Kamis, 03 April 2014

Dengan Kereta, Unforgettable Journey Berakhir pada Dikencingi Monyet!


Berhubung gue jarang banget melakukan perjalanan yang pantas dicatat sebagai kenangan, gue sempat bingung mau nulis apa kala baca pengumuman giveaway-nya Mak Muna Sungkar. Hem, gue pengen banget ikut. Siapa tahu jadi pemenangnya yang dapat hadiah ciamik.

Gue gak kapok ikut giveaway atau lomba blog meski kalah mulu, xixi. Namanya juga usaha dan positifnya bisa menambah jumlah pertemanan sesama blogger, plus ternyata merampingkan trafik rank alexa gue yang kala dipasang pertengahan Februari (gue bikin blog ini Desember 2013), 22 juta lebih menukik turun jadi 2 juta lebih sejak bulan Maret. Busyet, hanya dalam waktu sebulan bisa mengikis nilai 20 jutaan. Keren! (Gue GR, padahal belum seberapa dengan orang lain yang paling rajin isi blog tiap hari sampai dalam jangka waktu sebulan bisa menukik jadi ratusan.)
Gue emang kecewa kala kalah, tapi gue enggak menyalurkannya dengan banting barang di rumah. Kasihan barang gue kalo dibanting-banting gitu. Lagian gak semua barang tahan banting, terutama jenis pecah-belah kayak piring dan gelas beling. Ada juga piring seng, tapi nanti tetangga bakal heran kalo dengar penghuni rumah sebelah ngamuk-ngamuk gak karuan. Buku juga sayang buat dibanting, harganya mahal zaman sekarang. Tapi kalau dibolehin main banting, gue pengen bantu toko yang diskonan agar barangnya bisa lebih banting harga. Kian ngawur gue ini. Bangun tidur, habis mandi, lalu melindur.
Balik pada topik semula soal perjalanan tak terlupakan alias unforgettable journey, gue kala baca pengumuman Mak Muna di blognya sempat mikir panjang-pendek. Kira-kira stok cerita lama tentang perjalanan gue kala bocah layak dikonsumsi publik gak? Maksud gue, apa gak masalah nyodorin cerita lama yang barangkali sudah kedaluwarsa karena dilakukan pada tahun 1987, kala usia gue baru 12 tahun?
Gue gak punya cerita lain yang seru apalagi yang saru, hehe.
Jarang jalan-jalan, kagak ada modal. Tapi gak nolak kalau suatu saat kelak ada yang ngemodalin gue agar bisa jalan-jalan bareng keluarga. (Lebay!)

Kilas Balik Tahun 1987 
Usia gue baru 12 tahun Desember itu (tahun sekarang udah 38 jelang 39 November nanti, tua ya gue ini). Suatu hari nyokap bilang kita akan ke Jawa, nyuruh gue milih baju sendiri untuk ke sana. Gue pikir Jawa-nya Pangandaran, tempat kerabat dari pihak keluarga besar bokap “bermarkas”. Perbatasan dengan Cilacap, Jawa Tengah. Yah, bagi bokap Pangandaran adalah kampung halamannya meski lahir di Mataram, Lombok. Ortunya (kakek dan nenek) kawin di Jembrana, Bali, tempat asal nenek. Terus bokap besar dan sekolah di Purwakarta mengikuti penugasan kerja kakek yang mantri air. Dewasanya kerja dan kuliah di Bandung, lagi-lagi mengikuti kakek yang pindah tugas lalu jadi tuan tanah cukup kaya di kota kelahiran gue.
Malah melantur ke silsilah keluarga segala, maaf. Cuma pikiran polos gue tentang Jawa ya Pangandaran, hehe. Orang-orangnya kebanyakan berbahasa Jawa meski ada juga yang Sunda. Gak lucu, gue sempat mikir bisa jalan-jalan ke pantai lagi dan nekat mau bawa seragam olah raga SD. Hihi.
Seragam gak dibawa, nyokap yang larang. Gue diajak naik KRD dari Stasiun Kiaracondong ke stasiun Bandung. Turun dari KRD, menunggu bokap dulu. Lalu nyokap ajak gue cari kereta lain yang lagi mangkal di peron. Tanya-tanya pada pramugari kereta yang tinggi dan cantik. Ditunjukin arah gerbong. Di pintu masuk gerbong terpampang kertas pengumuman berisi rombongan keluarga besar karyawan PJKA (sekarang PT KAI) yang hendak ke Solo.

Foto dari


Solo, hem. Gue pikir cuma segerbong doang untuk nanti turun di Stasiun Banjar. Gue bukan tipe anak yang doyan ribut tanya-tanya. Kami masuk dan cari tempat duduk. Menunggu bokap yang entah kapan akan datang.
Satu per satu gerbong dipenuhi penumpang. Rekan kerja bokap ‘kali, bareng keluarganya. Gue hepi bisa duduk di gerbong kelas bisnis. Kursinya empuk. Ada kipas anginnya di atas langit-langit gerbong. Jambannya bersih dan air ngocor full. Berasa jadi eksekutiflah, hehe.
Setelah ditunggu sekian lama, bokap baru nongol. Sendirian gak bareng abang gue. Gue heran. Tapi kayak biasa gak banyak tanya. Jarang banget kami sekeluarga melakukan perjalanan bareng secara utuh. Abang gue yang udah STM termasuk badung dan biang kerok keluarga. Apakah karena bokap, sebagai kepala koperasi karyawan di bagian keuangan, terlalu sibuk kerja dan kurang perhatian pada keluarga? Tiba di rumah selalu jam 7 malam, padahal rekan sekantor lain di Balai Besar PJKA ada yang pulangnya sore, bahkan siang! Ada rahasia keluarga yang belum gue tahu waktu itu, menyangkut ketidakharmonisan ortu yang disembunyikan di depan anak-anak dan tetangga. Bokap adalah misteri terbesar dalam hidup gue sampai sekarang.
Akhirnya kereta bergerak juga, meninggalkan Stasiun Bandung yang dingin jelang senja. Makanya disebut kereta senja, hehe. Gue sangat menikmati perjalanan apalagi kursi di depannya cuma buat kami bertiga. Bokap nyewa bantal buat tidur dari pramugara yang keliling nawarin bantal pada penumpang. Gue sempat pikir itu gratis gak tahunya bayar, hehe. Dua bantal buat gue dan nyokap. Beli teh botol juga. Asyik, jarang banget dapat kesempatan minum teh botol. Duh, apa-apa bagi gue berasa mewah daripada sekarang. Maklum anak kecil yang belum bisa cari duit sendiri dan gak diizinin minta macam-macam. Zaman sekarang mah sudah ada teh gelas gopekan sampai seribuan.
Enaknya bisa segerbong rame-rame dengan rombongan karyawan PJKA, beroleh kereta yang nyaman dan tak ada orang lain menerobos masuk. Tidak juga pedagang asongan. Total jumlah penumpang ada puluhan. Gue gak ngitung tapi banyak banget. Dan semuanya kebagian tempat. Masih ada kursi kosong.
Di perjalanan, beberapa kali gue terbangun tiap kereta singgah di stasiun. Lama banget nyampe Banjarnya. Maklum gelap karena malam jadi gak semua stasiun bisa gue tahu namanya. Ada banyak nama stasiun yang asing. Yang jelas, Banjar lewat!
Gue heran, tanya bokap (atau nyokap, lupa), akan ke mana? Ke Solo! Wow, iya wow deh. Seumur hidup gue belum pernah menjejak kaki ke ujung Jawa paling jauh.
Gue suka perjalanan malam dengan kereta. Bokap nunjukin gue kerlip lelampuan di atas bukit. Indah dan syahdu kala itu. Bukitnya belum digerogoti perumahan padat. Kadang serem juga kala lewat tepi jurang curam yang di bawahnya ada sungai atau hutan. Kadang lewat jembatan, aduh panjang nian. Gue heboh banget! Rasanya malam itu tidur gue gak nyenyak. Terjaga mulu karena gak biasa tidur di atas kereta. Yang sebentar-sebentar jegleg, tuuut-tuuut.
Tahu-tahu tibalah kami di Stasiun Solo Balapan (nama yang aneh bagi gue, apakah di sana sering ada balap mobil atau motor, hehe), setelah menghabiskan entah berapa jam perjalanan. Yang jelas tibanya pukul 4 subuh! Mata yang mengantuk mulai bersemangat pada hal baru. Ramai banget rombongan kantor bokap. Kami istirahat di kursi stasiun. Menunggu jemputan.
Foto dari

Begitu keluar, ternyata sudah ditunggui bus besar. Kami dibawa ke sebuah rumah besar peninggalan zadul di tepi jalan raya utama Solo. Lingkungan perumahannya tenang. Dijamu sarapan. Ternyata empunya rumah mengadakan hajat nikahan. Rekan kerja bokap yang melepas predikat bujang. Dan sudah tentu rekan sekantor diundang, bela-belain menyewa satu gerbong kereta kelas utama, bus besar yang nyaman ber-AC untuk keliling Solo dan sempat lewat Semarang.
Hem, jadi mikir, enak juga ya bokap dan rekan-rekan kerja sekantor, barangkali dapat potongan harga atau tiket gratis untuk berkereta ria, hehe. Gak tahulah. Yang jelas habis sarapan pagi itu kami berbus ria entah ke mana. Pokoknya meninggalkan Solo yang panas ke tempat yang lebih dingin dan sejuk di pegunungan.
Panorama di luar jendela bus arah kanan bagus banget meski sempat juga melewati jalanan yang terasa sempit bagi busnya. Hamparan persawahan bikin mata adem. Pegunungan hijau menjulang. Itu momen paling membahagiakan bagi gue karena tak tahan dengan panasnya udara di Kota Solo. Gue rasa mayoritas rombongan yang jelas-jelas terbiasa dengan udara Kota Bandung pun sama gerahnya. Sampai ada yang rajin mengelap wajah pakai saputangan.
Ternyata bus berhenti di obyek Wisata Grojogan Sewu, Tawangmanggu. Tahunya nama lokasi setelah baca papan penanda, hehe. Kami keluar dan menunggu di sekitar pintu masuk. Tempatnya belum buka, kami rombongan yang kepagian. Sembari menunggu, gue asyik perhatiin monyet-monyet yang busyet banyak banget.


Foto dari


Monyet, Oh, Monyet Kampret! 


Foto dari


Monyet di tempat ini banyak banget, gak tahu dari mana mereka muncul yang jelas sudah ada sebelum kami datang. Dan gue yang sempat curiga itu monyet piaraan pemilik warung yang berderet, jadi ragu sendiri. Monyetnya emang jinak tapi jumlahnya banyak! Yang terlihat waktu itu lebih dari lusinan. Dan mereka nakal banget. Super duper usil!
Monyet adalah makhluk yang PD dan senang caper, hipotesis sementara gue. Seakan tahu dirinya jadi tontonan, mereka beraksi dengan cara monyetnya. Tahulah kayak apa cara monyet? Bayangin aja sendiri, hehe. Mereka lucu dan bikin ngakak, sekaligus wajib diwaspadai soalnya ada monyet yang mendekati tas pengunjung lalu membuka ristletingnya. Sebelum beraksi “merampok” isi, empunya tas langsung mengusir. Isinya gue gak tahu, tapi gawatlah kalau tu monyet kepikiran untuk menyambar tas tersebut. Untungnya enggak. Berat sih.
Bosan duduk-duduk manis perhatiin monyet, gue pengen coba duduk di pagar besi yang melintang di depan. Itu sejenis pipa panjang. Dan di atasnya ada pipa melintang juga. Gak tahu buat apa. Pokoknya ikut memagari sekeliling lokasi taman wisata.
Yang gak gue tahu, pagar itu merupakan wilayah teritori kaum monyet. Mestinya gue gak bego ikut duduk di sana hanya karena bosan duduk di tanah. Gak ada tempat duduk untuk menunggu. Orang lain bisa jalan-jalan dulu, gak tahu napa bokap gak ajak kami keliling sekitar bentar. Dan inilah akibat sompret yang harus gue tanggung. Merelakan diri kehilangan muka setelah… DIKENCINGI MONYET!
Waaa…, yang baca kisah ini pasti guling-guling ngakak. Orang apes diketawain. Tambah apes gue. Gara-gara kaum apes, primata yang Charles Darwin ngotot umumkan sebagai nenek moyangnya (moyang dia deh, gue gak ngaku teori Darwin dan Darwinian lainnya, wew!).
Mau tahu gimana kronologi kejadiannya?
Gue lagi asyik duduk sambil geser-geser dan berpegangan pada pipa besi itu. Main akrobat, ceritanya. Gue gak sadar kalau hal itu menimbulkan “kedengkian” seekor monyet karena ada yang berani menyerobot wilayah panggungnya. Dan alhasil, sebagai orang nekat bin gak tahu sikon, tahu-tahu ada cairan membasahi kepala gue. Gue heran, apa hujan? Tapi kok bau banget. Pas ngelihat ke atas, bujubune, ada seekor monyet dengan cuek melanjutkan aksi pipisnya. Secepat mungkin gue langsung menyingkir. Marah, malu, jengkel, dan aneka rasa campur-sari lainnya yang negatif mengepung gue. Gue gak berdaya, gak bisa mewek karena udah gede. Gak bisa ngumpet karena gak ada tempatnya. Pengen hajar tu monyet dengan balas mengencinginya, hahaha. Tapi gue cewek dan gak bisa keluarin titit untuk bikin “air mancur asoy” pada monyet itu. (Saru!)
Penderitaan gue sebagai penyandang pispot berjalan akhirnya berakhir setelah pintu gerbang dibuka. Petugasnya pakai alat penghitung kayak stopwatch untuk menentukan jumlah anggota rombongan sekaligus harga tiket masuk. Kala melewatinya, gue merunduk. Bukannya agar gak keitung bapak itu, gue malu karena BAU!
Hal pertama yang dilakukan gue dan nyokap kala masuk lokasi adalah cari jamban! Syukurnya ada dan berderetan jambannya. Gak tahu napa nyokap gak berpikir untuk bawa sabun, tapi alhamdulillah anggota rombongan di sebelah kebetulan bawa sabun dan sampo. Kami bisa mandi. Dan bau busyet campur najis itu akhirnya bisa lenyap dari sekujur badan gue. Sekalian gue ganti baju. Untungnya baju gue yang keciprat kencing gak kuyup. Tinggal dibasahi pakai air. Gak lucu kalau nyokap bawa-bawa baju basah di tasnya.
Airnya dingin banget. Kayak es! Bener, kayak es. Kalau gak percaya, coba aja sendiri. Mandi di sana, gak usah dikencingi monyet dulu untuk mandi. Hehehe.
Usai mandi, bokap gak kelihatan. Gak tahunya ikut renang bareng rombongan bokap lain. Gak tahu apakah airnya hangat atau dingin. Gue main sendiri di ayunan. Gak punya teman. Lalu iseng mendekati ibu-ibu yang bareng anak kecil kelas 2 atau 3 SD di tepian kolam. Gak tahu deh, kolamnya dalam dan airnya juga dingin. Tapi gak ada yang renang di sini. Gue diajak ngobrol oleh ibu itu yang sudah sepuh. Barangkali suaminya rekan kerja bokap. Ica, nama anak itu kayaknya merupakan cucu si ibu. Sayangnya kami gak bisa main bareng. Sama-sama pemalu. Lagian gue gak ngerti kala diajak ngobrol neneknya, hehe.

Foto dari


Lalu gue diajak nyokap untuk menuruni undakan anak tangga. Ada papan pengumuman, awas licin. Gak bisa lari-lari. Jalan bareng ibu-ibu yang kayaknya atasan bokap berikut anak cowoknya. Cowok itu gak tahu masih SMA atau sudah mahasiswa. Yang jelas gue risih dilihatin mulu. Ngeliatnya gimana, gitu. Di mana ada gue di situlah pandangannya terhunjam. Aduh, cowok itu ganteng tapi jarang senyum! Pakai kemeja kotak-kotak warna krem cokelat, celananya lupa bahan jeans atau kain. Tapi sepatunya kets.
Gue gak tahu napa tu cowok ngelihatin mulu. Sudah sejak di rumah Solo itu. Nyadar gak dia kalau gue tak lebih dari bocah bau kencur yang tadi sempat bau pipis monyet, hehe. Perasaan gue sebagai anak kelas 6 SD, belum kenal makna naksir. Ini keblinger GR!   
Yang jelas kami jalan bareng, ia bareng nyokapnya di depan, gue bareng nyokap di belakang. Kadang juga bersisian. Rasanya aman karena banyak monyet yang berkeliaran. Berhubung bokap gak ada, jadilah cowok itu bodyguard bayangan gue, hehe.
Dari kejauhan gue sudah dengar suara gemuruh, jadi penasaran dengan air terjunnya. Wah, begitu tiba di bagian tangga yang belum akhir saja sudah terkena cipratan air. Dan dari info yang gue peroleh sekarang di sini, baru tahu telah melewati undakan 1.250 anak tangga!

Foto dari


 Sik, asyik. Ini lebih dingin daripada tempat lain yang pernah gue sambangi. Air terjunnya juga besar, deras, dan menggemuruh. Kalau dilihat dari foto sih kecil padahal aslinya orang-orang berasa kecil di hadapan sang air terjun.
Gue baru tahu sekarang setelah googling kalau airnya bersumber dari lereng Gunung Lawu. Bisa dilihat di sini. Ketinggian Grojogan Sewu sekira 1000 mdpl. Dan air terjunnya setinggi 80 meter. Gue dan bokap sempat foto bareng keluarga Ica. Di atas batu besar. Sekarang gue gak tahu apakah batu besar berbentuk bulat itu masih ada.
Biasalah sebagai wisatawan kami berfoto ria. Meski bokap gak punya kamera, ada banyak rekannya yang jadi juru potret acara. Sayangnya gue gak bisa pajang foto-foto tersebut di blog ini. Entah ngumpet di mana albumnya. Lagian gue gak punya pemindai alias scan, kamera di HP dan netbook rusak dan hilang aplikasinya. Jadi terpaksa gue main comot foto orang dengan mencantumkan sumbernya, meski jelas beda banget suasananya.
Bagi gue sekarang, Solo dengan Tawangmanggunya sangat berkesan sebagai perjalanan tak terlupakan. Sangat mengesankan berkat: dikencingi monyet, haha…!
Ehm, masih banyak cerita lainnya, tapi berhubung ini sudah panjang, jadi laporan perjalanan ke Istana Kasunanan Surakarta, belanja di Pasar Klewer, sampai lewat Semarang, dan perhentian rombongan di tempat tertentu (yang gak gue tahu namanya) untuk foto bareng gak bisa dipaparkan di sini. Gue bahkan lupa kami dikasih makan apa kala di sana. Nasi bungkus atau apa. Lupa.
Yang jelas kami pulang dengan kereta. Kali ini gak dapat kelas istimewa. Kursinya gak empuk. Kalau gak salah jelang malam. Dan gue ngotot pengen oleh-oleh brem Cap Suling. Tahu ‘kan apa itu brem? Sekotak besar brem gue santap semuanya. Enak banget! Dengan akibat jadi pusing. Ya, perjalanan pulang gue dibarengi mabok brem. 


Uh, omong-omong soal brem, gue jadi kangen makanan itu. Sudah lama gak icip-icip brem lagi. Di Limbangan gak ada yang jual brem. Barangkali kalau ada rezeki gue pengen ke toserba untuk cari brem atau titip nyokap jika ke Bandung. Gue gak nolak kalau ada yang bermurah hati ngasih hadiah brem. Apa Mak Muna Sungkar mau nyediain tambahan hadiah brem untuk GA ini? Hehe….
Terima kasih sudah mau baca cerita konyol gue yang gak asyik. Panjang lagi. Di atas 2.000 kata. Semoga sukses giveaway-nya, Mak. Bisa nambah teman yang kian ngefans. Sip. ;)***
Limbangan, Garut, 2 April 2014
     
 


“Tulisan ini diikutsertakan dalam GA Unforgettable Journey Momtraveler’s Tale”







24 komentar:

  1. Hahaha... Monyetnya iseng bener ya Mbak, blm tau kl ada toilet byk. Btw waktu aku ke Grobogan Sewu (udh lma bgt tuh jmsn SD thn 96) monyetnya Udah gq ada lo Mbak.. Entah ngungsi kmn mereka.
    Makasih ya sudah ikutan GA ku, sudah terdaftar sbg peserta :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih juga Mak Muna sudah ngadain GA ini, bisa memancing untuk menggali ingatan terpendam yang masih malu-malu kucing dikeluarin. Soalnya memalukan banget!
      Semoga suatu saat kelak bisa ke sana lagi. Pengen banget ngerasain udara sejuk di Tawangmanggu. Pal pasti senang karena ada kuda. Hehe.

      Hapus
  2. Haaaha.. lucu....

    Skrg di limbangan? dulunya di Kircon?

    Sami atuh te..abdi urang kircon ayeuna di garut,
    Salam kenal teh..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya di Limbangan. Lahir dan besarnya di daerah Kiaracondong. Dekat stasiun. Senang bisa jumpa sesama orang Kircon yang mukim di Garut juga.
      Makasih dah mampir dan baca ini, Teh. saya juga sudah mampir ke blog Teteh dan baca kisah kenangan masa kecil yang lebih keren. Semoga sukses GA-nya. :)

      Hapus
  3. Kalo ke Grojogan Sewu itu semangat waktu datangnya mbak. Capek pulangnya. Karena harus naik tangga lagi sebanyak itu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waktu kecil malah gak tahu telah meniti ribuan anak tangga, naik dan turun. Perasaan kok jauh amat dan ada rasa hausnya, haha. Tapi berhubung khawatir dengan monyet-monyet yang berkeliaran di sekitar tempat itu, jadi terus berjalan bareng rombongan kecil. Berasa aman ada seorang bodyguard ganteng. ;)

      Hapus
  4. Jadi cerita pengalaman berliburnya ya...
    Sampe dipipisin monyet segala? Bukan karena monyetnya dengki, mungkin monyetnya pikir dia sudah pipis di tempat yang benar, di jamban. hahaha pisss...

    Btw... Menurut gue.. Kalo tulisan ini tujuannya dikasih sentuhan komedi, gue ngebacanya komedinya agak maksa, banyak... jadinya garing.

    Mungkin Mak Roh, juga perlu tau ada teknik yang digunakan buat nulis komedi. Tekniknya gak beda jauh sama bikin materi stand up comedy.

    Kalo memang ternyata diberi sentuhan komedi tapi gak dapet, mending jangan dipaksain.. Tulis senyamannya Mak Roh aja.

    Sori ya kalo agak pedes...
    Sama2 belajar, dan tulisannya Mak Roh EYD abis! Rapi juga ... Mak gaul deh pokoknya..

    Sukses buat GA-nya ya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih dah ngasih kripik pedas yang lezat. :) Kemarin juga dah dikomentarin suhu menulis travel di group Ibu-ibu Doyan Nulis. Bisa belajar tentang teknis menulis travel yang baik. Dan soal sentuhan komedi, emang masih harus belajar banyak dari pakar BE alias Mas Edotz, hehe. Selalu saja ada hal lucu dari blog Mas.
      Oke, dengan senang hati Emak akan belajar banyak dari BW sesama BE. Semoga kelak bisa mahir bermain komedi yang gak garing.
      Makasih banyak. :)

      Hapus
  5. wah pengalaman travelling yang super duper kereeen..kenapa kerennn?? karena bisa menyatukan keluarga dan juga dapet pengalaman tak terlupakan karena dikencingiiiin sama monyettt...wah, pengalaman berharga tuh hahaha...

    bagus kakaaaak :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha, keren karena dikencingi monyet?! Iyalah, bau dan 'oon, hihi. Semoga nanti engga ada yang alami hal itu lagi di sana. Kapok! :v

      Hapus
  6. Wuiiih panjang banget. Capek *ngusap keringat* hehe.

    Jalan-jalan nih yaa. Wah enak banget tuh sama keluarga lagi.lagian juga dipesenin tiket kereta eksekutif dan bus ber ac. Waaaah enak banget.

    Wih gilaa, dikencingin monyet. Gue ga bisa bayangin kak. Pasti jengkel banget tuh sama tuh monyet. Lagian tuh monyet kurang ajar banget sih, masak cewek cantik kayak mbaknya kok dikencingin wkwk. Sabar aja ya kak, lagian kejadiannya kan udah dulu banget. Mungkin monyet yang dulu ngencingin kakak pasti sekarang udah mati wkwk.

    Rapi banget ceritanya kak. Sukses yaa buat give awaynya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wih, komennya kok sambil muji, haha. Mana enak dikencingi monyet, ngebayanginnnya pasti bikin jijai. Sudah bau, bikin rambut gimbal dan lengket, gatal lagi. Mana malunya minta ampuun. Sang bodyguard pasti tahu dan entah bagaimana reaksinya. Syukurlah kalau doi mengutuk tu monyet agar gak panjang umur gara-gara buang pipis sembarangan di kepala cewek manis, hihi. Malah jadi ingat doi ganteng, ya. *kedip-kedip ;)

      Hapus
  7. Baca dari sampai abis, cuma tragedi di kencingilah, yg paling gue dapet, karena emang judulnya ngajak kita buat fokus ke 1 masalah...

    Saya juga baru mulai belajar nulis.. kak

    yah pertahankan kreatifitas dan lanjut di tingkatkan lagi...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih sudah baca meski bikin capek pastinya, hehe. Iya, pengennya fokus pada masalah dikencingi monyet. Karena itu paling ngesenin, tapi akibatnya hal lain yang mestinya ada dalam penulisan travel atau memoar writing jadi diabaikan.

      Hapus
  8. Itu kejadian udah berpuluh-puluh tahun yang lalu ya?? Kok masih bisa inget sih mbak? gue aja kejadian seminggu yang lalu sussaaaahh banget inget nya. Apa mbak rajin minum susu sehingga ingatannya bagus??

    Dari segitu panjang tulisan ini, entah kenapa bagian ini yang paling gue suka "Pengen hajar tu monyet dengan balas mengencinginya, hahaha. Tapi gue cewek dan gak bisa keluarin titit untuk bikin “air mancur asoy” pada monyet itu. (Saru!)" Hahahah

    nice post mbak.. :)))

    BalasHapus
    Balasan
    1. Justru ternyata bagian itu yang gak pantas dipajang dalam tulisan travel /memoar. Pengen ngedit sudah ada yang komen, jadi bingung, hehe.
      Makasih. :)
      Duh sekarang malah mudah lupa naruh barang, harus rajin minum susu lagi, dan yang jelas bukan SGM kala batita, haha.

      Hapus
  9. Mbak Roh aku doain moga menang yaaa GAnya

    btw Tawangmangu (TW) itu bukan di Solo mbak, tapi TW itu berada di kabupaten Karanganyar. Solo itu hanya Karisidenan saja, orang taunya hanya Solo, padahal bukan hehehe
    asik tuh liburan ke Solo naik kereta bareng rombongan mbak, tapi sayang malah dikencingin monyet hahahha sepertinya monyetnya emang nakal deh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihihi, asyik jalan-jalan bareng keluraga dan dalam rombongan besar. Dapat fasilitas nyaman. Gak asyiknya berhadapan dengan nenek moyang Charles Darwin yang hobi main kencing sembarangan. Iya, namanya monyet, kalau ada kesempatan main nakal. Makanya kita harus waspada di sana.

      Hapus
  10. Aih, ini kejadian udah lama banget kan? Hebat, masih bisa inget. Aku sih mana inget kejadian yg aku alami waktu masih kecil.

    Seru ya bisa jalan-jalan bareng keluarga, what a perfect day :) Walaupun ada kejadian menyebalkan yaitu dikencingi monyet. Huahahaha. Nakal banget monyetnya >o<

    Semoga menang GA-nya ya, Bu :D Good luck!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih, Lia. Namanya juga hewan liar di tempat wisata. Dan sebagai wisatawan kita harus hati-hati.

      Hapus
  11. Perjalanan selalu membawa kita ke berbagai peristiwa tak terlupakan meskipun telah lampau. :) Makasih dah baca.

    BalasHapus
  12. Aku bakal manyun berat kalau aku yang dikencingi monyet :P sukses buat GAnya

    BalasHapus
  13. Weww...pengalaman yg seru sekaligus bikin malu ya Mba yg dikencingi monyet tadi. Saya rada ngos-ngosan euy baca ceritanya, agak kepanjangan Mba :)

    BalasHapus
  14. Ini bener-bener pengalaman yang g terlupakan ya mbak, hahaha *eh ikut ngetawain

    BalasHapus

Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan jejak persahabatan berupa komentar agar bisa menjalin relasi sebagai sesama blogger. Soalnya suka bingung, SILENT READER itu siapa saja, ya? :D