Rabu, 27 Desember 2017

Pangeran Tampan yang Sombong



Dongeng Rohyati Sofjan


DAHULU kala, di kerajaan Selalu Damai, ada seorang putra mahkota yang tampan namun sayangnya sombong. Baginda raja dan ratu tentu saja risau dengan kesombongan putra tunggalnya yang merupakan pewaris tahta utama. Mereka ingin sang pangeran berubah lebih rendah hati dan tidak sombong lagi.
“Apa yang harus kita lakukan?” tanya Raja pada Ratu ketika semua nasihat mereka malah diabaikan pangeran. Ratu pun tidak tahu, ia merasa sedih. Apalagi mereka berniat menjodohkan pangeran dengan putri kerajaan tetangga yang jelita dan baik budi. Apa jadinya sang putri kalau tahu bahwa calon suaminya ternyata sombong? Raja dan Ratu khawatir perjodohan tersebut gagal dan akan menimbulkan permusuhan antar kerajaan, mengingat ayah sang putri, Raja Diraja, merupakan raja yang keras dan tegas.
Setelah berdiskusi cukup lama, akhirnya Raja dan Ratu sepakat mengirim Pangeran untuk berkelana seorang diri, memantau keadaan negeri selama satu bulan purnama. Mereka memberi perbekalan yang cukup untuk Pangeran. Pada mulanya Pangeran Tampan enggan, namun tidak tega untuk menolak titah kedua orang tuanya.
Maka dikeraskannya hati untuk mengelana. Ia terlalu sombong untuk mengakui tidak tahu apa yang akan dijumpainya di perjalanan. Pangeran Tampan berkuda seorang diri tanpa baju kebesaran, dengan muram, membayangkan betapa lamanya waktu satu bulan purnama itu.
Ia berkeliling kota, tanpa peduli benar akan apa yang terjadi di sekitarnya. Hiruk pikuk pasar mendadak hening ketika Pangeran melenggang lewat pasar. Rakyat yang sudah sangat mengenalinya tentu saja terheran-heran melihat Pangeran kali ini berkuda seorang diri tanpa pengawalan. Pangeran tidak peduli. Rakyat diam. Mereka berdiri takzim, tidak ada keributan sebab mereka takut pada dampak yang ditimbulkan.
Begitu Pangeran telah melewati batas pasar menuju ujung jalan terjauh, rakyat yang memadati pasar menarik napas lega. Namun, tak urung mereka terheran-heran, pasar kembali riuh dengan kegiatan semula, dan obrolan seru seputar ketidaklaziman yang tadi.
Pangeran berkuda terus, sampai lelah dan memutuskan beristirahat. Ia menemukan saung, bangunan terbuka, yang disediakan pihak kerajaan sebagai tempat peristirahatan pejalan, lengkap dengan pancuran air di sampingnya dan tungku kayu bakar untuk memasak. Ada gerabah untuk memasak sampai kuali untuk merebus air, bersih dan terawat di sudut lemari kayu yang terlindungi.
Baginda Raja yang bijaksana rupanya sangat peduli pada rakyatnya, jadi mereka bisa bepergian jauh tanpa kuatir akan dibegal penjahat, atau kebingungan mencari tempat untuk beristirahat. Rakyat tentu senang dan ikut merawat fasilitas umum tersebut. Bagi yang telah memakai, akan langsung membersihkan dan merapikan barang dan tempat itu. Bahkan onggokan kayu bakar ada di kolong saung, sangat mencukupi siapa pun.
Pangeran beristirahat sambil termenung. Adakah maksud dari titah orang tuanya, hingga mereka mengirim dirinya untuk berkelana. Ia tahu benar akan tempat-tempat yang telah dijelajahinya di sudut negeri, termasuk hutan tempat ia biasa berburu, tapi semua selalu dengan kawalan pengawal. Dan Pangeran tak begitu peduli pada apa yang telah dibangun oleh Baginda Raja dan Ratu yang bijaksana.
Tapi kali ini lain, ia berkelana seorang diri, tanpa kawalan siapa pun, berpakaian sebagaimana rakyat jelata. sesungguhnya ia tidak tahu apa yang akan dijumpainya dalam perjalanan, namun pada akhirnya, begitu berada di tempat ini, Pangeran sadar bisakah membangun negeri agar senantiasa tenteram dan sejahtera. Bisakah ia menjadi pemimpin yang adil dan bijaksana, dicintai dan dihormati rakyatnya sepanjang masa?
Pada saat ia sedang termenung sambil memakan perbekalannya, lewatlah seorang pengelana tua. Sang pengelana masuk begitu saja ke saung itu, tak sadar bahwa yang sedang berada di dalamnya adalah Pangeran yang terkenal sombong seantero negeri.
“Salam, Anak Muda,” kata Sang Pengelana riang. Tidak seperti biasanya, Pangeran hanya tersenyum. Padahal dulu ia terlalu sombong untuk sekadar didekati rakyat jelata.
“Bapak kelihatan lelah sekali, tentu telah menempuh perjalanan jauh?” sapa Sang Pangeran santun sambil menyodorkan perbekalannya. Pengelana Tua itu tersenyum senang. Ada binar bahagia di matanya.
“Silakan dimakan, Pak, untuk mengganjal lapar dan haus.” katanya ramah.
Pengelana Tua itu tidak tahu apa pun mengenai Pangeran, ia orang gunung dari kerajaan seberang, katanya sedang mengembara untuk menemukan jodoh sejati bagi anaknya. Pangeran tertawa senang mendengarnya.
“Semoga Bapak bertemu jodoh untuk anak Bapak.”
Pengelana itu hanya tertawa. “Aku berharap jodoh bagi anakku lelaki yang santun dan bertanggung jawab.”
Pangeran dan Pengelana Tua akhirnya jadi akrab. Tanpa tahu siapa diri mereka masing-masing. Pengelana Tua tak tahu bahwa lelaki muda yang sedang berbincang hangat dengannya adalah Pangeran Sombong calon menantunya. Coba tebak siapa pengelana Tua itu? Tepat sekali, beliau Baginda Raja Diraja yang sedang menyamar untuk memantau keadaan negeri calon besannya. Ya, kedua orang itu sama-sama belum pernah bertemu langsung.***
Loji, 22 April 2012


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan jejak persahabatan berupa komentar agar bisa menjalin relasi sebagai sesama blogger. Soalnya suka bingung, SILENT READER itu siapa saja, ya? :D