Senin, 07 Juli 2014

Memandang Indonesia Lewat Perilaku Berbahasa Bangsanya


Ternyata banyak yang berubah dalam wajah bangsa Indonesia, itu tecermin dari bagaimana mereka menggunakan bahasa nasionalnya. Dalam tuturan lisan maupun tulisan!
Sebagai penulis, saya sangat peduli pada kaidah penulisan berupa pilihan kosakata dan EYD (ejaan yang disempurnakan). Namun entah bagaimana dengan generasi penerus zaman sekarang, apakah masih peduli pada bahasa Indonesia?
Menjamurnya penggunaan bahasa alay di kalangan muda (sampai tua yang berjiwa muda), seakan tak terbendung lagi dengan keberadaan teknologi seperti gadget dan internet. Bahasa itu seakan telah menjadi bahasa pergaulan “nasional kaum muda berideologi alay”.
Apakah bahasa alay itu?
Ekky Imanjaya dalam artikelnya “B4ha5A 6Wl d3wA5a 1n!: Demi Apa?” (baca: “Bahasa Gaul Dewasa Ini: Demi Apa?”) di rubrik bahasa majalah Tempo (2 Agustus 2010), menjelaskan:
Bahasa alay lazimnya akan menyingkat kata asli dan kata itu diaduk-aduk semaunya dengan huruf kecil dan besar, bahkan dengan angka. Tidak ada rumusan baku, tapi mungkin saling berbagi logika. Mari kita simak bahasa alay: “BiazA jA x w. Ech rbU jA u bsa kN.Cz sLSa w LmbuR.BLk jam9an.Cz bnyk daTA yg LoM kLAR.”
Mungkin bahasa alay terhitung parah sebagai bahasa gaul terkini dibanding bahasa gaul sebelumnya yang pernah mewabah di kalangan muda. Penggunaan angka dalam bahasa alay niscaya akan menimbulkan keruwetan bagi orang awam yang baca. Seakan kode-kode angka itu merupakan tugas maharahasia untuk diterjemahkan bagi kalangan spionase, eh anak muda gaul terkini dengan ideologi alay. Dan itu menjadi istimewa karena tidak semua orang memahaminya. Meskipun susunannya masih sederhana, tetapi percampuran antara huruf dan angka berikut huruf kapital dan kecil yang tidak diletakkan sebagaimana mestinya, tak urung akan memusingkan kalangan non spionase (baca: bukan termasuk gaul).
Alay itu bisa juga diartikan sebagai lebay (berlebihan). Bagaimana tidak lebay, hal yang wajar dan umum sengaja dirombak agar tak wajar dan tak umum. Pokoknya bahasa gaul yang lebih super melampaui zaman lampau.
Saya yang hidup di tahun ’80-an, 90’an, sampai 2000-an dan terbiasa dengan perubahan ragam bahasa gaul, sudah tentu merasakan ketercengangan pada dinamika berbahasa sekarang. Menjadi orang yang kuper (bahasa terkini adalah kudet alias kurang up date perkembangan). Internet dan gadget (perangkat alat komunikasi selular), merupakan duta besar bagi mewabahnya cengkeraman bahasa alay. Belum lagi dunia hiburan yang disajikan televisi dengan antena biasa, parabola, sampai berlangganan (TV kabel); merupakan medium penyampai ke-alay-an bagi pemirsanya, apalagi jika yang jadi mediator adalah kaum pesohor yang dalam bahasa gaulnya disebut seleb.
Alay semacam itu bisa berupa ragam bahasa gaul terkini dengan istilah yang tetap membuat orang awam merasa kudet. Bagaimana pertama jadi pertamax. Kalau ada kaum alay lagi asyik mengobrol dengan bahasa planet mereka, orang awam yang kebetulan menguping tentu akan berpikir bicarain jenis bensin!
Lha, pertamax memang pada umumnya mengacu pada merek yang dijual Pertamina di SPBU alias pom bensin. Namun dalam kekinian, kaum muda kian kreatif sekaligus usil mengutak-atik kata sehingga layak masuk ke dalam bahasa planet mereka. Terpinggirkanlah nasib kaum kudet yang polos memandang bahasanya.
Bahasa alay boleh dan sah-sah saja ada di kalangan kaum muda, tak usah diberangus keberadaannya. Yang menjadi masalah adalah apakah mereka pun tidak melupakan kemampuan berbahasa Indonesia yang telah diajarkan di bangku sekolah dan kuliah?!
Ini yang menarik perhatian saya kala mendalami dunia pergaulan di dunia maya lewat jejaring sosial macam Facebook dan Twitter, belum lagi menjelajahi sekian blog!
Ternyata ada banyak Facebooker dan blogger yang kurang menguasai kaidah berbahasa nasionalnya. Penulisan kata dan kalimat saja kurang diperhatikan benar harus bagaimana. Ada yang memang tidak tahu atau tidak mau tahu. Apakah ada semacam kegagalan dalam dunia pendidikan kita? Apa saja yang telah diajarkan guru mereka? Bukan cuma guru bahasa Indonesia semata melainkan juga bidang pelajaran lainnya. Bagaimana kaidah mencatat pelajaran itu, apakah dikuasai betul oleh muridnya karena sang guru sangat peduli? Bukan hanya peduli pada muridnya, ilmu yang diajarkannya semata, melainkan pada bahasa nasional juga. Bahasa yang semestinya bisa mempersatukan rakyat Indonesia meski berbeda ragam.
Ada yang berpendapat bahwa EYD itu tidak penting. Jika tidak penting, tahukah yang berpendapat demikian akan arti EYD sebenarnya? Di internet saja ada banyak sumber tentang EYD berikut bukunya dalam format e-book.
EYD adalah kaidah penulisan ejaan dan tanda baca agar sesuai dengan apa yang telah dipatok oleh pemerintah. Tujuannya untuk mempersatukan agar kaidah penulisan yang ada tak dibuat baur dan membingungkan bangsa Indonesia, atau juga bangsa asing yang tengah belajar bahasa Indonesia.
Justru yang membuat saya bingung, ada yang menganggap EYD tak lebih semacam aturan kosakata padahal bukan demikian halnya. Kosakata dalam kalimat gaul masih dibolehkan, novel pop remaja saja kerap menggunakan bahasa gaul. Bukan cuma sekadar menyerap kebutuhan pasar semata, melainkan psikologi pergaulan masyarakat ikut diserap penulisnya.
Akan tetapi, penerapan kalimat dalam novel populer juga harus memerhatikan kaidah EYD. Jangan sampai ada salah ketik (sekarang disebut typo), salah menuliskan kata depan dan imbuhan, salah menaruh tanda baca, salah menulis kata, dan salah-salah lainnya yang memamerkan diri untuk membingungkan pembaca.
Bahasa Inggris saja mengajarkan kaidah penulisan, begitu pun dengan bahasa asing seperti Arab, Jepang, Cina, Korea, dan lainnya. Jika kita sudi belajar bahasa asing sampai harus tahu bagaimana meletakkan kata dan kalimat di tempat tepat sampai tanda baca penunjangnya, bagaimanakah cara kita memperlakukan bahasa nasional sendiri? Apakah bahasa Indonesia dianggap cemen sehingga menulis yang baik dan benar itu tidaklah penting?
Saya hanyalah seorang pembelajar bahasa Indonesia yang tidak ingin berhenti belajar. Dulu  terkagum-kagum pada tulisan André Möller karena ia begitu fasih menulis artikel bahasa Indonesia dengan cara yang unik dan ringan, sekaligus mengena dan terkadang menyentil. Rubrik bahasa yang ditulisnya di harian Kompas seakan menyindir saya, bagaimana seorang asing asal Swedia dan penyusun Kamus Bahasa Swedia-Indonesia bisa begitu mendedikasikan diri pada negara asal istrinya, Mbak Firdani Möller. Mereka menjadi kawan Facebook saya pula.
Ada banyak tulisannya yang bisa ditelusuri di blog asuhan Ivan Lanin yang sayangnya blog di Wordpress itu tak diperbaharui lagi isinya, barangkali Pak Ivan terlalu sibuk. Atau juga di blog pribadi AndréMöller sendiri http://www.bahasa.dalang.se/.
Saya tahu tak bisa berhenti sebatas pengagum karya beliau, dengan rendah hati sudi belajar dari seseorang yang tekun dan mencintai bidangnya. Bagaimanapun, saya memiliki kecintaan tersendiri pada bahasa Indonesia untuk beberapa alasan; minat dari kecil kala vakum sekolah suka membaca rubrik bahasa yang diasuh J.S. Badudu di majalah Intisari lawas, dan pekerjaan saya sendiri sebagai ibu rumah tangga yang berharap bisa mengajarkan banyak hal pada anak, cum blogger dan penulis lepas.
Apa pun pandangan bangsa Indonesia terhadap bahasanya sekarang, saya hanya berharap semoga bisa berbuat dengan bidang yang saya cintai. Hal kecil yang semoga bermanfaat bagi orang lain. Dan saya yakin tidak sendirian!***

Limbangan, Garut, 7 Juli 2014

#LombaBlog #BlogCampGroup #AbdulCholik



     

54 komentar:

  1. Terima kasih atas partisipasi sahabat dalam Kontes Unggulan :Aku Dan Indonesia di BlogCamp
    Dicatat sebagai peserta
    Salam hangat dari Surabaya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih juga, Pakde. Salam hangat dari garut. :)

      Hapus
  2. bahasa alay memang sudah menjamur di zaman sekarang ini mbak. kadang sampai pusing karna tidak mengerti apa yang dituliskan. aku pun pernah jadi tersangka penggunaan bahasa alay di sosmed. mungkin karna pada masa itu memang lagi ngetrend tulisan dengan huruf dikombinasikan dengan angka.

    tentang EYD juga aku masih bebas kalau buat ngeblog mbak. iya, sering terdapat banyak typo pada tulisan ku. mungkin harus lebih sering belajar lagi kaidah penulisan dan harus benar-benar dibaca kembali tulisannya sebelum dipublikasikan agar bisa mengurangi typo.

    sukses lombanya ya mbak. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Rita. Makanya dalam lomba menulis biasanya selalu mencantumkan syarat gak boleh al4y. Jurinya bisa pusing, hihi. Tapi sekarang sepertinay mulai ngetren bahasa dengan kombinasi huruf seperti Rusia. Indonesia yang sengaja di-"Rusia"-kan.
      Untuk EYD ada banyak e-book gratis dalam bentuk PDF atau juga bisa dicopas ke word. Selamat belajar, Rita.
      Makasih.

      Hapus
  3. Bahasa alay itu juga ada positifnya lho...mereka kaum 'alayers' itu kreatif bikin2 bahasa yang mirip sandi gituhhhh *ikutan alay* xixi
    mampir di tulisan saya juga makkk...salam kenal ^^
    http://nyareinfo.blogspot.com/2014/07/kucurahkan-cintaku-pada-indonesia.html

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Mak Ruth, tapi kalau diterapkan semuanya dalam tulisan panjang,yang baca harus ekstra keras memahami kekreatifan tersebut, hihi.
      Salam kenal juga, Bu Guru. makasih sudah singgah. Tadi juga saya sudah singgah ke blognya, bagus pemaparannya. :)

      Hapus
  4. sama mbak. bagi yg sdh nyaman dg Bahasa Indonesia jd merasakan begitu ya mbak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kita sehati, Mak Damar. Tapi perubahan zaman telah membawa bangsa ke arah tak terduga, dan bahasa merupakan komponen utama untuk ikut berubah. Seperti bahasa prokem, gaul, lalu al4y. :)

      Hapus
  5. wah, ini keren mbak... :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Menulisnya mepet DL dan sempat melantur mikirin mau nulis apa. :)
      Makasih sudah mampir, Khab.

      Hapus
  6. Hahaha, bahasa alay memang sudah melekat di zaman sekarang ini terutama pada remaja remaja yang masih labil, nggak terlepas juga orang yang sedang menulis ini sih :D. Tapi gue udah tobat!!! Ingat itu ! ;D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha, Restu, jadi anak muda gaul itu asyik. Tapi sekarang demi blog harus berkorban dikitlah agar ada peningkatan dalam tulisan. Syukurlah sudah tobat. "Nyengir.

      Hapus
  7. Keren tulisannya, sangat menginspirasi. Sukse juga untuk kontesnya.
    Salam balik http://gebrokenruit.blogspot.com/2014/07/merajut-asa-di-indonesia.html

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih, Rosiy. Tapi tulisan Rosiy lebih bagus, ternyata merupakan pemuda harapan bangsa. Remaja sarat prestasi yang mengagumkan. :)

      Hapus
  8. haahaa,, untung aku sudah melewati masa2 alay itu /sujudsyukur
    Ibu, mungkin kalo diurutkan dari yang baik jadi.. EYD, biasa, disingkat, kemudian alay.. aku kalo sms pake yang biasa ato singkatan, kalo di blog pake biasa.. EYD mah jarang.. alay apalagi :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sujud syukur pula, hihi.
      Icang, kalau dalam blog bagusan tulisan kita sesuai kaidah EYD agar tak mengundang orang memasuki kumparan kesalahan yang sama. Tapi alhamdulillah blog Icang untuk seorang anak muda gaul ternyata berisikan hal serius dan positif.
      Mari kita mencintai bahasa sendiri dengan cara yang dibisa.

      Hapus
  9. bhasa alay, aku juga pernah melakukannya. Tapi enggak sampai se alay itu sampe buat kode-kode angka, karena aku juga bacanya susah. Dan gak mungkin juga bahkan sampai nulis blog menggunakan bahasa alay penuh kode, kasian pembaca blog-nya nanti malah sakit mata sebelum selesai baca sampe akhir hihihi.
    Catatan khusu bagi seorang blogger adalah mahir EYD, supaya tulis-nya selalu enak di pandang mata. Seperti tulisan Mbak Rohyati yang setiap menulis selalu dari hati dan menggunakan EYD sesuai ketentuan :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih Lis,bahasa alay emang ngebingungin, sempat curiga juga apa yang bikin enggak bingung, hihi.
      Semangat belajar EYD agar blogmu bisa kian kinclong. Insya Allah ilmu yang terasah baik akan bermanfaat.

      Hapus
  10. nah inilah yang lagi aku oelajari mbak EYD, yang susah2 gampang. memang seorang blogger dan penulis harus menguasai EYD. sebagai tanda cinta bahasa Indonesia juga ya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Insya Allah belajar EYD akan mudah melalui pembiasaan dan pengamatan, Mak Muna.
      Makasih sudah mampir. Saya cuma bisa menulis ini, bahasa, tidak seperti Mak Muna yang seorang traveler menjelajah Indonesia dan menunjukkan kecintaan pada dunia lewat tulisan dan foto-foto cantik doi blog. :)

      Hapus
  11. Aku sih lucu aja liat bahasa alay sebatas itu sama temen2 dekat dan konteksnya lucu-lucuan. Tapi kalau bahasa alay tersebut dipakai di grup Facebook dan ceritanya panjang (pakai bahasa alay semua), pusing juga loh bacanya. Hihihi. Good luck Mak :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihi, Mak Gesi, bagi emak gaul gak masalah, ya agar akrab. Tapi memang beda kalau dipakai di status FB atau blog, yang baca bisa ikut pusing saking ingin memahaminya jika terkepoin. :D
      Makasih sudah mampir. Tulisan Mak Gesi sangat menginspirasi. Tentang Rumah Ramah Rubella. Layak jadi Srikandi Blogger, nih. Peluk dari jauh untuk Ubii Cantik yang lucu. *LIhat foto Ubii jadi ingat proses tumbuh kembang Pal kala bayi, sama-sama gemesin. Kita emak-emak gaul yang bahagia dengan anak semata wayang, apa pun dan bagaimanapun cobaan yang menghantam, harus kuat dan tegar. Aamiin.

      Hapus
  12. Mbak RS, betoolllll se x ... kata-kata ini bahasa alay ya mbak? ;)

    Memang bahasa gaul sekarang penuh dengan cita rasa semaunya, sampai2 kita bingung karena gak faham ... contoh, tadi saya ngobrol2 dengan anak gadis tetangga, waktu saya ngeluh bahwa android Oppo yang saya pakai mulai lemot ... dia langsung jawab, 'dilembiru aja om ... apa tuh, tanya saya, dia bilang 'dilempar beli yang baru ... ;) Hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihihi, Abang, masih mendingan Abang bisa langsung diberitahu apa arti dilembiru itu. Sudah sejak lama istilah lembiru bagi orang kudet macam saya malah menjadi misteri terbesar untuk dipecahkan. Makasih Abang sudah memberi pencerahan. Alay ternyata tak semata kombinasi huruf dan angka, satu kalimat malah disingkat jadi satu kata. Benar-benar menghemat dan bikin sesat, haha.

      Hapus
  13. sedih ya kalo bahasa baik2 jadi dibuat alay banget,kadang sedih juga,kok jadi begitu ya....:(
    sukses GAnya mbk^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bahasa bersifat manasuka bagi penggunanya, Mak Hanna. Sayangnya itu tidak diimbangi dengan kemampuan berbahasa yang baik secara lisan dan tulisan. Lihat saja banyak pemula yang tidak tahu bagaimana cara menulis dengan benar kala belajar di group kepenulisan Facebook.
      Terima kasih sudah mampir dan jadi suporter, Mak.

      Hapus
  14. kadang alay zaman sekarang ga mencakup dalam tutur bicara aja sih, mbak. kadang'' sikapnya yang berlebihan. seperti galau'' lah... mikirin orang lain, padahal belum orang itu mikirin dia. nggak curhat kok, mbak.

    tapi, kebanyakan memang blogger'' sekrang nggak memakai bahsa baku. tapi sebgian lagi ada. tmen sya contohnya, dia bukan menggunakan bahasa baku lagi, tapi sudah bermain dengan sastra. pdahal semuran sama saya, mbak.
    walaupun zaman berkembang, semoga indonesian people, ga pernah melupakan pentingnya EYD.
    sukses buat lombanya, mbak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Penggunaan bahasa gaul yang bukan alay boleh saja asal sesuai kaidah EYD-nya. Jangan abaikan mana yang kata depan dan imbuhan, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan kaidah EYD. Baiknya apakah guru pun mengajar dengan memiliki rasa peduli terhadap bahasa pengantarnya.
      Ya, semoga demikian, jangan sampai bangsa Indonesia cuma tahu bicara tapi tak tahu bagaimana menuliskannya. Dan semoga kita tak terjebak dalam kumparan labirin kesalahan berbahasa yang parah.
      Makasih, Fauzi. Aamiin. :)

      Hapus
  15. Timbul perasaan malu setelah baca artikel ini. Soalnya sering banget pake bahasa gaul gitu yang lama kelamaan mengarah ke alay. Tapi perlahan saya juga belajar penulisan EYD yang baik dan benar.
    Kalau ada yg beranggapan EYD itu tidak penting, baru kali ini dengernya. Semoga ga banyak yang beranggapan spt itu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bahasa gaul masih dibolehkan tapi sebaiknya ikuti aturan EYD tentang kaidah penulisan dan ejaan. masalahnya, bahasa gaul yang disingkat kayak lembiru (lempar-beli-baru), kurang komunikatif bagi orang awam yang bukan kaum alay gaul, hehe. Saya terpaksa belajar bahasa alay dari keponakan yang SMK. Malah sempat pusing sendiri karena kudet.
      Memang ada yang beranggapan soal EYD tak penting padahal itu mepupakan kerangka dasar cara berbahasa kita agar tak timbul kekacauan. Semoga saja anak muda sekarang kian kritis dan bisa menghargai bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional yang mempersatukan perbedaan. Semoga pula tak timbul semacam krisis berbahasa Indonesia.

      Hapus
  16. Kalau pesbukers, atau tweeps yang alay sih, sering nemu. Tapi kalau blogger aku belum, tuh (-"-)v
    nggak kebayang deh, bacanya pasti pusing --"

    Aku setelah ini mau kepoin webnya pak ivon yang dikagumi itu ah :D aku juga suka bahasa indonesia :)) walaupun masih suka iseng di-alay-alay-in xD mhehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Eh, salah deng, maksudnya pak ivan, dan kawan-kawan (-"-)

      Hapus
    2. Tulisan alay di blog yang tanpa penjelasan niscaya akan memusingkan yang baca, Nilam, hihi....
      Makasih sudah kepoin rubrik bahasa. Isinya sangat bermanfaat kok. Masa kita kalah pada Wong Bule macam Pak Andre Moller. :)

      Hapus
  17. Wah, bener-bener deh.. Give away hunter banget hahaha..

    Tapi aku lebih banyak setuju seputar bagaimana pentingnya EYD, sekali pun bahasa yang digunakan adalah bahasa gaul. Karena dengan memerhatikan kaidah penulisan menurut EYD, membuat pembaca hanya fokus pada apa yang ditulis, tanpa merasa terganggu dengan penggunaan tanda baca yang tidak sesuai tempat. Dan aku juga sedang memelajari itu :) Dari e-book yang mak upload di grup files BE.

    Terus untuk problem anak muda yang cenderung enggak begitu baik menggunakan bahasa Indonesia, menurutku sih, itu faktor bahasa sehari-harinya. Mereka yang gaya bahasa Indonesianya aneh kebanyakan terpengaruh dengan istilah-istilah bahasa daerah, dan cenderung sulit menemukan persamaan katanya dalam bahasa Indonesia, oleh karena itu cara bertuturnya pun terkesan enggak menunjukkan mereka berpendidikan atau semacamnya. Tetapi ketika mereka berbicara kepada orang tua, atau kepada sesepuh di masyarakat, yang memiliki bahasa sehari-hari yang sama, bahasa daerah, maka kecakapannya sangat diacungi jempol. Kesopanan mereka terhadap orang yang mereka ajak bicara menggambarkan perilaku yang baik sekalipun, ehm, agak lemah pada penggunaan bahasa Indonesia.. haha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Di sini juga penggunaan bahasa Sunda bagi anak muda ada tingkatannya. Pada yang sepuh diusahakan sopan (lemes), tapi kalau pada sesama pakai tingkatan sedeng atau kasar.
      Barangkali juga budaya baca berpengaruh pada anak muda agar bisa gunain bahasa dengan baik. Kita boleh saja pakai bahasa santai dan gaul, tapi jangan lupakan kaidah penulisan kata atau tanda baca dalam bahasa Indonesia sekaligus bahasa daerah masing-masing. Ingat, bahasa Sunda juga ada kaidahnya yang sama seperti EYD, cara penulisan dan tanda baca. Bahasa Madura juga, 'kan?

      Hapus
  18. bener kata si Huda. GA hunter banget... semoga menang ya mbak.. :D

    Buener banget mbak, sekarang udah jarang yang memperhatikan EYD nya. apalagi kalo nulis di sosial media. tapi kan kalo nulis di blog tulisannya EYD smeua, agak bosen juga kali mbak, makanya biar nggak bosen pake bahasa sehari-hari tapi nggak alay (kalo aku sih gitu ya)

    nulis alay di fb, twitter sih oke-oke aja. misal 4qu k4n93n b4n93t s4m4 kamu"

    tapi kal di blog jangan sampe deh ya nulis alay. kan puyeng bacanya. secara di blog tulisannya lebih panjang. hahah

    BalasHapus
    Balasan
    1. jadi GA Hunter itu asyik, loh, Risah. Ikutan yuk, hihi....
      Bahasa alay itu boleh saja dan tak dilarang, yang jadi masalah adalah bagaimana dengan kemampuan anak muda gaul sekarang dalam menerapkan ajaran bahasa Indonesia? Apakah itu ada kegagalan sistem pendidikan? Mengapa banyak yang tidak tahu bagaimana cara menulis kata atau kalimat sampai menaruh tanda baca secara tepat?

      Hapus
  19. Selamat kakak terpilih mendapatkan 'The Liebster Award' dari aku. Info lebih detail cek di: http://gebrokenruit.blogspot.com/2014/07/the-liebster-award-bukan-penghargaan.html
    Makasih kakak

    Salam dari Galassia del Sogno

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih, Rosiy. Jadi terharu. Baru kali ini saya dapat award. Ehm, berasa disayang karena Liebster Award merupakan bentuk perhatian sesama blogger pada teman blogger lainnya. :)
      Salam dari Ikan Kecil Merenangi Samudra Luas juga.

      Hapus
  20. Jangankan EYD lah anak sekarang itu suka buat bahasa yang nyelenah sendiri tanpa memikirkan nasib bahasa dari bangsanya sendiri. Bahasa yang baik itu salah satu cermin sebuah bangsa yang besar

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tepat sekali, Mas Bayu. Namun semoga masih banyak insan muda yang peduli pada bahasa Indonesia, dan tugas kita sebagai blogger adalah mengusahakan agar tak terjadi kumparan kesalahan yang sama dengan peduli EYD jika menulis, sebab tulisan kita bisa menjadi acuan pembaca yang lewat.

      Hapus
  21. Apakah tidak memungkinkan bahwa bahasa alay menempati sisi tersendiri dari perkembangan bahasa indonesia sebagai hasil dari olah budaya masyarakat. Dengan muncul EYD menurut saya adalah bentuk kekakuan kita pada perkembangan bahasa Indonesia. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. EYD bukan aturan kosakata melainkan cara menulis/pedoman istilah dan tanda baca. EYD bukan dibuat untuk memperkaku bahasa Indonesia, hanya merupakan aturan yang memandu pengguna bahaas Indonesia agar tidak kacau atau bingung harus bagaimana. Panduan yang dibuat itu merupakan hasil kesepakatan para ahli bahasa. Bahasa Inggris juga ada EYD-nya, kok. Seperti mengapa I harus ditulis kapital sedang you dan kata ganti lainnya tidak. Dalam bahasa Indonesia yang ditulis kapital untuk kata ganti orang adalah Anda. Ini hanya contoh kecil dari EYD.
      Terima kasih sudah mampir, Jeng Yuni. Salam kenal.

      Hapus
  22. Saya stres baca bahasa alay, Mak. Heran deh, ada yang kuat menulis dan membacanya. Mudah2an jangan sampai ada blogger alay

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kita senasib, Mak Niar, hehe. Baca tulisan kombinasi hurruf dan angka itu berat banget. Apalagi huruf yang di-Rusia-in. Sekarang variasi alaynya bertambah jadi bahasa sandi yang cuma dipahami orang tertentu pencandu kode-kodean, hihi....

      Hapus
  23. Bahasa alay yang marak sekarang..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Di zaman saya remaja yang marak bahasa prokem (preman). Setelah emak-emak yang marak adalah alay. Kalau sudah nenek-nenek panjang umur, bahasa apa yang marak, ya? Hihi....

      Hapus
  24. itu dia bahasa alay akan keluar kalo memang sering gaul juga ditempat alay dan akan terbawa bawa ketempat yang bukan alay :d

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe, itulah, kita ingin bisa diterima lingkungan, salah satu cara asimilasi yang pas bagi kaum muda adalah bahasa. Asal jangan lupa pada kaidah EYD saja. Boleh alay, asal tahu bagaimana cara menulis satu paragraf cerita yang teliti tanda baca sampai hal mendasar lainnya.

      Hapus
  25. hahaha :D
    aku kok jadi inget masa-masa SMP dulu ya teh, nulisnya tuh kAiAq giNie, kalau di inget-inget sekarang kok jadi malu sendiri -_-

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe, yang penting di blog gak nulis gitu, yang baca harus ekstra mikir melototin bahasa alaynya.
      Tapi sekarang Fuji sudah mahasiswa jadi masa alay itu cuma sekadar bunga penghias remaja.

      Hapus
  26. Walaikummusalam. *Buka pintu, mempersilakan masuk. Ternyata tamunya sudah raib dan hanya meninggalkan jejak, :v
    Pesan diterima. Ehm, lembiru sudah ditemukan di blog Abang Soeman. Iya masih senang berburu GA, asyik saja, ada bahan untuk isi blog, cuma senewen kala jelang DL sinyal malah lemot.
    Makasih Abang sudah mampir. Sip, akan meluncur ke TKP setelah bersiap-siap dulu. *Ke dapur, nyiapin menu sahur.

    BalasHapus
  27. hahaha, di tempat kerja saya lagi marak2 nya tu peke bahasa alay,,,,,,

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waduh, seru tapi apa tak membingungkan, hihi.

      Hapus

Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan jejak persahabatan berupa komentar agar bisa menjalin relasi sebagai sesama blogger. Soalnya suka bingung, SILENT READER itu siapa saja, ya? :D