Minggu, 07 Januari 2018

Janda-janda Pensiunan



OLEH ROHYATI SOFJAN


YANG dimaksud dengan janda-janda pensiunan, adalah janda yang suaminya pegawai negeri sipil (PNS) telah meninggal dunia.
Sebagaimana yang telah kita ketahui, pemerintah, dalam hal ini PT Taspen Persero, telah menetapkan aturan umum yang wajib dan mengikat anggota keluarga para PNS. Salah satunya, jika PNS tersebut meninggal, maka pasangan istri atau suami akan tetap beroleh tunjangan dana pensiun.
Dan jika pasangan tersebut menikah lagi, sejatinya hak pensiun tersebut dicabut. Alasan utama mengapa dicabut, karena pasangan yang menikah lagi telah melepaskan ikatan dari kewajiban negara yang menyantuni janda/duda para PNS.
Hak dan kewajiban saling beriringan, sebuah pengaturan yang adil demi terciptanya stabilitas dalam pemerintahan yang mengatur tata kepegawaian PNS. Menikah lagi adalah hak personal bagi janda pensiunan. Akan tetapi, karena mereka beroleh tunjangan pensiun berkat almarhum suaminya, dan surat keputusan pensiun pun atas nama suaminya (contoh, Fulanah Janda  Fulan dalam KARIP), maka secara otomatis janda tersebut tidak berhak lagi beroleh tunjangan uang  pensiun, pemerintah tidak berkewajiban lagi menunjangi dengan alasan lepas ikatan dari  tata  kepegawaian dalam keluarga PNS.
Ironisnya, masih banyak oknum janda pensiunan yang diam-diam menikah lagi tanpa  setahu pemerintah sehingga PT Taspen terus menunjangi sang janda. Apa pun alasan pernikahan yang dilakukan, hak personal tersebut tidak semestinya membebani pemerintah dengan belanja APBN bagi PT Taspen Persero untuk anggaran dana pensiun.
Di sinilah, hati nurani memegang peranan penting, apakah memilih menikah lagi dengan risiko hilangnya kenyamanan hidup karena subsidi bulanan dari negara dicabut? Atau menikah lagi dengan jalan belakang dan tetap beroleh subsidi bulanan dari tunjangan pensiun meski dengan cara kotor berupa menipu pemerintah?
Sejatinya APBN dalam anggaran pensiun tidak perlu sampai membengkak dan otomatis membebani rakyat jika masih ada janda-janda pensiunan yang jujur dan tak mengedepankan kepentingan pribadi dengan cara menipu dan mendustai pemerintah, masyarakat kebanyakan, dan dirinya sendiri. Karena itu bagian dari perbuatan korupsi.
Aturan yang diterapkan PT Taspen Persero terhadap pensiun sebenarnya ketat dan jelas di atas kertas, namun masih juga ada janda/duda pensiunan yang nekat main belakang seolah tak peduli aturan hukum. Masyarakat umum yang menyaksikan acara main belakang itu pun bingung sampai berkesimpulan bahwa hal tersebut lumrah.
Sebagai ilustrasi, Janda T kala suaminya yang PNS  meninggal muda karena sakit jantung, beroleh tunjangan pensiun karena empat anaknya masih kecil. Kemudian ia menjadi istri muda dari seorang lebe dan tetap beroleh tunjangan pensiun dari almarhum suaminya.
Entah pernikahan tersebut cara sirri atau ada pemalsuan surat  sehingga nama sang janda tetap tercatat sebagai penerima  tunjangan sampai sekarang meski telah beroleh tambahan 3 anak dan 1 cucu dari anak suami terkininya.  
Timbul pertanyaan, apakah PT Taspen tak mudah mengambil tindakan atau tak tega sehingga  “pembiaran” tersebut jamak dianggap “pembenaran” oleh pelaku sampai masyarakat awam yang tidak terkait dengan masalah pensiunan?
Itu merupakan contoh buruk untuk ditiru oleh janda pensiunan lain yang cukup bebal dalam mengedepankan kepentingan pribadinya. Seakan memalsukan identitas diri demi tetap diberi makan oleh negara  dengan mengabaikan fakta betapa beratnya beban pemerintah demi menyediakan APBN. Berdasarkan data dari Kemenkeu pada 2014 dana pensiun yang disiapkan mencapai Rp85,7 triliun.
Barangkali  pengadaan E-KTP yang memuat data diri secara lengkap bisa menjadi sumber bagi database pihak mana saja yang berhak ditunjangi dana pensiun dan yang tidak lagi. Nomor Induk Kependudukan (NIK) dalam  KTP dan Kartu Keluarga (KK) adalah sama. Seharusnya PT Taspen memiliki bank data yang memadai untuk  memilah mana yang berhak. Apakah NIK pun memuat  data pinjaman bank dan hal lainnya yang berkaitan dengan keluarga.
Tidak sepantasnya janda penerima pensiun yang atas nama almarhum suaminya melintahi negara. Ada hal rentan lainnya bagi janda nekat yang sial  dan tak seberuntung Janda T dalam beroleh pasangan, menjadi korban ancaman pemerasan.
Pagi menikah, magrib katanya diminta enyah oleh anak-anak dari pihak suami barunya yang tidak rela. Takut dilapor ke Taspen, memilih hengkang dari rumah suami barunya. Sayangnya tidak kapok dalam upaya mencari pasangan karena yakin akan tetap aman menjadi lintah negara seperti yang dicontohkan dari sekitar.[]
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan jejak persahabatan berupa komentar agar bisa menjalin relasi sebagai sesama blogger. Soalnya suka bingung, SILENT READER itu siapa saja, ya? :D