TEMA LOMBA BLOG #PameranBukuBdg
1. Hari ke-1 [25 Agustus 2014]
Pernahkah teman-teman mengunjungi pameran? Pameran apa yang
paling menarik yang pernah dikunjungi? Kenapa menarik? Bagaimana dengan pameran
buku?
Apa yang membuat sebuah pameran buku menarik selain berburu
diskon? Tulis opini/reportase berdasarkan pengalaman teman-teman, sekecil
apapun pamerannya. :)
Asyiknya Berburu di Pameran Buku Bandung
BAGI bookaholic alias penggila buku, betapa menggairahkannya berkunjung
ke pameran buku daripada pameran lain seperti pameran lukisan, misal. Pameran
lukisan memang asyik, sayang cenderung sepi dan sarat kontemplasi. Cocok
dinikmati kala masih lajang dan butuh ruang me
time dengan sesuatu yang berbau seni untuk mem-booster spirit menulis lagi agar lebih peka. Pameran seni lukis
yang pertama kali saya kunjungi ada di auditorium Gedung CCF de Bandung, Jalan
Purnawarman, tahun 2004. Lukisannya bagus banget, dan kebetulan pelukisnya ada
di sana. Ikut mengamati saya yang takjub dengan ekspresi senang. Sayangnya saya
terlalu malu untuk berbincang mengenai lukisannya. Cuma bilang bagus saja
dengan nada suara kagum. Soalnya suasana sepi dan saya satu-satunya yang
berkunjung ke sana. Atmosfer demikian membuat saya tak PD atau kurang nyaman, tidak
ajak teman, sih.
Berbeda
180 derajat kala berkunjung ke pameran buku, ramai banget, kayak pasar. Iyalah,
pameran buku ‘kan merupakan pasar khusus dari penerbit yang tergabung dalam
IKAPI Jabar bagi masyarakat pencinta buku untuk berkunjung secara nyaman. Kita
diundang untuk berburu buku-buku baru atau yang lagi beken plus keren.
Menuntaskan rasa kepo terhadap buku
yang kita incar. Bayangkan, betapa asyiknya karena dalam satu gedung, berkumpul
banyak penerbit keren, indie atau
mayor, yang bisa kita pilih plus pilah buku terbitannya. Dan toko-toko buku
beken juga turut buka stand. Kayak
Mitra Ahmad yang pernah saya kunjungi di Pasar Palasari, Bandung.
Dengan
kata lain, kita dimanjakan agar tak usah mutar-mutar keliling Bandung demi buku
incaran. Cukup di satu tempat kayak Gedung Landmark, Jalan Braga, Bandung yang
luas dan adem. Braga adalah jalan kenangan sepanjang masa saya. Menyusuri jalan
kenangan sambil berburu buku berasa sekali mendayung, tiga pulau terlampaui.
Berkenang-kenangan, berburu buku, sampai beroleh teman baru.
Yap,
saya beroleh banyak hal dari pameran buku!
Pertama
kali mengunjungi pameran buku di Gedung Landmark kala 3 SMU. Nekat banget, dari
Limbangan, Garut ke Bandung pakai acara boongin
orang rumah dengan ngatain akan
nginap di rumah teman Cibiuk untuk Agustusan. Yeah, kala itu sebagai pelajar SMU, biasanya wajib isi absen di
acara sebelum 17 Agustus untuk pawai sore yang dihadiri semua sekolah di
kecamatan Limbangan. Pagi-pagi, 16 Agustus 1996, berangkat dari rumah dengan
seragam lengkap, malah langsung ke terminal, naik angkot untuk ke Stasiun Cicalengka.
Turun di Stasiun Bandung, kelimpungan cari lokasi gedungnya. Di perempatan
Jalan Braga, dekat Restoran Maison Bogerijn, tanya seorang bapak sambil
menyodorkan guntingan koran iklan pameran buku. Bapak itu bilang terus saja
lurus ikuti jalan sampai bertemu gedungnya.
Wuih,
meski kenal daerah Braga cukup baik karena lahir dan besar di Bandung, tapi
tidak tahu nama gedung yang ada di sana. Berdebar-debar rasanya, takut kesasar.
Untungnya kekhawatiran saya tidak perlu. Umbul-umbul dan banner pameran dipasang mencolok, memudahkan saya untuk tahu. Pameran
belum buka, saya datang kepagian. Belum jam delapan. Menunggu di luar bareng
beberapa pengunjung. Terus terang saya berdebar-debar, baru kali ini menghadiri
acara pameran buku, pakai acara bohongi ortu, takut kepergok saudara.
Kekhawatiran
yang tidak perlu, kebetulan itu hari terakhir pameran, suasananya masih lumayan
sepi, saya nyaman menyusuri setiap stand yang ada. Berhasil menemukan buku
ekonomi titipan teman dan sosiologi untuk saya di stand Penerbit GANECA EXACT
BANDUNG, dapat diskon. Belanja beberapa majalah sains murah yang sekarang
sayang tidak terbit lagi, Etos.
Sayangnya saat itu belum ada acara pendukung pameran seperti sekarang, jadi
terasa sepi.
Dibandingkan
dengan dulu, saya merasa pameran kedua yang diikuti pada tahun 2000 lebih seru.
Ada panggung untuk event lomba, bedah
buku, seminar, atau hiburan seni berkat peranserta Yayasan Jendela Seni Bandung.
Pengunjung jadi leluasa duduk menyimak sambil istirahat. Dari pagi sampai malam
acaranya. Dari jam buka sampai tutup.
Disadari
atau tidak, event semacam itu memberi
nilai lebih pada pameran buku. Memperseru suasana. Saya bahkan bisa kenalan
dengan orang yang duduk di sebelah. Teman baru yang ikut lomba atau sekadar
menonton acara. Mengobrol ringan. Rasanya betah main ke pameran buku, selain
bisa beli buku murah hasil diskonan, bisa dapat buku langka yang saya idamkan.
Pernah,
loh, di stand Mizan, saya bersorak girang begitu menemukan buku Teras Terlarang karya Fatima Mernissi
yang sudah lama diincar. Pas tanya harganya, penjaga bilang agar lihat sampul
belakang. Saya bengong begitu lihat harganya. Cuma Rp7000! Harga aslinya
Rp28400.
Wuih,
belanja di sana selalu dapat diskonan. Dapat buku idaman yang saya kira sudah
tak ada lagi karena terbitan lama. Sejak itulah, dari tahun 2000 sampai 2003
saya selalu menghadiri acara pameran buku di Gedung Landmark. Sayangnya sejak
2004 sampai sekarang tidak bisa lagi menyambangi hal demikian, pulang kampung
dan status keuangan pas-pasan untuk borong buku secara elegan, hehe. Bisanya
beli secara online ke penerbitnya
atau teman.
Saya
sungguh sangat-sangat-sangat rindu acara demikian, hadir di pameran buku bukan
sekadar belanja semata. Bisa bersua dengan beberapa persona yang telah lama
dikenal atau kenalan baru yang kebetulan nongkrong di kursi untuk panggung
acara. Mengobrol dan tertawa adalah hal menyenangkan bagi saya. Pernah, teman
saya, Rusi Hartati, yang pegiat Yayasan Jendela Seni Bandung, betah nongkrong
dari pagi sampai malam, sejak jam buka sampai tutup. Kebetulan banyak acara
seru di sana. Lomba fesyen atau menggambar dan mewarnai untuk anak-anak, bedah
buku dan sign book, seminar, teater,
baca puisi, sampai lomba seni lainnya untuk pelajar, mahasiswa dan umum. Lapar?
Jangan khawatir, ada stand jajanan, plus di luar banyak tempat makan sampai gerobak
mamang gorengan.
Bagi
saya, pameran buku Bandung di Gedung Landmark, Braga tidak sekadar pasar buku
semata, sudah terlalu banyak pasar buku berikut toko buku murah, yang
terpenting lagi adalah suasananya yang membuat pengunjung betah. Bahkan yang
baru berkunjung jadi kecanduan untuk datang dan datang lagi. Sekadar belanja
atau main saja.
Titik
utama dari pameran adalah acara penunjangnya, dan itu butuh penyelenggara acara
alias even organizer yang apik dan
kompak kinerjanya.
Semoga
saja kelak saya ada rezeki lumayan untuk menyambangi Bandung tercinta demi main
dari pagi sampai malam bareng anak dan suami di pameran buku. Saya ngiler, loh,
dengan buku anak sampai mainan edukatif yang biasa ada di sana. Pernah lihat
ensiklopedia untuk anak kala masih lajang main di stand sana, sayang harganya
belum terjangkau ukuran dompet saya, hehe.
Ah,
betapa saya sangat rindu pameran buku. Sering patah hati kala beberapa pameran
terpaksa terlewati untuk dihadiri. Saya suka suasananya yang tak diperoleh di
toko buku besar macam Gramedia, misal. Kehangatan dalam keriuhan!
Limbangan, Garut, 26 Agustus 2014
#PameranBukuBdg2014