Selasa, 12 Agustus 2014

Fragmen Kehampaan Pemeran - Korban





Orang yang memerankan atau pemegang kendali dalam kehidupan sehari-hari disebut Pemeran. Korban adalah orang yang dikendalikan. Meskipun demikian, hidup sering membawa kita dalam lakon absurd. Menjadi Pemeran sekaligus Korban, atau  Korban yang punya andil sebagai Pemeran.

Oleh ROHYATI SOFJAN


DATA BUKU      : Perempuan Lolipop
PENULIS          : Bamby Cahyadi
PENERBIT        : Gramedia Pustaka Utama
CETAKAN         : Pertama, Februari 2014
TEBAL             : 198 Halaman
ISBN              : 978-602-03-0259-1
HARGA            : Rp50.000
BAMBY Cahyadi mengurai keadaan demikian dalam kumpulan cerpen Perempuan Lolipop. Setiap tokoh memiliki porsi tersendiri, sebagai korban sekaligus pemeran. Tiada bedanya. Lakon inferior atau superior dalam kehidupan sejatinya sering kita perankan secara bergantian. Dengan atau tanpa kita sadari.
Dalam “Credo Quia Absurdum”, Suhardiono merasakan betapa terkutuknya ramalan yang semula ia percayai karena mustahil terjadi. Ramalan itu malah memakannya dalam suatu kecelakaan yang merenggut korban. Suhardiono, sebagai penabrak, adalah pemeran yang kehilangan sebab korbannya anak sendiri yang hendak ia jemput!
Pertukaran peran pemeran-korban terus berlanjut dalam “Tubuhku Tersesat di Jalan Pintas”. Bagaimana tubuh hanya medium bagi pertukaran roh. Bamby Cahyadi telah mengubah korban sebagai pemeran. Yang dibunuh malah hidup dalam jasad pembunuh, sedang pembunuh ikut mati dalam jasad korban yang dibunuhnya. Pertukaran ragawi semacam itu melahirkan alur ketegangan kala korban mencoba pulang ke rumah, menemui keluarganya. Yang ditemui adalah absurditas, ia ditolak anak dan istrinya karena menempati tubuh yang salah. Ketika menyadari, ia tersesat dalam panik yang teramat sangat, berlari mencari tubuhnya yang hilang di tempat kejadian.
Ada kekacauan dunia mimpi, kehampaan lakon manusia yang sering kita alami. Kematian merupakan hal dominan dalam kehidupan sama halnya dengan kelahiran. Kematian seringkali melahirkan kegilaan karena meninggalkan kehampaan bagi yang ditinggalkan. Demikianlah dalam “Aku, Polisi, dan Pistol”. Seorang anak yang kehilangan ayahnya memilih cara menyalakkan pistol peninggalan sang ayah pada objek tikus pengganggu daripada bunuh diri.
Sebaliknya seorang tokoh yang ingin mati dengan cara bunuh diri malah bertukar jasad dan peran dengan orang yang ingin hidup (“Dua Rangkai Kisah Kematian”). Dan seorang perempuan yang ingin mati mencipta dunia tersendiri dalam lukisannya setelah selalu terganggu mimpi buruk (“Mimpi Stefani”).
Setiap pemeran dalam kehampaan berupaya menemukan jalan keluar dari labirin tak berujung yang memerangkapnya. Lelah menjadi korban permainan peran, seorang suami menemukan kedamaian kala menyadari bahwa dunianya tidak sama lagi setelah diikhlaskan istrinya (“Nadya Lebaran Sendirian”). Atau arwah seorang nenek dalam wujud gadis kecil peniup harmonika di kuburan menerima kenyataan bahwa ia harus tenang di alamnya, setelah yakin telah bertemu  reinkarnasi suaminya dalam wujud seorang bocah laki-laki yang menemani bermain (“Peniup Harmonika”).
Balutan bahasa Bamby yang indah dan meliuk membawa emosi pembaca untuk ikut meliuk, penasaran dengan kelanjutan cerita sampai ending-nya yang kadang dibuat twist. Nuansa muram memang dominan karena tema yang dibawanya cenderung berat: kematian dan kehampaan.
Tak ada cara terbaik menikmati perjalanan selain membiarkan dirimu tersesat. Ketika berhadapan dengan jalan yang tampak tak berujung dan jembatan serupa yang membingungkan. Terus saja berjalan. Setiap belokan, setiap sudut, menghadirkan misteri tersendiri. Tersesat adalah anugerah, karena dirimu tak tahu apa yang menanti di balik tiap kelokan. Bukankah begitu dengan kehidupan, bahkan kematian sekalipun? (Hlm 69.)
Perjalanan dalam ketersesatan ternyata menantang sekaligus mengasyikkan. Pun seseorang bagi kita bisa menimbulkan tanya tentang sosoknya. Pernahkah kamu melihat seorang perempuan muda yang tampak begitu rapuh? Pernahkah kamu melihat seorang perempuan yang tampak begitu kesepian? Perempuan itu, duduk sendirian di satu sudut gelap di sebuah kafe sambil menjilati permen lolipop kegemarannya. Ujung lidahnya bergerak-gerak pada permen berwarna-warni itu. Dia menjilati lolipopnya, menikmati rasa buahnya, sembari berpura-pura tak memikirkan apa pun. (“Perempuan Lolipop”)
Dalam cerpen itu Bamby mengurai dunia yang seakan surealis. Kenyataan berbaur dengan hal yang tampak absurd, berpura-pura seakan masih hidup. Pun dalam “Dunia Murakami”, keganjilan adalah keindahan. Bertemu sosok perempuan misterius yang bisa memasuki dunia cerita Haruki Murakami dengan masuk ke halaman sekian novel 1Q84.
Ada 19 cerita bernas dalam kumcer tebal ini. Perempuan Lolipop layak Anda baca, sastra menjadi sesuatu yang asyik dicerna. Merenungkan kematian dan kehampaan sebagai bagian dari relung bawah sadar yang sering kita abaikan. Dan tokoh-tokohnya memiliki naluri dasar berupa hasrat untuk bertahan. Sebagai korban maupun pemeran!***
Cipeujeuh, 14 Maret 2014


#ResensiBuku #PerempuanLolipop #BambyCahyadi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan jejak persahabatan berupa komentar agar bisa menjalin relasi sebagai sesama blogger. Soalnya suka bingung, SILENT READER itu siapa saja, ya? :D