Takziah
Bayangkan,
dukaku melebihi duka seribu malam
Melihat seorang
lelaki tua terbaring tanpa daya
Bronkitis telah
mengerogoti paru-paru
Dari seorang
lelaki tegar, yang ironisnya
tak pernah kenal
rokok dalam hidupnya.
Gurat-gurat usia
melengkapi pigura
yang sarat beban
menekan rongga dada
Tak kelihatan
lagi kekerasan yang bercermin
dalam matanya
yang buram
Hanya redup,
pasrah menanti elmaut
yang ogah-ogahan
mengambil itu ruh
yang penasaran
akan kegagalan dalam hidup
Setelah 66 tahun
mengarungi lautan api
bahkan mungkin
sendiri.
Tak ada suara,
hanya napas berat
dari tenggorokan
yang kian tercekat
Diiringi ratap
tangis seorang istri, dan gemeletuk
seorang putri
yang enggan cengeng menahan emosi
yang sungguh
mati, ia tahu itu sia-sia
O, Izrail,
jangan kau persulit ruh yang ingin
luruh dari jasad
yang telah berpeluh.
Pergi tanpa bisa
berpesan, hanya mata
yang meminta
pada seorang anak perempuan
yang telah
merasa selama 21 tahun dibesarkan
hanya membuahkan
kekecewaan, sebab tak bisa
memenuhi harapan
akan kesempurnaan
bagi seorang
pria perfeksionis dan otoriter yang
feodal.
O, betapa
inginnya aku mengatakan
bahwa ia bukan
ayah yang gagal ataupun seorang pecundang.
Namun sampai
kapan?
Bandung, 30 Mei 1999
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan jejak persahabatan berupa komentar agar bisa menjalin relasi sebagai sesama blogger. Soalnya suka bingung, SILENT READER itu siapa saja, ya? :D