BETE adalah
bahasa gaul yang tetap hits dari
zaman saya masih SMU (1994-1997), merupakan adaptasi singkatan dari kalimat bad temper alias temperamen buruk a.k.a perangai tidak baik.
Bad
temper merujuk pada kata
sifat berupa suasana hati yang tak nyaman dengan keadaan (diri sendiri atau
sekitar). Ia uring-uringan, marah-marah, mencak-mencak, atau
apalah pokoknya yang menggambarkan perangainya sedang dalam mode susah.
apalah pokoknya yang menggambarkan perangainya sedang dalam mode susah.
Jika perangai sedang on bête-nya, bisa jadi orang sekitar di
dekat insan demikian kena getahnya. Bukan getah nangka yang lengket melainkan
getah tumpahan amarah atau gundah (kecuali insan bête habis makan nangka dan kumat uring-uringannya karena tangan
belepotan getah, lantas cari sembarang sasaran untuk dijadikan lap tangan).
Lalu apa yang harus kita lakukan kala
mendadak harus berurusan atau berdekatan dengan insan bête?
Ada banyak cara, sih, dan lihat-lihat dulu bagaimana level bête-nya. Bete level
ringan paling kita akan dicurhatin
agar jadi tong sampah keluh-kesah. Bete
demikian butuh pendengar agar sang pelakon lega karena bisa menumpahkan
ganjalan hatinya yang nyesek. Mungkin
insan bête tahap ringan bisa dibantu
dengan kata-kata hiburan dan pembangkit semangat agar tak down mulu. Sebab, jika dibiarkan, bisa jadi insan bête tersebut depresi dan pengen ngunyah
meja rasa cokelat. Eh, kebalik, ngunyah cokelat semeja.
Bete tahap sedang akan membuat pelakon jutek pada sekitar. Insan bertampang
jutek pada dasarnya tak nyaman dilihat. Perasaan gimana, gitu, seakan kita lagi
dimusuhi padahal bisa jadi doi lagi
memusuhi seseorang yang bukan kita atau tak ada sangkut pautnya dengan kita
namun tampak hiperbola seperti sedang musuhan dengan dunia.
Menghadapi insan bête demikian, mungkin yang dibutuhkan adalah kesendirian agar bisa
cooling down. Tak bisa kita ajukan
pertanyaan bernada menuduh bahwa dia bermasalah dengan kita. Duh, bisa pecah
perang lokal atau kitanya ketimpuk benda terdekat.
Mungkin yang harus kita lakukan adalah
menghiburnya, ajak jalan atau makan, atau cukup dengarin musik riang. Jangan
ajak doi dengarin musik mellow,
tingkat bête-nya bisa naik drastis.
Bagaimana kalau doi jutek karena PMS alias pra mens syndrome? Hem, cari-cari tips di Mbah Google,
rumusan masalah demikian butuh pemecahan khusus demi terciptanya perdamaian;
bahwa insan PMS pun seperti Sudoku,
kita tinggal utak-atik angka agar beroleh hasil yang tepat dan bertautan
sekaligus prima.
Bete tingkat parah adalah ledakan amarah
tak terkendali. Kita bisa menyebutnya sebagai bête tingkat dewa. Apa kaitannya dengan dewa? Yah, tahulah kayak
gimana dewa itu dalam dongeng mitologi sedunia.
Ada sebab mengapa seseorang alami
tingkatan bête ini, bête yang jika menduduki piramid berada
di posisi puncaknya alias di ujung kerucut. Bete
ini akan membuat orang lain di sekitarnya tidak nyaman juga dan kecut atau
malah ciut.
Kita takut berurusan dengan insan yang
alami bête tingkat parah karena
reaksi yang diperoleh adalah ketakterdugaan, tak bisa diramal oleh acara
ramalan cuaca di televisi apalagi kartu tarot dan rajah tangan.
Kita bisa bingung ngadepin insan bête tingkat dewa karena semburan
kepedasannya melebihi level kripik Maicih. Menghadapi insan bête demikian ibarat membutuhkan
ketersediaan payung sebelum hujan. Kita akan dihujani air mata, keluhan,
amarah, atau bahkan bogem mentah. Entahlah.
Jangan coba-coba upaya PDKT atau jurus
rayuan pulau kelapa, tensi bête yang
tinggi membutuhkan pemahaman ilmu psikologi. Terserah mau dekat-dekat atau
jauh-jauh.
Kita bisa bantu secara langsung maupun
tidak langsung agar bisa calm down,
tensi bête-nya hanya butuh waktu
untuk turun suhu. Biarkan dulu dia sampai bisa atasi masalahnya sendiri. Atau
diam-diam cari tahu mengapa bisa demikian lantas terserah apakah akan turun
tangan atau angkat tangan.
Apakah bête sama dengan bad mood,
mood atau suasana hati yang buruk?
Kalau bête diartikan sebagai bad
mood kayaknya tidak sinkron dengan akronim bête sendiri. Lalu yang pas apa? Bemo?
Itu bisa disalahartikan sebagai
kendaraan buatan India pada zaman saya masih kecil di Bandung. Iya, mobil lucu
untuk angkut banyak penumpang dengan satu roda depan tepat di tengah-tengahnya,
dan dua roda di belakang sebagai penyeimbang agar bisa menggelinding di jalan.
Dan suaranya jangan tanya, entah napa bunyi knalpotnya harus berisik dan asap
buangannya mengepul tebal ibarat lokomotif uap.
Bemo secara kaidah akronim pembentukan kata
mungkin tepat dan berterima dalam ilmu bahasa, namun dalam ilmu sosial
kemasyarakatan jelas dirasa tak mewakili. Maka bête kerap juga diartikan sebagai bad mood. Seakan tiada batasan arti antara temper (watak) dengan mood
(suasana hati). Seakan kedua hal tersebut SAMA
SAJA.
Apakah memang demikian alias sama saja?
Entahlah.
Saya tidak akan bahas masalah
stilistika (ilmu tentang penggunaan bahasa dan gaya bahasa di dalam karya
sastra) dalam tulisan ini. Setelah paparan dengan aroma sahibul hikayat di
atas, yang akan saya bahas adalah ketika
saya bête dan cara mengatasinya.
Meski belum bisa dianggap sebagai jalan
keluar final untuk mengatasi masalah bête,
namun bête biasanya berkaitan dengan
hal-hal yang membuat saya tidak nyaman, sesuatu dari luar diri saya.
Ambil contoh kasus. Ketika upah suami
dari bulan puasa lalu tidak dibayar Pak X yang menyuruh suami jadi laden pembangunan rumah anaknya di
samping rumah Pak X sendiri. Saya jelas kesal sekali. Pada Pak X karena
semena-mena tidak membayar upah sampai berbulan-bulan hingga sekarang saat
menulis ini. Entah uang dari anaknya dipakai Pak X atau anaknya ogah bayar. Wallahu a’lam. Yang jelas saya kesal
pada suami karena tidak mau menagihnya lebih gencar lagi. Uang 200 ribu itu
besar bagi kami. Itu hasil dari cucuran keringat suami sendiri.
Suami keukeuh ogah nagih lagi karena muak berurusan dengan insan demikian
yang plin-plan dan tak amanah.
Ditagih baik-baik malah diperlakukan tak santun. Padahal saat itu kami
kesulitan uang juga sampai untuk dapur harus nganjuk ke warung dekat rumah.
Suami berupaya giat bekerja, kali ini
telah menemukan bos yang baik sebagai asisten tukang alias laden pada paman saya. Dan, alhamdulillah,
rezeki kami lancar saja berkat prinsip suami mengenai harga dirinya untuk tak
mengemis pada tipikal Tuan Tukang Suruh macam Pak X.
Itu bukan hal yang mudah bagi saya
untuk mengatasi bête yang melanda.
Saya melarikan diri pada permainan Solitaire.
Itu permainan menyusun kartu melawan komputer. Meski lebih banyak kalahnya dan
membuat saya lelah, setidaknya saya butuh waktu yang cukup lama sampai rasa bête itu bisa diatasi.
Mungkin saya butuh mesin untuk
menumpahkan amarah atau kejengkelan. Dan komputer adalah lawan main yang
seimbang. Selama berbulan-bulan.
#Cipeujeuh,
22 April 2018
Setuju Bun dengan saran-saran untuk solusi kalau kita lagi bete. Kalau saya bete, biasanya menghibur diri dengan makan bakso atau nonton drama korea hahaha. Karena saya seorang ibu, jadi kalau bete jangan lama-lama. soalnya secara tidak langsung anak suka kena getahnya dari kebetean ibunya Hihihi
BalasHapusHi hi, baksonya yang pedas sampai puas agar BT hilang. Boleh juga minum segelas cokelat hangat atau dingin, atau cokelat batangan, atau apa saja yang enak dimakan.
HapusDrama Korea asyik buat ngialngin BT.
Sekarang saya bosan main gim kalau BT, lebih baik nonton saja, ya.
Meski BT anak dan suami jangan lupa diurus, he he.