Di
zaman sekarang masih gunain modem? Padahal orang-orang pada gunain ponsel pintar mereka yang canggih. Masih
layakkah modem eksis di zaman android now? Masih, kok, terutama bagi yang tak sanggup beli ponsel pintar karena
lemah daya beli. Lha, saya contohnya. Hidup pas-pasan namun berupaya eksis
memasarkan tulisan ke beragam media sekaligus terhubung dengan dunia luar dan
pertemanan berkat modem yang tak bisa dianggap barang cemen!
Oleh Rohyati Sofjan
Saya
beli modemnya tahun 2017 kala Palung kelas 1 MI. Harganya cuma 199 ribu di
konter R2, Balubur Limbangan, Garut. Bisa dipakai untuk aneka kartu GSM seperti
M3, XL, Axis, selain AS dan Simpati. Mulanya bisa dipakai di rumah pakai kartu
Simpati khusus untuk internetan yang berisi kuota data 2 GB lebih seharga 55
ribu rupiah, namun entah mengapa mendadak hilang sinyal sehingga tak terpakai
lagi, bahkan sisa kuota data yang 2 GB mubazir tak terpakai.
Sudah
coba di rumah Ipah di kampung sebelah, namun sama hasilnya, tiada sinyal.
Sempat berpikir modem rusak atau bagian chip
kartu yang rusak tergores. Saya kapok gunain modem itu dan cuma pakai kartu
untuk SMS-an karena ponsel saya tak bisa dipakai ngenet.
Saya
pikir lokasi rumahlah yang jadi masalah. Yah, saya bersama anak dan suami kini
berumah di tengah ladang, di lembah yang melandai ke bawah, jauh dari jalan
desa, menumpang di tanah milik desa. Jadi korban dan terusir akibat tanah
tempat rumah di lokasi lama dijual insan yang menyalahgunakan posisinya
sehingga binasa ditelan riba. Itu tanah jelas-jelas untuk saya malah diambil
paksa lagi karena beliau terlalu serakah dan rusak moral.
Oke,
kita lewati saja bagian itu. Bisa dibahas dalam topik tulisan lain. Soal
bahayanya riba, mungkin.
Balik
ke soal modem dan kartu Simpati, kala baca pesan promo operator tentang
penggunaan internet murah. Iseng saya tekan *363# untuk tahu. Dan ada pilihan
paket data harian, mingguan, sampai bulanan.
Mendadak
saya gelisah pengin coba. Mengetes apakah modem dan kartu saya benar bermasalah
setelah nyaris setahun tak digunakan hingga membuat saya tambah desperate karena tak bisa kerja nulis di
rumah lagi.
Kala
Desember 2017 turun gunung ke kecamatan untuk ambil transfer titipan saudara
suami pada istrinya pakai rekening saya, sekalian beli pulsa 20 ribu di konter
R2. Lalu kala WIFI-an di WIFI Corner Telkom Limbangan, usai ngenet pakai nomor
khusus WIFI, daftar paket sehari 9 ribu rupiah sampai tengah malam. Ternyata
modem dan kartunya berfungsi. Di bagian koneksi terbaca selain terhubung dengan
WIFI, sekaligus dengan nomor dari modem Telkomsel.
Saya
coba di rumah Ipah, tersambung dan ada sinyal dari Telkomsel, sampai Palung
senang bisa main gim di www.friv.com.
Sempat ragu apa di rumah sendiri bisa, dan, alhamdulillah,
ternyata bisa. Sampai sekarang ini. Mungkin tahun lalu kala lagi coba modem dan
kartu perdana, ada masalah dengan jaringan Telkomsel. Entah gangguan atau
perbaikan, dan itu lama karena kartu saya jadi mubazir selama sebulan masa
aktif kuota data.
Saya
senang bisa kerja lagi di rumah. secara leluasa. Tak harus turun gunung ke kota
kecamatan lagi. Untuk ngenet di warnet atau gotong netbook dan perangkat pendukung ke WIFI Corner.
Saya
lelah dan rada ngeri dengan perjalanan naik ojek motor karena jalan desa rusak
parah, di beberapa bagian ada titik berbahaya bagi yang tak paham medan jalan.
Selain
itu, ongkos transportasi cukup mahal bagi istri seorang suami yang kerja jadi
buruh tani dan laden bangunan, dengan
upah 35 ribu untuk setengah hari kerja di sawah atau kebun dan 60 ribu untuk
jadi laden sampai jam setengah 5 sore.
Ojek 10 ribu sekali jalan ke kecamatan. Bisa 20 ribu pergi-pulangnya. Lain lagi
kalau ajak Palung, ada tambahan 2 atau 5 ribu sekali jalan untuk ojek.
Padahal
suami tak selalu rutin kerjanya. Bergantung musim tanam sampai proyek usai.
Harus ada simpanan di saat sepi kerjaan, dan saya kerap tak tega gunain uang
suami demi memasarkan tulisan ke media karena merupakan hal tak pasti jika tak
rutin terhubung dengan dunia luar (internet).
Sekarang,
meski pakai paket hemat sehari atau 3 hari, saya harap tetap produktif berkarya
demi kerja. Pernah pakai sebulan 50 ribu Januari ini tapi cuma awet beberapa
hari, Palung ngabisin kuota data untuk main gim. Yah, lagian cuma dapat 1 GB
untuk data, yang 2 GB untuk Videomaxx tak terpakai.
Menulis
adalah dunia dan profesi pilihan saya. Saya cuma bisa menulis sebagai keahlian
utama. Saya ingin bisa bantu suami dengan menulis. Saya harap taraf hidup kami
bisa meningkat lebih baik daripada sekarang.
Dan
saya senang bisa terbantu berkat modem Telkomsel FLASH plus kartu Simpati,
penghubung saya dengan dunia luar. Meski kedua produk tersebut masih ada
kekurangannya. Kurang optimal dalam menangkap sinyal jika cuaca mendung dan
berhujan di lereng gunung ini.
Kelebihan
modem adalah tahan dipakai berjam-jam daripada ponsel yang harus dicas jika
habis batrenya. Modem juga aman dari incaran hacker karena tak menyiarkan hotspot
alias WIFI jadi tak terdeteksi perangkat lain jika sedang dipakai. Justru
komputer sayalah jika sedang terhubung dengan internet bisa melihat perangkat
ponsel yang berada di lokasi dekat pengguna tersebut.
Modem
membutuhkan kesepakatan dari kedua belah pihak jika hendak disambungkan secara
nirkabel ala hotspot.
Tak
jelas apakah modem bisa sebagai hotspot
bagi perangkat ponsel pintar, karena saya dan Apip anak Ipah pernah bingung
untuk mencobanya sebab tiada keterangan mengenai penangkapan tampilan perangkat
komputer saya di ponsel Apip secara otomatis.
Kalau
menyambungkan komputer ke ponsel untuk hotspot,
sih, bisa. Yah, ponsel berlaku
sebagai pengganti modem.
Adakah
yang tahu caranya? Menjadikan modem sebagai hotspot
bagi ponsel pintar? Tolong bantu jika ada. Terima kasih.(*)
Cipeujeuh, 22 Januari
2018