Sungguh aku mencemaskanmu,
suamiku.
Malam gelap, lembap dan dingin.
Lalu bagaimana dengan
paru-parumu
yang disayat-sayat angin?
Aku di sini menanti dalam
hangat rumah
yang aman, mengkhawatirkanmu di
luar.
Sudah lebih dari jam sepuluh malam.
Tidakkah kau lelah dan
mengantuk
atau malah lapar?
Kerja keras tanpa mengenal
batas
seakan lembur untuk menghibur
anak dan istri yang hanya bisa
mengandalkan
sosokmu sebagai penopang tiang.
Apakah engkau menyesal
melakoni kerja keras yang
seakan
tiada akhir, dari masa-masa
kemarin
tanpa mengenal usai.
Suara berdebam di luar
mengagetkan
aku yang menanti kau segera
pulang.
Pikulan telah ditaruh di
bale-bale depan
lantas kau menutup pagar.
Kau masuk dan menyerahkan
bungkusan
oleh-oleh dari tempat kerjamu.
Selalu kau begitu, seakan tak
mengutamakan
diri sendiri demi anak-istri.
Yang pertama kautanyakan
hanya anak kita mana.
Padahal ia sudah lama lelap di
kamar.
Dan kalimat pertamamu adalah
cerminan
perasaan tanggung jawab.
Seorang ayah yang tak pernah
merasakan kasih sayang ayah
karena ayahmu keburu cepat
berpulang
kala kau baru mengenal aroma
kehidupan.
Pada akhirnya yang kuinginkan
kita tetap bersama membesarkan
anak semata wayang agar kakinya
kuat berpijak dan berani
melangkah
dengan tanggung jawab
tanpa keluh kesah
.
Sebagaimana yang kaucontohkan
tanpa pamrih terumbar.
#Cipeujeuh,
18 Mei 2018
~Foto
koleksi pribadi, hasil capture ACER Chrystal Eye Webcam pada panorama pagi di
kampung dan tempat lainnya yang sarat kenangan.
#Puisi
#TentangSuami #SuamiYangBaik
#PuisiMamahPalung
#PuisiMamahPalung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan jejak persahabatan berupa komentar agar bisa menjalin relasi sebagai sesama blogger. Soalnya suka bingung, SILENT READER itu siapa saja, ya? :D