Sabtu, 18 November 2017

Binatang Tercepat

DONGENG Rohyati Sofjan


DI tepian sungai dari padang rumput yang luas, di antara bunga-bunga liar yang merekah bahagia menyambut musim semi, seekor kura-kura berduka. Barusan kala sedang berjalan, seekor kelinci putih melewatinya, kelinci menertawakan kura-kura yang katanya lamban. Kura-kura hanya bisa diam, tak membalas ocehan kelinci, namun tak urung ia sedih dengan kepongahan kelinci.
Sekarang kura-kura hanya bisa tercenung menyaksikan kelinci melompat ke sana kemari dengan lincah dan gesit. Kelinci begitu sibuk mencari umbi-umbian yang bisa dimakan atau sekadar merumput. Kura-kura tidak tahu haruskah iri pada kelinci. Ia bertanya mengapa alam menasibkan kaum kura-kura harus lamban kala berjalan.
Tadi kelinci sempat mengatainya, “Ayo, kura-kura pemalas, jangan lamban saja!”
Kura-kura tidak terima, ia bukanlah binatang malas. Dan sekarang kura-kura menangis. Menyesali apa yang alam berikan.
“Apakah pagi yang indah ini hanya akan kamu habiskan dengan berduka?”
Kura-kura terkejut. Ia menoleh ke arah sumber suara tak jauh di dekatnya. Di bawah terlihat keong tersenyum bijak. Kura-kura malu ketahuan menangis. “Kelinci,” jelas kura-kura, “tadi ia mengolokku.”
“Aku dengar apa yang dikatakannya,” kata keong. “Ucapan tak bermanfaat. Abaikan saja, Kura-kura. Kelinci hanya lupa diri.”
“Aku merasa tak berguna,” sesal kura-kura. “Aku bergerak lamban.”
Keong tertawa terbahak-bahak. Kura-kura heran, “Apanya yang lucu?”
“Kamu melupakanku. Tidakkah kamu tahu fakta sebenarnya tentangku? Aku lebih lamban daripadamu. Dan jika kamu jeli, masih ada yang lebih lamban lagi daripadaku. Aku tidak mengeluh sepertimu. Tidak juga ulat, semut, cacing, dan segala binatang lamban lainnya yang merayap di muka bumi.”
Kura-kura kian malu dinasihati keong. “Tapi ulat akan menjelma kupu-kupu yang gesit, terbang di langit.”
“Ah, Kawanku. Jika kita membahas soal binatang mana yang terlamban atau tercepat, bagiku itu pekerjaan sia-sia. Alam menganugerahi kita kelebihan dan kekurangan masing-masing. Amat merugilah mereka yang tak mensyukurinya dengan pongah atau menyesali diri.”
Kura-kura merenung memikirkan ucapan keong barusan.
“Ya,” kata-kura-kura akhirnya. “Kamu benar, terima kasih telah mengingatkanku, Keong.”
Keong tidak berkata apa-apa lagi. Bersama mereka mengamati padang rumput yang luas itu. Di kejauhan, kelinci masih melompat-lompat. Dan mendadak dalam gerakan sangat cepat sekaligus tak terduga, seekor macan tutul menerkam kelinci hingga mati. Keong dan kura-kura terkejut menyaksikannya. Kelinci telah jadi sarapan pagi bagi macan tutul itu. Alangkah malangnya.
“Inilah hukum alam,” gumam keong. “Yang tercepat menjadi mangsa bagi yang lebih cepat lagi. Tidak selalu yang lambat tak bermanfaat. Justru bisa selamat.” Keong geleng-geleng kepala, lalu ngeloyor meninggalkan kura-kura. Ia tak suka menyaksikan pemandangan di depan sana.
Kura-kura hanya bisa diam. Mungkin sekarang ia harus berhenti menyesali diri. Alam tak selamanya tak adil.***
#Cipeujeuh, 2 Maret 2012

~Gambar hasil paint sendiri
#Dongeng #Kura-kura #Kelinci #BinatangTercepat #MamahPalung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan jejak persahabatan berupa komentar agar bisa menjalin relasi sebagai sesama blogger. Soalnya suka bingung, SILENT READER itu siapa saja, ya? :D