(Foto diambil dari www.gagasmedia.net)
JUDUL: The Magicians, Penyihir-penyihir Fillory
PENULIS: Lev Grossman
PENERBIT: Gagasmedia
CETAKAN: Pertama, 2010
TEBAL: xii + 560 halaman
ISBN: 979-780-460-7
HARGA:
REVIEW
Sihir Muram The Magicians
Oleh Rohyati Sofjan
Penulis Lepas
N
|
ovel fantasi memiliki tempat tersendiri di hati
pembaca, menawarkan alur imajinasi yang luar biasa. Setelah Harry Potter,
novel genre sihir, The Magicians karya Lev Grossman layak diperhitungkan
(Gagasmedia, 2010).
Siapakah Lev Grossman sehingga beroleh
penghargaan sebagai penulis terlaris versi NewTork Times? Lelaki
kelahiran 26 Juni 1969, itu dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang menyukai
seni. Ayahnya Allen Grossman adalah penyair, ibunya Judith novelis, saudara
kembarnya penulis musik dan novelis juga, sedang adik perempuannya pematung.
Latar belakang semacam itu sangat mewarnai
alur novel The Magicians, dunia fantasi yang mencengangkan. Jangan
samakan dengan Harry Potter karya J.K. Rowling, The Magicians
cenderung untuk konsumsi remaja jelang dewasa. Di sana kegelisahan anak muda, bahasa
dan perilaku kasar, pesta liar, seks, alkohol, rokok, obat bius, dan hal-hal
lain dalam isinya jelas bukan diperuntukkan sebagai bacaan anak-anak dan ABG.
Menurut Kate Christensen, pemenang
PEN/Faulkner Award, Penulis The Great Man dan The Epicure’s Lament,
“The Magicians sangat menakjubkan. Kisahnya bergerak cepat; jenis kisah
fantasi dewasa yang gelap dan terasa seperti cerita klasik. Saya tidak bisa berhenti
ketika membacanya karena terbawa cara bercerita dan imajinasi Grossman yang
membuat saya tersihir, belum lagi karakter-karakternya yang rumit. Yang paling
penting, pembahasannya tentang dunia sihir sangat brilian dan mengagumkan.”
The Magicians bukan jenis novel yang langsung menawarkan eksen, berputar-putar dulu dalam
kerumitan pandangan hidup Quentin Coldwater. Seorang remaja yang jenuh dengan
kehidupannya. Kesan muram sangat kentara dalam novel ini, kemuraman Quentin
mengingatkan alur dalam novel The Catcher In The Rye, J.D. Salinger
(Banana Publisher, 2005). Seorang remaja bernama Holden Caulfield yang gelisah
dengan hidupnya. Isinya provokatif. Sedang The Magicians cenderung
subversif.
Grossman piawai bermain alur. Di awal
novel kita akan dijejali filosofi dan psikologi karakter manusia, namun ia
mampu menghidupkan cerita yang sarat imajinasi. Detail-detail rumit dari
bangunan gotik, pelajaran sihir di kampus Brakebills, keanehan bentuk, dan
hal-hal mustahil lainnya yang niscaya belum pernah dibayangkan pembaca. Dalam
dunia The Magicians kita merasa larut dan terlibat meski belum tahu akan
dibawa ke mana. Itu bukan jenis genre pop yang mudah dicerna, nuansa sastranya
sangat kental terasa. Kenyataan dan dongeng bercampur aduk. Dan ramuan Grossman
sangat meyakinkan sehingga pembaca ikut tersihir dalam sihir muram The
Magicians.
Yang unik, penyusunan buku setebal 558
halaman tersebut dibagi dalam book. Book I terdiri dari
beberapa bagian: dari bagian 1 Brooklyn tempat asal Quentin ketika ia
dan James kawannya hendak wawancara masuk Universitas Princeton, namun si
pewawancara ditemui mereka telah terbujur mati di dalam rumahnya, meninggalkan
Quentin dan James dalam kebingungan psikologis.
Pun pertemuan dengan seorang paramedis
cantik yang ikut menangani kejadian ketika peristiwa itu dilaporkan malah
menambah kebingungan, di TKP si cantik memberikan dua amplop manila ukuran
dokumen bertuliskan nama mereka yang katanya ditinggalkan si pewawancara.
Quentin menerimanya dengan terpaksa, James tidak. Siapa nyana, Quentin yang
selalu terobsesi dengan novel fantasi negeri antah berantah bernama Fillory
mendapati bahwa isi amplop itu adalah buku catatan The Magicians, Buku
Keenam Seri Fillory and Further! Saat membalik halamannya, selembar kertas
catatan terlipat melayang terbawa angin, menuntun Quentin pada dunia sihir
Universitas Brakebills di bagian 2, Brakebills.
Dari sana petualangan pelajaran sihir
Quentin bermula, Brakebills mengajarkan banyak hal mengenai ilmu sihir yang tak
mudah namun menakjubkan. Quentin menyadari bahwa ia memiliki bakat alami
sebagai penyihir yang harus diasah. Bersama kawan-kawannya yang berkarakter unik
namun kuat ia belajar banyak, juga bertualang, mengenal awal persahabatan dengan
sesama anak berbakat sihir dalam bagian 3, Eliot. Dalam bagian 4-14 Sihir
sampai dengan Lulus, ternyata Fillory sangat memengaruhi Quentin, Eliot,
dan kawan-kawannya. Fillory adalah benang merah The Magicians.
Ketika berjalan ke tempat wawancara itu,
di bawah langit kelabu bersama James dan Julia dalam bagian 1, Quentin dengan
muram masih membayangkan Fillory and Further karya Christopher Plover.
Lima novel berseri yang diterbitkan di Inggris pada 1930-an. Seri itu menggambarkan
petualangan lima Chatwin bersaudara di negeri ajaib yang mereka temukan saat
liburan ke perdesaan bersama paman dan bibi yang nyentrik. Tentu saja, mereka
tidak benar-benar liburan -- ayah mereka tenggelam sepinggang di tengah kubangan
lumpur dan darah di Passchendaele sementara ibu mereka dirawat di rumah sakit
karena penyakit misterius yang kemungkinan bersifat psikologis. Itu sebabnya
mereka diungsikan ke desa agar selamat.
Namun semua pederitaan itu bertempat jauh
di latar belakang. Di latar depan, setiap musim panas selama tiga tahun
berturut-turut, Chatwin bersaudara pulang dari sekolah asrama dan kembali ke
Cornwall. Setiap kali menemukan jalan ke jagat Fillory yang misterius,
bertualang menjelajahi dunia ajaib dan membela makhluk-makhluk lemah yang
tinggal di sana, melawan berbagai ancaman kekuatan jahat. Musuh paling aneh dan
bandel, di antaranya adalah sosok bertudung yang dikenal sebagai Watcheswoman
-- Wanita Pengintai, dengan sihir horologinya yang mampu membekukan waktu,
memerangkap seluruh penghuni Fillory pada pukul lima sore yang suram dan
mendung di akhir bulan September.
Petualangan paling menantang, dan klimaks
menarik dari The Magicians berada di Book II. Ketika Quentin dan kawan-kawannya
lulus dari Universitas Brakebills, kembali pada kehidupan dunia nyata mereka
yang tanpa tujuan, sihir terasa membosankan jika diaplikasikan untuk hidup
bersama orang-orang “biasa”. Kehilangan sesuatu yang menggairahkan lagi, bagian
15 Manhattan tempat Quentin tinggal bersama Alice seolah rutinitas pesta
pora yang hampa. Sampai pada Cerita Penny di bagian 16, membawa reuni
Quentin dan kawan-kawannya pada petualangan bahwa Fillory benar-benar ada.
Dengan sebutir kancing ajaib dari Lovelady pedagang barang antik yang biasa
masuk Brakebills, membawa mereka pada Neitherland di bagian 17. Dan di Upstate
Quentin, Alice, Eliot, Janet, Penny, Josh, Anaïs, dan Richard bersiap
melanjutkan petualangan lagi untuk mencapai Fillory yang selalu mereka obsesikan.
Sesungguhnya klimaks The Magicians
semakin menarik dalam Book III. Lev Grossman jenius dalam membahasakan
dunia fantasinya. Kita seakan anak kecil yang haus dongeng, dongeng fabel dan
mitologi menyatu ke dalamnya. Begitu menakjubkan. Binatang bisa berperilaku
seolah manusia, makan, bicara, dan semacamnya. Pohon bisa berlari. Makhluk-makhluk
ajaib yang tercipta dari ketidaklaziman. Pertempuran seru dan tipu daya. Adu
sihir melawan kekuatan Martin, anak tertua dari Chatwin bersaudara yang kabur
kembali ke dunia Fillory lalu menjadi antagonis cerita sebagai tokoh jahat
obsesif sebagai raja.
Martin bukan lagi anak kecil melainkan
orang dewasa beruban berjiwa kekanakan namun sakti, menipudaya mereka lewat
terompet gading pemberian peri sungai yang ditiup Quentin ketika tiba di gua
seusai melakukan pertempuran dengan makhluk-makhluk aneh yang menghalangi, lalu
Penny terlibat percekcokan soal mahkota dengan bibi-biri tua Ember ( pasangan mendiang Umber) yang biasa mendepak Chatwin bersaudara agar keluar dari Fillory pada
saat-saat tertentu.
Martin adalah iblis terkuat yang harus
dihadapi Quentin dan kawan-kawan, iblis dalam daging dan tulang. Pertempuran
dan adu sihir kembali bergema di dalam gua. Biasanya dalam cerita, tokoh utama
selalu menjadi hero, namun kali ini Quentin bukanlah pahlawan.
Kawan-kawannya lebih memiliki kekuatan dalam sihir dan keberanian.
Martin memang berhasil dihabisi Alice
-- yang mati terbakar kekuatan
sediri kala merapal mantra besar Renaisans di luar batas kemampuan. Namun roh Alice menjadi pahlawan, sebagai niffin yang riang, berhasil
menjambak rambut Martin, menarik kepala dari lehernya dengan suara renyah dan
kering. Dari sana Book IV bermula
menjadi antiklimaks The Magicians.
Bagian 23, The Retreat adalah masa pemulihan Quentin di dunia Fillory
bersama para Centaurus ketika ia yang terluka dan tidak sadarkan diri selama
enam bulan dua hari, terpisah dari dunia nyata dan kawan-kawannya yang entah
ada di mana. Quentin mendapati kertas berisi pesan perrpisahan dari
Eliot. Sekaligus amplop berisi buku The Magicians yang sempat hilang di
ruang ujian kampus Brakebills. Di kamarnya ia beroleh jawaban dari semua
misteri yang menelikungnya, sekaligus pertemuan dengan Jane Chatwin, penulis
buku itu, yang sekonyong-konyong muncul seolah dari ketiadaan.
Bagi Jane, Martin adalah abang yang
tersesat sebagai monster namun tetap keluarga yang tersisa baginya. Quentin dan
kawan-kawannya ternyata mainan Jane agar bisa menghentikan kekacauan Martin di
Fillory. Sisi manusiawi Martin ditampilkan, Grossman seolah tak suka tokoh
hitam-putih dalam ceritanya. Menurut Jane, Plover sering membohongi Martin tiap
kali sedang sendirian (korban pedofil?). Mungkin itu alasan Martin yang
pemurung kabur ke Fillory, mencari tempat untuk bersembunyi.
Bagian 23-24, Rusa Putih dan Para
Raja dan Ratu, membawa Quentin kembali pada dunia nyata, meninggalkan
Fillory. Menjalani kehidupan rutin sebagai pekerja kantoran. Quentin merasa
sudah cukup banyak melihat dunia sihir untuk bertahan, membangun tembok
pembatas agar tak ada lagi sihir yang melewatinya. Namun pada suatu waktu, kawan-kawannya
ternyata kembali. Eliot, Janet, sekaligus Julia mengajak Quentin bergabung lagi
di Fillory, sebagai raja dan ratu. Dari sini cerita usai namun belum tamat benar.
Grossman membuat kita penasaran akan kelanjutan petualangan Quentin di Fillory
lagi.
Mencari di google, ternyata ada
buku lanjutannya, The Magicians, King of Fillory. Bagi Lev Grossman yang
penulis senior sekaligus kritikus buku bagi majalah Time, apa yang
dituliskannya adalah kerja keras yang sudah pasti menyenangkan. Grossman jelas
bukan pendongeng sembarangan, ia amat detail dalam menciptakan latar,
memaparkan kompleksitas kejiwaan peran, deskripsi aksi yang menawan, sekaligus
penguasaan berbagai disiplin ilmu untuk diterapkan dalam isi buku.***
Limbangan, Garut, 29 Februari 2012
> Belum perrnah dimuat media mana pun, selalu ditolak. :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan jejak persahabatan berupa komentar agar bisa menjalin relasi sebagai sesama blogger. Soalnya suka bingung, SILENT READER itu siapa saja, ya? :D