Selasa, 26 Agustus 2014

Asyiknya Berburu di Pameran Buku Bandung

TEMA LOMBA BLOG #PameranBukuBdg
1. Hari ke-1 [25 Agustus 2014]
Pernahkah teman-teman mengunjungi pameran? Pameran apa yang paling menarik yang pernah dikunjungi? Kenapa menarik? Bagaimana dengan pameran buku?
Apa yang membuat sebuah pameran buku menarik selain berburu diskon? Tulis opini/reportase berdasarkan pengalaman teman-teman, sekecil apapun pamerannya. :)

Asyiknya Berburu di Pameran Buku Bandung


BAGI bookaholic alias penggila buku, betapa menggairahkannya berkunjung ke pameran buku daripada pameran lain seperti pameran lukisan, misal. Pameran lukisan memang asyik, sayang cenderung sepi dan sarat kontemplasi. Cocok dinikmati kala masih lajang dan butuh ruang me time dengan sesuatu yang berbau seni untuk mem-booster­ spirit menulis lagi agar lebih peka. Pameran seni lukis yang pertama kali saya kunjungi ada di auditorium Gedung CCF de Bandung, Jalan Purnawarman, tahun 2004. Lukisannya bagus banget, dan kebetulan pelukisnya ada di sana. Ikut mengamati saya yang takjub dengan ekspresi senang. Sayangnya saya terlalu malu untuk berbincang mengenai lukisannya. Cuma bilang bagus saja dengan nada suara kagum. Soalnya suasana sepi dan saya satu-satunya yang berkunjung ke sana. Atmosfer demikian membuat saya tak PD atau kurang nyaman, tidak ajak teman, sih.
Berbeda 180 derajat kala berkunjung ke pameran buku, ramai banget, kayak pasar. Iyalah, pameran buku ‘kan merupakan pasar khusus dari penerbit yang tergabung dalam IKAPI Jabar bagi masyarakat pencinta buku untuk berkunjung secara nyaman. Kita diundang untuk berburu buku-buku baru atau yang lagi beken plus keren. Menuntaskan rasa kepo terhadap buku yang kita incar. Bayangkan, betapa asyiknya karena dalam satu gedung, berkumpul banyak penerbit keren, indie atau mayor, yang bisa kita pilih plus pilah buku terbitannya. Dan toko-toko buku beken juga turut buka stand. Kayak Mitra Ahmad yang pernah saya kunjungi di Pasar Palasari, Bandung.
Dengan kata lain, kita dimanjakan agar tak usah mutar-mutar keliling Bandung demi buku incaran. Cukup di satu tempat kayak Gedung Landmark, Jalan Braga, Bandung yang luas dan adem. Braga adalah jalan kenangan sepanjang masa saya. Menyusuri jalan kenangan sambil berburu buku berasa sekali mendayung, tiga pulau terlampaui. Berkenang-kenangan, berburu buku, sampai beroleh teman baru.
Yap, saya beroleh banyak hal dari pameran buku!
Pertama kali mengunjungi pameran buku di Gedung Landmark kala 3 SMU. Nekat banget, dari Limbangan, Garut ke Bandung pakai acara boongin orang rumah dengan ngatain akan nginap di rumah teman Cibiuk untuk Agustusan. Yeah, kala itu sebagai pelajar SMU, biasanya wajib isi absen di acara sebelum 17 Agustus untuk pawai sore yang dihadiri semua sekolah di kecamatan Limbangan. Pagi-pagi, 16 Agustus 1996, berangkat dari rumah dengan seragam lengkap, malah langsung ke terminal, naik angkot untuk ke Stasiun Cicalengka. Turun di Stasiun Bandung, kelimpungan cari lokasi gedungnya. Di perempatan Jalan Braga, dekat Restoran Maison Bogerijn, tanya seorang bapak sambil menyodorkan guntingan koran iklan pameran buku. Bapak itu bilang terus saja lurus ikuti jalan sampai bertemu gedungnya.
Wuih, meski kenal daerah Braga cukup baik karena lahir dan besar di Bandung, tapi tidak tahu nama gedung yang ada di sana. Berdebar-debar rasanya, takut kesasar. Untungnya kekhawatiran saya tidak perlu. Umbul-umbul dan banner pameran dipasang mencolok, memudahkan saya untuk tahu. Pameran belum buka, saya datang kepagian. Belum jam delapan. Menunggu di luar bareng beberapa pengunjung. Terus terang saya berdebar-debar, baru kali ini menghadiri acara pameran buku, pakai acara bohongi ortu, takut kepergok saudara.
Kekhawatiran yang tidak perlu, kebetulan itu hari terakhir pameran, suasananya masih lumayan sepi, saya nyaman menyusuri setiap stand yang ada. Berhasil menemukan buku ekonomi titipan teman dan sosiologi untuk saya di stand Penerbit GANECA EXACT BANDUNG, dapat diskon. Belanja beberapa majalah sains murah yang sekarang sayang tidak terbit lagi, Etos. Sayangnya saat itu belum ada acara pendukung pameran seperti sekarang, jadi terasa sepi.
Dibandingkan dengan dulu, saya merasa pameran kedua yang diikuti pada tahun 2000 lebih seru. Ada panggung untuk event lomba, bedah buku, seminar, atau hiburan seni berkat peranserta Yayasan Jendela Seni Bandung. Pengunjung jadi leluasa duduk menyimak sambil istirahat. Dari pagi sampai malam acaranya. Dari jam buka sampai tutup.
Disadari atau tidak, event semacam itu memberi nilai lebih pada pameran buku. Memperseru suasana. Saya bahkan bisa kenalan dengan orang yang duduk di sebelah. Teman baru yang ikut lomba atau sekadar menonton acara. Mengobrol ringan. Rasanya betah main ke pameran buku, selain bisa beli buku murah hasil diskonan, bisa dapat buku langka yang saya idamkan.
Pernah, loh, di stand Mizan, saya bersorak girang begitu menemukan buku Teras Terlarang karya Fatima Mernissi yang sudah lama diincar. Pas tanya harganya, penjaga bilang agar lihat sampul belakang. Saya bengong begitu lihat harganya. Cuma Rp7000! Harga aslinya Rp28400.
Wuih, belanja di sana selalu dapat diskonan. Dapat buku idaman yang saya kira sudah tak ada lagi karena terbitan lama. Sejak itulah, dari tahun 2000 sampai 2003 saya selalu menghadiri acara pameran buku di Gedung Landmark. Sayangnya sejak 2004 sampai sekarang tidak bisa lagi menyambangi hal demikian, pulang kampung dan status keuangan pas-pasan untuk borong buku secara elegan, hehe. Bisanya beli secara online ke penerbitnya atau teman.
Saya sungguh sangat-sangat-sangat rindu acara demikian, hadir di pameran buku bukan sekadar belanja semata. Bisa bersua dengan beberapa persona yang telah lama dikenal atau kenalan baru yang kebetulan nongkrong di kursi untuk panggung acara. Mengobrol dan tertawa adalah hal menyenangkan bagi saya. Pernah, teman saya, Rusi Hartati, yang pegiat Yayasan Jendela Seni Bandung, betah nongkrong dari pagi sampai malam, sejak jam buka sampai tutup. Kebetulan banyak acara seru di sana. Lomba fesyen atau menggambar dan mewarnai untuk anak-anak, bedah buku dan sign book, seminar, teater, baca puisi, sampai lomba seni lainnya untuk pelajar, mahasiswa dan umum. Lapar? Jangan khawatir, ada stand jajanan, plus di luar banyak tempat makan sampai gerobak mamang gorengan.
Bagi saya, pameran buku Bandung di Gedung Landmark, Braga tidak sekadar pasar buku semata, sudah terlalu banyak pasar buku berikut toko buku murah, yang terpenting lagi adalah suasananya yang membuat pengunjung betah. Bahkan yang baru berkunjung jadi kecanduan untuk datang dan datang lagi. Sekadar belanja atau main saja.
Titik utama dari pameran adalah acara penunjangnya, dan itu butuh penyelenggara acara alias even organizer yang apik dan kompak kinerjanya.
Semoga saja kelak saya ada rezeki lumayan untuk menyambangi Bandung tercinta demi main dari pagi sampai malam bareng anak dan suami di pameran buku. Saya ngiler, loh, dengan buku anak sampai mainan edukatif yang biasa ada di sana. Pernah lihat ensiklopedia untuk anak kala masih lajang main di stand sana, sayang harganya belum terjangkau ukuran dompet saya, hehe.
Ah, betapa saya sangat rindu pameran buku. Sering patah hati kala beberapa pameran terpaksa terlewati untuk dihadiri. Saya suka suasananya yang tak diperoleh di toko buku besar macam Gramedia, misal. Kehangatan dalam keriuhan!

Limbangan, Garut, 26 Agustus 2014 







#PameranBukuBdg2014


10 komentar:

  1. Wah, mbak kamu dari dulu sudah akrab banget ya sama buku dan pameran buku? Nggak heran tuh sekarang udah bisa nulis dan bertebaran di koran-koran. Tadinya berharap dapat gambaran lebih tahun 1996 itu sih. Hehe. Dulu saya juga pernah tuh, mbak dapat buku yang sudah lama diidamkan, dicari ke mana-mana eh taunya nemu di pameran buku. Waktu itu langsung ngutang ke temen karena nggak bawa uang. Haha.

    Ini buat lomba ya, mbak? Semoga menang yaa XD

    BalasHapus
  2. Mbak Rohyati rupanya pemburu 'buku idaman dan pameran buku sejak lama ya? Pantesan literatur buku2 teratur komplit dalam 'perpustakaan abadi mu ...Moga2 menang dalam lomba buku ini :)

    BalasHapus
  3. mbak udah akrab banget yah sama pameran pameran buku.
    sayangnya di lampung jarang ada pameran2 buku.
    toh kalo ada, ya pameran yang biasa biasa saja.
    kalo yang rutin ngadain pameran dan bazar paling ya gr*med.
    lumayan sih buat tambah tambah koleksi, murah juga
    tapi yah itu kalo bazarnya gr*med, bukunya kurang sipp aja menurut aku.
    tetep ada harga ada rupa.

    BalasHapus
  4. Berkunjung ke pameran buku tentunya tambah asyik karena kita bisa menemukan buku2 apa saja yang menjadi minat kita... Apalagi biasanya saat ajang tersebut sering kita jumpai buku2 yang dipamerkan itu dijuan dengan potongan harga khusus... Coba siapa yang tidak gembira manakala menemukan buku pilihan dengan harga miring pula... Harapanku semoga kedepan makin gencar dilakukan event serupa di tempat2 lain hingga menyentuh dareh2 kecil lainnya... Agar masyarakat lebih mengenal dan mencintai dunia pustaka ini... Mencintai buku tak berarti harus kutu buku lho... Untuk menjadi cerdas tentu saja dimulai dengan buku ...

    BalasHapus
  5. Sangat mengasyikan sepertinya Mbak. :)
    Disini juga suka banyak pameran buku. Kadang-kadang saya ikut mengunjungi pameran buku dan melihat beberapa buku dengan judul atau cover yang 'menggelitik' perhatian.

    Btw, terima kasih atas kunjungannya ke blog saya. :)
    Semoga ini bisa menjadi rajutan silaturahmi yang baik.
    Salam, Sanz Yu (Sanzeda Fay Lupe) ^^,

    BalasHapus
  6. Teh Ati, kemarin ada pameran buku. Kalau ke Bandung berkabar ya, Teh ^^

    BalasHapus
  7. Hello salam kenal. Meninggalkan jejak kata telah bertandang disini. Rumah kata yg menyenangkan. Selamat berkata2 slalu

    BalasHapus
  8. wah asyik juga nih ...
    btw meninggalkan jejak dulu haha..
    salam kenal
    sutopo blogger jogja

    BalasHapus

Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan jejak persahabatan berupa komentar agar bisa menjalin relasi sebagai sesama blogger. Soalnya suka bingung, SILENT READER itu siapa saja, ya? :D