Rabu, 19 Maret 2014

Bahasa Alibi



Oleh Rohyati Sofjan

*Pencinta Bahasa


MARILAH menyimak kamus tentang arti “bahasa alibi”. Pisahkan dulu arti katanya satu-satu agar lebih jelas. Ternyata dalam KBBI 3, “bahasa” beroleh penjelasan yang banyak. Secara nomina/kata benda, bahasa berarti suatu lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengindentifikasikan diri.

Alibi berarti bukti bahwa seseorang ada di tempat lain ketika peristiwa pidana terjadi (tidak berada di tempat kejadian).

Dalam kehidupan ini, terlalu banyak bahasa alibi berhamburan dari tutur kata dan tindakan. Masyarakat Sunda terbiasa dengan ungkapan ‘teu apal’ (tidak hafal/paham), sebagai jawaban untuk sesuatu yang tidak dipahaminya benar atau tidak tahu. Namun jika menyimak KBBI, ungkapan itu terasa janggal, bahkan dalam kamus bahasa Sunda juga. Bukankah mestinya tidak tahu atau teu nyaho/teu terang/teu ngartos (Sunda).

Ada banyak bentuk bahasa sebagai alasan atau jalan aman agar terhindar dari kesulitan. Teu apal bisa berarti digunakan dalam makna sebenarnya atau sebagai alibi.

Syahdan, seorang terpidana kasus suap pemilihan deputi Gubernur Bank Indonesia, mengaku lupa akan apa yang dilakukannya. Lupa adalah jawaban aman bagi sang terpidana agar bebas dari jeratan hukum. Seakan amnesia dijadikan landasan untuk berdalih. Apa gunanya mengorek keterangan dari orang yang “lupa”? Di sini bahasa alibi dijadikan perlindungan diri. Lidah boleh mungkir, namun tangan tetap ingat dan kelak akan bersaksi di “pengadilan sebenarnya”, tak peduli seberapa berat sang terpidana amnesia. 

Dalam kehidupan bermasyarakat, bahasa telah dipelintir sedemikian rupa sehingga kehilangan esensinya. Bahasa menjadi alat untuk berbohong, jalan pintas mencapai tujuan, atau sekadar cari aman saja.

Saya seorang tunarungu, merasa steril dari ragam percakapan sehari-hari. Kala pertama kali “mendengar” ucapan teu apal, saya sempat heran. Yang saya tanyakan adalah letak benda ada di mana. Mengapa harus memakai ungkapan seolah seperti mengingat hafalan? Kemudian teu apal juga merujuk pada arah atau tempat, meskipun yang saya tanyakan adakah tanah kebun murah di suatu kampung untuk seorang kawan yang ingin berinvestasi menanam kayu sengon.

Mungkin bagi lidah orang Sunda, ungkapan itu dirasa lebih ringkas dan mengena padahal ada makna bias. Ungkapan duka, teuing, teu terang/teu nyaho seolah kurang pas untuk mengungkapkan makna sebenarnya. Adakah pengaruh bahasa politikus dalam kehidupan sehari-hari, lalu masyarakat menelannya bulat-bulat?

Lalu, sampai sejauh mana hafalan pelanggar aturan norma atau hukum? Mungkin teu apal.***

Limbangan, Garut, 9 Maret 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan jejak persahabatan berupa komentar agar bisa menjalin relasi sebagai sesama blogger. Soalnya suka bingung, SILENT READER itu siapa saja, ya? :D