Oleh Rohyati Sofjan
*Pencinta Bahasa
MARILAH menyimak kamus tentang arti “bahasa alibi”. Pisahkan dulu
arti katanya satu-satu agar lebih jelas. Ternyata dalam KBBI 3, “bahasa”
beroleh penjelasan yang banyak. Secara nomina/kata benda, bahasa berarti suatu
lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk
bekerja sama, berinteraksi, dan mengindentifikasikan diri.
Alibi berarti bukti bahwa seseorang ada di tempat lain
ketika peristiwa pidana terjadi (tidak berada di tempat kejadian).
Dalam kehidupan ini, terlalu banyak bahasa alibi
berhamburan dari tutur kata dan tindakan. Masyarakat Sunda terbiasa dengan
ungkapan ‘teu apal’ (tidak hafal/paham), sebagai jawaban untuk sesuatu
yang tidak dipahaminya benar atau tidak tahu. Namun jika menyimak KBBI,
ungkapan itu terasa janggal, bahkan dalam kamus bahasa Sunda juga. Bukankah
mestinya tidak tahu atau teu nyaho/teu terang/teu ngartos
(Sunda).
Ada banyak bentuk bahasa sebagai alasan atau jalan aman
agar terhindar dari kesulitan. Teu apal bisa berarti digunakan dalam
makna sebenarnya atau sebagai alibi.
Syahdan, seorang terpidana kasus suap pemilihan deputi
Gubernur Bank Indonesia, mengaku lupa akan apa yang dilakukannya. Lupa adalah
jawaban aman bagi sang terpidana agar bebas dari jeratan hukum. Seakan amnesia
dijadikan landasan untuk berdalih. Apa gunanya mengorek keterangan dari orang
yang “lupa”? Di sini bahasa alibi dijadikan perlindungan diri. Lidah boleh
mungkir, namun tangan tetap ingat dan kelak akan bersaksi di “pengadilan
sebenarnya”, tak peduli seberapa berat sang terpidana amnesia.
Dalam kehidupan bermasyarakat, bahasa telah dipelintir
sedemikian rupa sehingga kehilangan esensinya. Bahasa menjadi alat untuk
berbohong, jalan pintas mencapai tujuan, atau sekadar cari aman saja.
Saya seorang tunarungu, merasa steril dari ragam
percakapan sehari-hari. Kala pertama kali “mendengar” ucapan teu apal,
saya sempat heran. Yang saya tanyakan adalah letak benda ada di mana. Mengapa
harus memakai ungkapan seolah seperti mengingat hafalan? Kemudian teu
apal juga merujuk pada arah atau tempat, meskipun yang saya tanyakan adakah
tanah kebun murah di suatu kampung untuk seorang kawan yang ingin berinvestasi
menanam kayu sengon.
Mungkin bagi lidah orang Sunda, ungkapan itu dirasa lebih
ringkas dan mengena padahal ada makna bias. Ungkapan duka, teuing,
teu terang/teu nyaho seolah kurang pas untuk mengungkapkan makna
sebenarnya. Adakah pengaruh bahasa politikus dalam kehidupan sehari-hari, lalu
masyarakat menelannya bulat-bulat?
Lalu, sampai sejauh mana hafalan pelanggar aturan norma
atau hukum? Mungkin teu apal.***
Limbangan, Garut, 9 Maret 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan jejak persahabatan berupa komentar agar bisa menjalin relasi sebagai sesama blogger. Soalnya suka bingung, SILENT READER itu siapa saja, ya? :D