman dan bergengsi jika belanja di toserba. Ada perang harga
yang ditawarkan.
Kala
di Bandung, saya sempat menyatu dalam komunitas urban, bekerja sampai jam
setengah sembilan malam membuat saya menjadi pelanggan toserba besar di Jalan
Kiaracondong, beberapa ratus meter dari Pasar Kiaracondong. keterpaksaan dan
rasa nyaman dalam memilih, sekaligus harga murah yang ditawarkan, setidaknya lebih
murah daripada belanja di warung. Saya melupakan degradasi yang menimpa Pasar
Kiaracondong. Mau bagaimana lagi, saya bekerja tiap hari dalam seminggu, hanya
leluasa jika malam. Bahkan sekadar belanja buku pun, memilih toko buku Ultimus
yang buka sampai larut malam. Gramedia tidak mungkin disambangi!
Padahal
saya memiliki banyak kenangan dengan Pasar Kiaracondong. Pada tahun 1980-an,
kala televisi swasta belum meraja, orang-orang meluangkan sore dengan jalan-jalan
sampai malam ke pasar. Sungguh suasana yang ramai dan hangat. Aroma sate, roti
bakar, bakso, mie tek-tek, dan lain-lain menguar di halaman depan pasar. Bahkan
lapak majalah bekas pun laris diserbu. Pasar adalah pusat hiburan murah meriah
bagi orang kota yang belum kenal mal. Di sana pula tukang obat ramai berkoar.
Namun
hidup seringkali dengan kejam menjungkirbalikkan pasar hingga masa jayanya
tinggal kenangan. Lihatlah suasana Pasar Kiaracondong sekarang. Jika subuh
menjelang akan ramai dengan beragam transaksi sampai pagi, namun kebanyakan
ramainya di luar pasar. Dimulai dari depan pertokoan di sekitar sampai depan
pasar. Memacetkan arus lalu lintas. Sebuah pemandangan khas kota besar termasuk
sub urban. Pasar Kiaracondong tidak
hanya becek, kumuh, suram, sepi, bau, dan semrawut. Pasar Kiaracondong hanyalah
sampel kekinian dari pasar tradisional yang dikepung toserba sampai hypermarket.***
Limbangan, Garut, 5 November 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan jejak persahabatan berupa komentar agar bisa menjalin relasi sebagai sesama blogger. Soalnya suka bingung, SILENT READER itu siapa saja, ya? :D