Bukankah ini malam yang indah.
Cahaya perak berkilauan
menyeruak gumpalan awan.
Udara sehangat langit kebiruan.
Pohonan membayang tenang
didekap bentang pegunungan.
Masih kukenang percakapan singkat
dan gesa tadi siang,
Bentangan jarak seakan mampat
dalam sulur kabel dan modem.
Ada kerinduan menyesak
untuk menyapa sebelum kau
berkelebat.
Apakah kau sengaja membuka ruang
bagi chatting pertama kita
di YM!
(setelah bertahun-tahun
kuharapkan!),
di saat aku berpikir harus menyingkir
dari hidupmu dan mengasing
dalam prasangka ganjil.
Namun kau seolah bagian dari takdir
tak terhindarkan,
takdir yang mengikatku agar
perkenalan
kita tujuh tahun silam tak
berkesudahan;
meski terkadang kubayangkan
bukan itu yang kau inginkan.
Hanya semacam penghargaan
bagi seorang perempuan asing
yang mencintaimu dalam diam.
Bukankah ini hari yang indah
seperti kataku tadi siang
selepas hujan singkat semalam
di Balubur Limbangan.
Dan kau pun mengiyakan,
meski barangkali Bandung tak
berhujan,
“It’s beautiful day.”
Terlalu banyak keindahan
berkelindan
di dunia menyedihkan.
Dan kau perumpamaan.
Namun aku tak berani berharap
ada perwujudan keindahan
dalam diriku bagi hidupmu
-- yang penuh teka-teki pelik.
Pun sepelik apa aku sehingga kau
seolah enggan berbagi lebih banyak
hal
meski barangkali, ada saat di mana
kau ingin
berbagi dan lebih terbuka
tentang serakan tanda
yang luput kubacamaknai.
Malam yang hening membuka tabir
bahwa takdir adalah pilihan yang
kita ambil
dengan gerak dengan ikhtiar,
juga lesatan doa yang kita apungkan
kala munajat pada yang Maha Zat.
Maka ramadan ini, duhai keindahan,
adalah sulur-sulur cahaya menyalami
semesta
seakan pasukan malaikat
merentangkan sayap
ke segala penjuru, berbagi takbir,
mengamini doa para perindu.
Namun tahukah kau,
rinduku terkadang gagu.
Antara kau dan Dia yang terbagi
seolah menyatu.
Terkadang kubayangkan kau adalah
perwujudan
keindahan dari cintaNya padaku,
cinta tak bertepi sekaligus tak
terpahamkan
di mana awal dan akhir;
sebab aku tahu akan ada akhir
di antara kita yang memisahkan,
serupa maut mengintai.
Bukankah ini malam yang indah.
Namamu tak alpa kugaungkan
dalam bait-bait doa yang semoga
didengar Sang Rahman,
juga pada malam lailatul qadar,
bersama tahajud dan tadarusku
yang gugup mengeja namamu dan
namaNya:
sebagai cinta.
#Cipeujeuh, 25 September 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan jejak persahabatan berupa komentar agar bisa menjalin relasi sebagai sesama blogger. Soalnya suka bingung, SILENT READER itu siapa saja, ya? :D