Rabu, 13 Desember 2017

Bullying pada Anak



BULLYING bisa bermakna penindasan, penggencetan, penggertakan, atau pengancaman. Sebuah kosakata tidak baru yang seakan membaru di zaman sekarang ini. Dan anak-anak kerap menjadi korban, baik dari teman sebaya atau orang dewasa!
Anak, bagaimanapun, adalah insan lemah yang masih butuh bimbingan dari orang dewasa. Pola pengasuhan orangtua bagaimanakah yang akan membuat anak aman dari tindakan bullying sekitar? Atau tidak menjadi pelaku bullying alias pem-bully sendiri?
Palung, anak saya yang masih balita kerap di-bully anak tetangga kelas 5 MI kampung kami. Saya heran dengan pola asuh  orangtuanya karena membiarkan anak tersebut menjadi biang onar di sekitar, menganggu anak lain yang lebih kecil pula dengan cara memukul, termasuk kebiasaan mencurinya yang akut sehingga mendapat stigma negatif dari lingkungan. Anak pencuri karena orangtuanya terbiasa mengambil yang bukan haknya, entah di kebun atau tempat orang lain dengan alasan kemiskinan atau kemalasan. Anak pem-bully karena orangtuanya terbiasa bersikap seenaknya dan sok berkuasa terhadap orang lain dalam ucapan dan tindakan.
Ketika biang onar itu dimarahi tetangga karena merusak properti pekarangan rumah, ibunya malah tidak minta maaf pada tetangga itu. Pembiaran demikian tidak cuma bisa menimbulkan rasa sakit hati pada orang lain, merusak anak tersebut untuk beroleh label “abadi”.
Elia Daryati dan Anna Farida penulis buku panduan fungsi keayahbundaan (parenting), membahas soal bullying dalam buku Parenting with Heart, Menumbuhkan Anak dengan Hati (Kaifa, Maret 2014).
Bullying melibatkan tiga pihak: penindas, korban, dan penonton. Penindas dan korban memiliki posisi yang jelas; yang satu merasa ‘puas’, sedangkan yang lain sedih. Yang galau adalah para penonton. Ketika anak-anak menyaksikan temannya ditindas, apa yang mereka rasakan? Kebanyakan ingin membantu tapi takut, dan akhirnya memilih diam.”  
Penyebab apakah kian maraknya bullying sekarang ini? Pengaruh media massa cetak dan elektronik dengan bias gaya hidup hedonis dan kian permisif? Internet yang mudah diakses anak? Pergeseran peran dan fungsi keayahbundaan sendiri? Mulai lunturnya tatanan moral dan spiritual masyarakat? Atau sekadar pengaruh strata sosial?
Ketika kanak-kanak, saya alami juga kasus di-bully anak lain, kebanyakan pelakunya anak yang merasa diri dominan dalam lingkungan dan pergaulan. Seiring usia saya sudah mulai bisa menjaga diri. Lingkungan sekolah saya di SMU Al Fatah wilayah aman dari pem-bully-an. Entah karena masa itu hubungan antara senior dan junior seakan tak lebih dari satu keluarga yang akrab dan damai, atau kekerasan di tahun 1994-1997 bukanlah tren di Kecamatan Balubur Limbangan.
Sekarang? Keponakan perempuan saya yang sekolah di SMK swasta kecamatan mengeluh kerap di-bully senior sampai teman sekelasnya sendiri. Saya heran betapa kerasnya kehidupan remaja zaman sekarang. Heran betapa agresifnya gadis remaja sehingga persaingan dan klik menciptakan konflik tidak perlu. Entah demi eksistensi diri atau timpangnya fungsi keayahbundaan di rumah.
Tekanan ekonomi bisa menyebabkan ibu harus bekerja bahkan sampai merantau ke luar negeri, ayah sibuk sendiri atau abai di rumah, ada juga orangtua yang kualitas hubungan kekeluargaan di dalam rumah tidak maksimal, sedangkan tatanan norma sosial di kampung yang semula ketat mulai bergeser longgar; jadilah anak berbuat sesuka hati dalam hal gaya hidup, berbusana, tutur kata, sampai tindakan lainnya sebagai cara beroleh perhatian.
Kita hidup di zaman yang penuh pergeseran, kemajuan teknologi jika tidak dibarengi dengan kebijakan pemikiran maka akan cenderung destruksif/merusak. Elia dan Anna memandu orangtua yang anaknya di-bully. “Saat anak masih mengumpulkan keberanian untuk berpihak kepada yang benar, yang harus kita lakukan adalah memberikan dukungan atau penguatan. Jika kita terus mendesaknya untuk membuktikan keberanian, memaksanya untuk melawan, mencelanya ketika dia takut, jangan-jangan kita juga telah memosisikan diri sebagai penindas.”
Pertanyaan penting lainnya, bagaimana panduan untuk orangtua yang anaknya senang mem-bully?***
Cipeujeuh, 9 Oktober 2014


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan jejak persahabatan berupa komentar agar bisa menjalin relasi sebagai sesama blogger. Soalnya suka bingung, SILENT READER itu siapa saja, ya? :D