Minggu, 07 Januari 2018

Kenyataan Itu Puisi yang Tersembunyi





PENYAIR adalah pemain tafsir, pembaca bebas menikmati atau tidak sama sekali tafsir penyair sesuai peta interpretasi dalam kepalanya. Ada banyak penyair yang patut diperhitungkan keahlian permainan tafsirnya. Kurniawan Junaedhie adalah salah satu sampel dari populasi demikian. Senior sebagai penggiat seni sekaligus jurnalis.

Oleh Rohyati Sofjan


Perempuan dalam Secangkir Kopi (Kosa Kata Kita, Jakarta 2010) adalah buku puisi Kurniawan Junaedhie (KJ) setelah Cinta Seekor Singa (Bisnis 2030). Sesuai judulnya,  kita bisa merasakan ada tafsir tersembunyi, mengapa KJ mengambil judul aneh seperti itu? Itulah puisi, penyair bebas menafsirkan rasa menjadi kata yang terkadang sulit dipahami pembacanya. Toh, rasa juga kadang mengaduk-aduk kata hingga sulit dijabarkan. Rasa dan kata sejalan dengan tarikan napas kita.
Bagi KJ, perempuan adalah elemen terpenting yang memberi napas bagi hidupnya, menjelma puisi dari serpihan macam-macam peristiwa, penting maupun tidak penting. Dan sebagai penyair, KJ piawai menyeduh kopinya hingga menghasilkan beragam cita rasa sesuai suasana hatinya. Apakah sedang muram dan dirundung melankoli, bahagia yang membuncah, sekadar peduli atau masa bodoh.
Puisi, bagi KJ adalah JIWA. Jalan, Insting, Warna, dan Alami.
Ia membiarkan puisi ambil bagian dalam keseharian sebagai jalan hidupnya, mengikuti naluri dasarnya sebagai penyair, ia diwarnai dan mewarnai puisinya, lalu segalanya mengalir begitu saja secara alami buah dari “mengalami”.
Puisi adalah pengalaman batin penyair. Pun perempuan ibarat puisi menghadirkan peristiwa senantiasa bergema di kedalaman jiwa-raga sang penyair. Cinta, barangkali ruang yang senantiasa menggelisahkan KJ, sekaligus menggairahkan dalam petualangan imaji liar. Perempuan dalam Secangkir Kopi rata-rata menyeduh peristiwa yang berkaitan dengan hakikat cinta menubuhi jiwa.
Apakah itu cinta dalam bentuk perselingkuhan dengan beragam perempuan, cinta pada istri dan keluarga, sampai perselisihan yang terjadi ketika cinta telah melukai.
KJ berusaha jujur memaparkan lakon hidupnya dalam puisi, tidak bermaksud mencari simpati atau anti hipokrisi atau menguar sensasi. Ia hanya ingin berpuisi. Mendedahnya sebagai kenyataan yang tersembunyi. Dalam jiwa penyair, ada semacam ruang yang senantiasa memanggil-manggil, mendesak untuk dibahasakan, mengajak bermain tafsir.
Lihatlah bahasa, ia bisa menjadi sesuatu yang sublim. Seperti dalam “Perempuan dalam Secangkir Kopi (2), ada permainan imaji yang liar, bagaimana seorang perempuan masuk dan berenangan dalam cangkir kopi. Di tengah hidup yang pahit, aku senang menyelam ke/ dalam kopi bersama seorang perempuan yang hangat. Tak ada yang/ bisa cemburu. Juga sendok dan piring kecil dekat cangkirmu.//
Mari kita renungkan hidup, adakah kenyataan yang membosankan dan membuat kita tersesat? Lalu untuk apa segala jalan lurus jika cinta membawa sang penyair pada tikungan demi tikungan yang menelikung? Seperti hidup, kadang kita bosan pada sesuatu, namun anehnya tetap melakoni hal membosankan tersebut seakan ritual alami.
Pun puisi, memiliki wujud tersendiri. Kurniawan Junaedhie terus berpuisi, mendedah hasrat dan gelisah, tentang kenyataan tersembunyi.***
Loji, 23 Juni 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan jejak persahabatan berupa komentar agar bisa menjalin relasi sebagai sesama blogger. Soalnya suka bingung, SILENT READER itu siapa saja, ya? :D