Esai
Semangat Menulis
Oleh Rohyati Sofjan
*Penulis Lepas Cum Ibu Rumah Tangga, Tinggal di Limbangan Garut
S
|
iapa bilang menulis itu gampang? Bagi
yang berkecimpung dalam dunia literatur sebagai profesi, boleh jadi selalu dan
selalu alami kekecewaan. Apalagi jika
berkaitan dengan penolakan, sampai yang paling ekstrim tiada kabar.
Kawan saya, lajang 27 tahun, di Batusangkar yang baru
meniti karier sebagai penulis sering merasa patah arang kalau kedua hal itu
mendera, belum lagi jika buntu karena writing
block. Sudah sering ponsel saya dijadikan dermaga bagi kegundahannya yang
selalu berlayar. Saya berusaha menanggapinya dengan hangat agar ia kembali
termotivasi dan bersemangat.
Padahal, kerap pula saya alami nasib
serupa dengannya, tiga hal yang sangat berpengaruh bagi kinerja saya. Belum
lagi kesibukan sebagai ibu RT yang harus mengurus rumah, anak, dan suami. Saya
bisa sangat bersemangat menulis dan menulis meski ditolak atau tiada kabar.
Atau sebaliknya: masa bodoh karena capai
dengan urusan harian, atau butuh lebih banyak referensi dan menunggu saat yang
tepat untuk ke warnet -- download
atau copas sebanyak-banyaknya.
Saya menyadari untuk menjadi penulis
yang berhasil, atau setidaknya sanggup bertahan di tengah arus deras
persaingan, mesti punya perbekalan memadai: selain kecakapan yang berdasar
bakat atau minat, itikad dan nekat, semangat dan niat, jangan bosan atau malas untuk terus meng-update dan upgrade diri. Pun manajemen waktu!
Menulis berkaitan dengan disiplin jika
memang ingin menjadikannya sebagai mata pencaharian. Kawan saya yang lajang itu
sebenarnya sangat potensial, namun ia butuh dukungan nonstop agar tetap sabar dan gigih berjuang. Saya menyadari peran
lingkungan terdekat sangat menunjang agar pejuang teks tersebut tidak patah
arang total dengan menggantungkan “pedang”.
Kemampuan dan kemauan untuk update diri dengan mengikuti
perkembangan kekinian, mutlak penting. Kita tentu tidak mau dianggap sudah
kedaluwarsa. Pun upgrade, jika tak
ingin alami titik stagnan jangan bosan atau malas belajar, menambah kapasitas
memori penyimpanan agar jiwa semakin kaya dengan pengalaman. Kelak cadangan itu
bisa kita tuangkan sebagai bekal kepenulisan untuk dibagi pada banyak
orang, mudah-mudahan pula bisa menginspirasi
dan memotivasi. Berdayagunalah hidup kita yang fana.***
Limbangan,
Garut, 19 Oktober 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan jejak persahabatan berupa komentar agar bisa menjalin relasi sebagai sesama blogger. Soalnya suka bingung, SILENT READER itu siapa saja, ya? :D