Jumat, 25 Juli 2014

Black is Geblek

JIKA ada yang bilang hitam itu warna yang sangat-sangat-sangat misterius, sama seperti halnya kucing hitam di malam kelam  yang sekonyong-konyong nongol mengedarkan pandang dengan mata setajam laser dan berkilat-kilat lalu menerkam tikus lewat untuk disantap. Ehm, itu sih kucing tetangga yang kelaparan dan rajin mengganyang hama bukan jejadian. 


Saya tak berminat bicarain hal mistis dari efek warna hitam yang berkesan sangat dark. Iya, hitam itu gelap. Iya, hitam itu luwes jika dipadupadankan dengan warna apa pun. Iya, hitam itu unsur dasar alam yang paling dominan. Sepatu anak sekolahan saja wajib hitam semua apalagi sepatu tentara. 

Jadi ingat masa SMP dulu, sekolahnya ‘kan ketat dan super disiplin. Semua anak wajib bersepatu hitam tanpa kecuali. Benar-benar diskriminasi bagi sepatu putih apalagi yang pengen nekat nyeker dengan alasan pijat relaksasi kaki. 

Karena itu, kala SMU, saya balas dendam dengan pakai sepatu kets putih merek Y#$% yang sayangnya cepat jebol dalam hitungan bulan gara-gara merana dipaksa digeret-geret mulu sepanjang jalan kenangan desa berbatu-batu sejauh 3 km kurang lebih. 

Saya tidak antipati dengan hitam, saya hanya merasa sedang alami pemberontakan warna, anehnya kebanyakan barang saya jarang yang berwarna hitam. Mungkin kecenderungan alamiah mencari sesuatu yang lebih bersinar. Seperti putih dan abu-abu (itu mah seragam sekolah!). Putih dan abu-abu dipadupadankan itu keren-keren-keren! *Waktu itu persepsi ABG labil yang bahagia bisa sekolah sampai SMU.

Yah, sejak kecil saya selalu beranggapan bahwa pelajar berseragam putih abu-abu itu insan unyu. Dunia saya masih terbatas perpektifnya. Boleh dikata, saya tak pernah memikirkan warna hitam untuk dijadikan bagian berbusana. Kecuali celana stretch hitam yang sepertinya seksi.

Dan untuk tahu bagaimanakah hitam memengaruhi aspek kehidupan, saya harus melakoninya dulu. Menjadi cerita sial yang tidak pantas ditiru. Jadi, Wahai Saudara pembaca tulisan ngeyel ini, jadikan bahan pembelajaran yang layak direnungkan semendalam-dalamnya penuh penghayatan agar tak kejeblos lubang hitam sama. 

Minggu pagi yang cerah dan bertralala adalah jadwal ekskul latihan karate di sekolah saya. Napa tralala? Bagi jomlo akut yang sudah lama putus dengan pacar tersayang (saya yang minta putus, hihi), saatnya ngelaba pada teman sekolah beda kelas yang juga sama ikut karate. 

Senpai bersabuk satu tingkat di atas saya karena sudah lama ikut ekskulnya sejak 3 SMP. Bahagianya jika tiap hari bisa lihat doi yang sudah saya gebet pada pandangan pertama kala sama-sama diopsek. Meski cuma lihat doang dan tak bersapa-sapaan. Duluan senyum saja saya tak bisa. *Malu itu kaku, kaku itu malu. Malu-malu tapi mau.

Yang bikin saya tambah senang adalah akan ramai-ramai pelesir ke Curug Cindulang di Cicalengka bareng beberapa teman sekelas. Jadi, saya ribet sendiri bikin persiapan busana apa yang terbaik. Saya pengen keren. (Kala itu kata gaul bukanlah pilihan diksi populer karena gaul artinya bergaul-pergaulan-pokoknya interaksi bukan gaya hidup atau konotasi macam sekarang ini.) 

Tahulah sebagai cewek saya merasa rada ribet, piknik ke sungai serasa ke pesta saja. Jadi, dengan noraknya saya pakai all black dari ujung kepala sampai kaki. Sepatu pantofel hitam, celana jeans Levi’s hitam, kemeja hitam (hasil colong pinjam punya kakak lelaki), tas sekolah hitam (salah beli), dan topi hitam (hasil paksa pinjam punya teman lelaki yang lagi bengong di depan rumah orang, gak tahu mau ngapain). Alhasil, dengan barang-barang hasil gituan, saya merasa sukses jadi nona layak gabung di tim MIB (Men in Black). Eh, enggak, ding, layak pesta siang bolong, hahaha….

Saya senang karena berasa jadi puhatirang (pusat perhatian orang), serba hitam gini bagi saya semoga bisa membuat gebetan suka. Halah, pamrih. 

Tapi ada juga sensei (guru karate) yang bertanya apakah saya akan pergi ke Kota Bandung. Habis, tumben saya resmi banget bergayanya. Biasanya cuma pakai kaos oblong dan sandal model jepit doang. Tadi juga di jalan, kala menunggu sado, saya sempat “sial”, elf selalu berhenti tepat di depan saya. Masa saya harus loncat naik ke atas elf padahal jarak sekolah tidak terlalu jauh dan cuma dalam hitungan menit bersado. 

Saya adalah insan konyol, selepas latihan karate dan jam istirahat, langsung cabut dari dojo yang cuma di halaman sekolah setelah Sophie, sobat sebangku, nongol. (Namanya Siti Sopiah, asal Kampung Saapan, Cigawir, Sophie adalah panggilan sayang saya untuknya.) 

Pamit pada yang lain. Padahaaal, sih, saya masih ingin terus latihan, terus ngelaba pada subjek cinta platonis jilid IV yang itu-itu saja orangnya. Apalagi jam 10 itu, cuaca lumayan bagus dan hidup bagi saya baik-baik saja sebagai jomlo yang tak risau dengan status kejomloannya (saya suka menghindar tiap diuber cowok!).

Konyol karena napa harus buru-buru cabut latihan sebab teman-teman pada ngaret datangnya. Jam 10 molor sampai nyaris tengah hari. Di mana-mana ternyata yang namanya ABG labil selalu pada ngaret. Terpaksa berbengong ria di rumah Ipih, base camp kami di sebelah Puskesmas Limbangan. Foto-foto gaje pakai kamera saku plus gaya kaku. (Kala itu selfie belum musim!)

Begitu semua pasukan piknik berkumpul plus barang bawaan berupa nasi dan lauk pauk untuk liwetan, ternyata ada seorang personel yang tertinggal. Nani, komandan pasukan sampai merengut kesal karena mamang angkot carteran pulang-pergi BT menunggu (sebenarnya istilah pulang pergi atau PP terasa janggal, tapi apa boleh buat atas nama kelaziman terpaksalah kejanggalan itu mengabadi). 

Terpaksalah cowok tengil bernama Abu (yang saya sayangi sampai sekarang), dijemput langsung ke pesantrennya di Cibiuk, dari Limbangan angkot harus memutar arah ke Jalan Leuwigoong demi misi penyelamatan pemaksaan Abu yang entah lupa atau sulit izin dari pesantren tempat mondoknya.

Alhamdulillah, kami tiba dengan selamat di Curug Cindulang (atau juga sering disebut Cinulang). Tidak sebesar Tawang Manggu dengan air terjun Grojogan Sewu, sih. Namun saya senang bisa ngerasain asyiknya hura-hura bareng teman sekelas. (Berasa muda lagi kala menulis ini!) 

Jarak dari Limbangan ke Cicalengka lumayan jauh, sekira 1 jam kurang lebih. Ke curug ternyata harus berbelok menuju jalan menanjak dan itu lumayan jauh juga, melewati jalan desa lalu perkebunan dan hutan. Lumayan sepi. Duh, napa banyak lumayan. Garing!

Di sungai, saya menyesali diri karena pakai sepatu pantofel yang tidak mungkin diajak berbasah-basah plus tidak nyaman melewati jalan berbatu, kepanasan dengan serba hitam karena bergerak di ruang terbuka tengah hari gitu, merasa kurang kinclong akibat efek warna jadilah di foto saya terlihat kusam. 

Huhu, pengen tukaran atasan saja dengan Abu yang pakai kaos pink keren! Iya, Abu pakai kaos pink tapi tetap terlihat pantas, warnanya pastel gitu dan ada tulisan Spirit (atau Esprit?) entah apa -- yang jelas bukan gambar Barbie, he he…. Dan tas saya yang isinya cuma baju karate doang terasa ikut panas di punggung, bahannya karet lateks, benar-benar efek salah beli!

Sejak itu saya kapok dengan hitam. Kapok siang-siang pakai busana hitam, kapok beli beli tas bahan demikian (korban musim!). Ternyata saya butuh waktu lama untuk menyadari info penting setelah dewasa. Warna hitam tak oke dipakai tengah hari membara gitu! Tidak percaya? Silakan buktikan sendiri. 

Alam punya cara untuk menyerap warna dasar kehidupan, seperti hitam yang entah mengapa sangat cepat menyerap panas dibanding putih. Ehm, baju karate saya syukurnya putih. Dan sampai sekarang saya tak begitu suka fashion warna hitam!*** 

Limbangan, Garut, 24 Juli 2014

Artikel ini diikutsertakan pada #BlackGiveaway


#Giveaway #NyareInfo #RuthadaningInayaa #BlackGiveaway



6 komentar:

  1. Makasih, Deka. Ikutan juga, yah. ;)
    Sip meluncur.

    BalasHapus
  2. haha lucu ya mbak rohayati muda. mungkin itu semacam masa cabe-cabeannya mbak ya :D.

    BalasHapus
  3. oh lagi ikut GA ya mbak? Semoga menang ya!

    BalasHapus
  4. eh si abu itu suaminya mbak yang sekarang ya..... :D awet dong hahahha.


    tapi kalau pake hitam itu kelihatan elegan loh mbak, daripada pake warna cerah kayak jajan pasar hahhahahha :D .

    BalasHapus
  5. masa muda memang masa yang berapi api yaaa cc...aku jadi inget masa masa mudaku jugaa hehehe...tapi aku khan emang masih muda..dan kreatipnya pengalaman itu dihubungkan sama warna hitaaaaam..kreatip bingit dah cc..ngomong ngomong mohon maaf lahir dan batin nyaaaak...:) makasih infonya semoga bisa ikutan InshaAlloh :D

    BalasHapus
  6. Walah, kalo pakai serba hitam dari atas sampai kaki, apa nggak serem, tuh, Mbak?

    BalasHapus

Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan jejak persahabatan berupa komentar agar bisa menjalin relasi sebagai sesama blogger. Soalnya suka bingung, SILENT READER itu siapa saja, ya? :D