Orang yang memerankan atau pemegang
kendali dalam kehidupan sehari-hari disebut Pemeran. Korban adalah orang yang
dikendalikan. Meskipun demikian, hidup sering membawa kita dalam lakon absurd.
Menjadi Pemeran sekaligus Korban, atau
Korban yang punya andil sebagai Pemeran.
Oleh ROHYATI SOFJAN
DATA
BUKU : Perempuan Lolipop
PENULIS :
Bamby Cahyadi
PENERBIT :
Gramedia Pustaka Utama
CETAKAN :
Pertama, Februari 2014
TEBAL :
198 Halaman
ISBN :
978-602-03-0259-1
HARGA : Rp50.000
BAMBY Cahyadi mengurai keadaan demikian
dalam kumpulan cerpen Perempuan Lolipop.
Setiap tokoh memiliki porsi tersendiri, sebagai korban sekaligus pemeran. Tiada
bedanya. Lakon inferior atau superior dalam kehidupan sejatinya sering kita
perankan secara bergantian. Dengan atau tanpa kita sadari.
Dalam “Credo Quia Absurdum”, Suhardiono merasakan betapa terkutuknya
ramalan yang semula ia percayai
karena mustahil terjadi. Ramalan itu malah memakannya dalam suatu kecelakaan
yang merenggut korban. Suhardiono, sebagai penabrak, adalah pemeran yang
kehilangan sebab korbannya anak sendiri yang hendak ia jemput!
Pertukaran peran pemeran-korban terus
berlanjut dalam “Tubuhku Tersesat di Jalan Pintas”. Bagaimana tubuh hanya
medium bagi pertukaran roh. Bamby Cahyadi telah mengubah korban sebagai
pemeran. Yang dibunuh malah hidup dalam jasad pembunuh, sedang pembunuh ikut
mati dalam jasad korban yang dibunuhnya. Pertukaran ragawi semacam itu
melahirkan alur ketegangan kala korban mencoba pulang ke rumah, menemui
keluarganya. Yang ditemui adalah absurditas, ia ditolak anak dan istrinya
karena menempati tubuh yang salah. Ketika menyadari, ia tersesat dalam panik
yang teramat sangat, berlari mencari tubuhnya yang hilang di tempat kejadian.
Ada kekacauan dunia mimpi, kehampaan
lakon manusia yang sering kita alami. Kematian merupakan hal dominan dalam
kehidupan sama halnya dengan kelahiran. Kematian seringkali melahirkan kegilaan
karena meninggalkan kehampaan bagi yang ditinggalkan. Demikianlah dalam “Aku, Polisi,
dan Pistol”. Seorang anak yang kehilangan ayahnya memilih cara menyalakkan
pistol peninggalan sang ayah pada objek tikus pengganggu daripada bunuh diri.
Sebaliknya seorang tokoh yang ingin
mati dengan cara bunuh diri malah bertukar jasad dan peran dengan orang yang
ingin hidup (“Dua Rangkai Kisah Kematian”). Dan seorang perempuan yang ingin
mati mencipta dunia tersendiri dalam lukisannya setelah selalu terganggu mimpi
buruk (“Mimpi Stefani”).
Setiap pemeran dalam kehampaan berupaya
menemukan jalan keluar dari labirin tak berujung yang memerangkapnya. Lelah
menjadi korban permainan peran, seorang suami menemukan kedamaian kala
menyadari bahwa dunianya tidak sama lagi setelah diikhlaskan istrinya (“Nadya
Lebaran Sendirian”). Atau arwah seorang nenek dalam wujud gadis kecil peniup
harmonika di kuburan menerima kenyataan bahwa ia harus tenang di alamnya,
setelah yakin telah bertemu reinkarnasi
suaminya dalam wujud seorang bocah laki-laki yang menemani bermain (“Peniup
Harmonika”).
Balutan bahasa Bamby yang indah dan
meliuk membawa emosi pembaca untuk ikut meliuk, penasaran dengan kelanjutan
cerita sampai ending-nya yang kadang
dibuat twist. Nuansa muram memang
dominan karena tema yang dibawanya cenderung berat: kematian dan kehampaan.
Tak
ada cara terbaik menikmati perjalanan selain membiarkan dirimu tersesat. Ketika
berhadapan dengan jalan yang tampak tak berujung dan jembatan serupa yang
membingungkan. Terus saja berjalan. Setiap belokan, setiap sudut, menghadirkan
misteri tersendiri. Tersesat adalah anugerah, karena dirimu tak tahu apa yang
menanti di balik tiap kelokan. Bukankah begitu dengan kehidupan, bahkan
kematian sekalipun? (Hlm 69.)
Perjalanan dalam ketersesatan ternyata
menantang sekaligus mengasyikkan. Pun seseorang bagi kita bisa menimbulkan
tanya tentang sosoknya. Pernahkah kamu
melihat seorang perempuan muda yang tampak begitu rapuh? Pernahkah kamu melihat
seorang perempuan yang tampak begitu kesepian? Perempuan itu, duduk sendirian
di satu sudut gelap di sebuah kafe sambil menjilati permen lolipop
kegemarannya. Ujung lidahnya bergerak-gerak pada permen berwarna-warni itu. Dia
menjilati lolipopnya, menikmati rasa buahnya, sembari berpura-pura tak
memikirkan apa pun. (“Perempuan Lolipop”)
Dalam cerpen itu Bamby mengurai dunia
yang seakan surealis. Kenyataan berbaur dengan hal yang tampak absurd,
berpura-pura seakan masih hidup. Pun dalam “Dunia Murakami”, keganjilan adalah
keindahan. Bertemu sosok perempuan misterius yang bisa memasuki dunia cerita
Haruki Murakami dengan masuk ke halaman sekian novel 1Q84.
Ada 19 cerita bernas dalam kumcer tebal
ini. Perempuan Lolipop layak Anda
baca, sastra menjadi sesuatu yang asyik dicerna. Merenungkan kematian dan
kehampaan sebagai bagian dari relung bawah sadar yang sering kita abaikan. Dan
tokoh-tokohnya memiliki naluri dasar berupa hasrat untuk bertahan. Sebagai
korban maupun pemeran!***
Cipeujeuh,
14 Maret 2014
#ResensiBuku #PerempuanLolipop #BambyCahyadi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan jejak persahabatan berupa komentar agar bisa menjalin relasi sebagai sesama blogger. Soalnya suka bingung, SILENT READER itu siapa saja, ya? :D