Jumat, 25 April 2014

Mengikhlaskan Itu adalah Proses Panjang




 Selama ini aku meyakini bahwa takdir adalah pilihan yang diambil dengan jalan bergerak. Aku merasa tidak akan bisa menjadi sesuatu jika tidak berbuat. Apa pun pilihan yang kuambil akan beroleh akibat, sebagai bagian dari sebab-musabab.

Namun sekarang?

Aku bimbang setelah membaca penggalan kalimat di novel Uhibbuka Fillah karya Mbak Ririn Rahayu Astuti Ningrum (Nimas Kinanthi), “Bukan kita yang memilih takdir, tapi takdir yang memilih kita. Takdir bagaikan angin bagi seorang pemanah. Kita harus selalu mencoba membidik dan melesatkannya pada saat yang tepat. Demikianlah pesan Shalahudin Al Ayyubi….”

Jadi, selama ini perjalanan hidupku yang kuyakini berdasarkan takdir bagaimana sebenarnya?

Ini soal keyakinanku pada rukun iman yang enam, percaya pada qadha dan qadar. Dan berkaitan dengan keikhlasan.

Dalam usiaku yang menginjak 38 tahun, ada banyak ingatan kolektif yang terasa gelap dan muram, ingatan yang enggan kuputar ulang dalam simfoni kenang. 32 tahun kurang lebih berkubang, atau lebih tepatnya terperangkap, dalam dimensi kesunyian. Merasa terdampar dalam planet asing bernama sunyi kala sekitar dibekap ingar yang tak sampai di gendang pendengaran.

Baiklah, bukan hal yang mudah untuk menerimanya. Membutuhkan waktu bertahun-tahun, mungkin puluhan tahun, untuk bisa menerima dan mengikhlaskannya. Itu sesuatu yang sangat penting dalam hidupku, bagaimana rasanya menjadi orang yang berbeda karena distigma CACAT?! Dan ini bukan stigma belaka, ada rasa tersisih dan tidak berada di tempat yang semestinya. Marah pada Allah, pada kedua orangtua, pada orang lain, pada keadaan, dan pada DIRIKU SENDIRI!

Aku sudah kenyang dengan sekian hinaan dari anak lain kala masih kecil, bahkan orang dewasa yang begitu kejam tak berempati. Menangis adalah hal biasa bagiku. Aku cengeng sekaligus rapuh. Minder sekaligus tak berdaya. Dan tak punya pegangan, tak diberi penghiburan dari kedua orangtuaku atau kerabat lain agar bisa menerima keadaan, yang ada adalah seakan penyesalan atau kasihan. Dan orang yang paling membuatku benci karena sering mengungkit masalah cacatku sampai sekarang adalah ibu kandungku sendiri. Seakan menyesal melahirkanku.

Kalau aku tidak menikah dan punya anak, barangkali depresiku berkepanjangan. Aku telah coba menutupi fakta tentang ibu namun sekarang biarlah kuungkapkan agar kelak bisa memaafkannya daripada terus kupendam sebagai beban. Yang penting aku tak bergantung padanya, dan bisa menjadi sekarang karena berupaya keras dengan caraku sendiri untuk mencari jalan ke arah lebih baik. Kuhibur diri, barangkali ibuku dibesarkan dengan cara salah sehingga punya pemikiran yang menyedihkan. Yang penting jangan sampai aku menyerupainya. Ia ibuku. Barangkali merasa gagal sebagai ibu, atau merasa punya anak yang gagal. Entahlah. Aku tak ingin bahas itu lagi. Aku hanya merasa kecewa karena keluargaku tak memiliki harmonisasi yang baik agar anak bisa tumbuh kembang dengan rasa aman dan nyaman.

Semoga saja ada orangtua yang tergerak dan menyadari bahwa anak “berbeda” bukanlah semacam kutukan. Anak pun menyandang beban berat dan butuh dibimbing agar jadi insan tangguh yang sukses karena disugesti hal positif.

Aku tak ingat persis bagaimana muasal tak berfungsinya kedua telingaku. Yang jelas segala ikhtiar pengobatan sudah kulakoni. Dari medis sampai non-medis yang menurutku menjurus syirik. Bagaimana bisa aku dibawa ke orang pintar segala yang konon bisa mengobati beragam penyakit. Telingaku ditiup-tiup, kepalaku dipegangi sambil dibacakan jampi-jampi, bahkan kala kecil pernah disuruh mandi air kembang segala. Lebih parahnya bapakku bermimpi telingaku akan sembuh jika diobati minyak kura-kura. Maka dimintalah seorang tetangga untuk menangkap kura-kura dan ibuku menggorengnya lengkap dengan bumbu, lalu minyak sisa penggorengan itu diteteskan ke telingaku. Itu kejadian kala aku 2 SMU!

Sembuh? Gak, telingaku malah jadi bau! Mungkin bikin parah atau menimbulkan infeksi, Dan ikut memperparah sinusku. Tragis. Baik, kucoba ikhlaskan itu. Sudah lewat. Bagian the past.

Aku tak mengerti dengan banyak hal konyol yang kualami. Dibawa ke dokter, diperiksa, tak ada hasil. Pernah disuruh periksa urin tapi sudah dari tadi pipis jadi harus pulang. Dicoba pakai alat bantu, gak mampu belinya. Pernah diperiksa grafik kepalaku pakai alat tapi gak ada jejak, pun hasil rontgen gak kupaham. APA YANG SALAH DENGAN DIRIKU?

Well, masa paling gelap bagiku adalah kala vakum sekolah selama 3 tahun. Ya, setamat SD gak bisa sekolah lagi. Ortu gak mau atau gak mampu masukin aku ke SLB. Tambah minder akunya, dan kemampuan membaca ucapan orang dengan reading lip/oral sign pun menurun drastis karena ketiadaan interaksi. Aku jadi anak pemalu, skeptis, introfer, pendiam, minderan, dan kurang tahu menempatkan diri!

Kawan gaulku cuma televisi dan aneka bahan bacaan apa saja!

Barangkali Allah mengabulkan doaku agar aku bisa sekolah lagi, di sekolah umum, meski itu bukan hal mudah. Kuanggap sebagai fase hidup yang menentukan. Menggiringku agar bisa menerima keadaan dan bersyukur. Bertempur dengan diri sendiri adalah sesuatu yang tak habis-habisnya. Bahkan sampai sekarang.

Aku tak tahu apakah telah memilih takdir atau takdir yang memilihku. Namun aku berupaya keras mengikhlaskan diriku untuk bisa menerima keadaan. Di dunia ini tiada hal sempurna. Seseorang yang tak cacat fisik bisa saja cacat hati dan jiwanya. Yang penting aku tak ikut cacat hati taraf akut, dan bisa menjaga kesehatan jiwaku dengan berupaya dekat dengan Allah, meyakini kekuatan doa.

Terimalah dirimu apa adanya. Jangan menyerah pada keadaan. Perjuangkan keyakinan agar sabar dan syukur tecermin dalam perbuatan sehingga hati pun lapang menyediakan ruang untuk mengikhlaskan.

Terima kasihku untuk suami yang selalu ada di samping kala aku rapuh menghadapi keadaan. Karena jiwa yang gersang butuh dirabuk cinta dan kasih sayang agar putik kehidupan bersemi. Pun anak semata wayang yang semoga bisa kami ajarkan agar ikhlas menerima bunda apa adanya. Semoga ia bisa menjadi telingaku pula. Terima kasihku pada sahabat dan kawan yang membuat hidupku kaya warna dengan kisah motivasi. Aliran dukungan hangat mereka turut mengisi relung jiwaku agar tak hampa.

Aku telah lama berkubang sunyi dan sering merasa kesepian. Sekarang yang paling kuinginkan adalah bisa menerimanya tanpa sesal lagi, agar pijar iman tak padam.***

Limbangan, Garut, 25 April 2014



 

44 komentar:

  1. Terharu membacanya mak, semoga Allah senantiasa mencurahkan kasih sayangnya pada Mak karena kesabaran dan keikhlasan hati menerima takdir itu, Dibalik keterbatasan itu, yakinlah mak, pasti ada kelebihna yang Allah berikan pada Mak. Kelebihan dan kekuatan yang bisa mengangkat derajat Mak bersama keluarga :D BTW, saya penasaran dengan karya-karya Mak.. kapan ya bisa memilikinya hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih sudi mampir, Mak Aida/ Ya, insya Allah berusaha mensyukuri hidup dan menggali potensi diri. Memoles kelebihan agar kekurangan bisa menjadi hal positif.
      Andai saya bisa punya karya sendiri, sangat ingin berbagi, sayangnya baru hasil ramai-ramai dengan teman penulis lain. Belum menulis novel atau buku solo. Maafkan saya, Mak Aida. :(

      Hapus
  2. Ini kisah nyata Kak? Inspiratif banget :) memang benar mengikhlaskan itu butuh proses yang sangat panjang dan terkadang menjadi sulit apalagi untuk hal ini, butuh extra kekuatan dari dalam diri sendiri. Selamat Kakak sudah berhasil untuk ikhlas dengan keadaan, terus semangat ya kakak apalagi sekarang udah ada si Kecil gitu, harus tambah semangat dong yaa :3

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Sayang, makasih. Kian dewasa kian sulit dan kompleks alur hidup kita. Namun semoga menjadikan kita insan tangguh. Tegar untuk sabar. Anak dan suami itu sumber kekuatan. :)

      Hapus
  3. Bener Mak. Ikhlas itu memang susah. Dan butuh waktu yang panjang untuk ikhlas akan sebuah kejadian atau kehilangan. Semoga kita semua bisa selalu ikhlas. Makasih sudah berbagi. ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar, Mak Nia, proses tanpa henti untuk bisa menerima keadaan dan menganggapnya sebagai bagian dari kehidupan. Makasih juga sudah mampir dan meninggalkan jejak. :)

      Hapus
  4. subhaanallaah, tulisan yang menginspirasi Mak. turut belajar dari kehidpan

    BalasHapus
  5. Amiiiin..semangat ya mba..selalu ada Allah di hati kita ..selal ada orang2 yang sayang sama kita saat kita terpuruk..:)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih, Mbak Kania, Allah telah memberi hal yang terbaik berupa anak dan suami dalam hidup saya. Sesuatu yang harus disyukuri dalam kondisi apa pun.

      Hapus
  6. MasyaAllah... semoga selalu semangat dan terus sabar, ikhlas dalam menjalani semuanya ya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih, Mak Santi. Insya Allah berusaha demikian. :)

      Hapus
  7. aku terhanyut baca tulisan ini mbak. mengikhlaskan sesuatu memang gak mudah. apa yang mbak alami juga terjadi pada kakak ku. terkadang orang tua ku juga bersikap seolah tak menerima. tapi buat ku, dia tetap kakak yang hebat. guru yang hebat. akupun mempunyai kekurangan, tapi pada mata ku mbak. tapi aku berusaha buat tidak mengeluhkan itu, terserah apa kata orang.

    beruntungnya mbak punya suami yang selalu ada disamping mbak. dia pasti selalu menjadi penerang dalam kesunyian mbak. gak ada manusia yang benar-benar sempurna. kadang yang dilahirkan dengan kekurangan justru memiliki kelebihan tersendiri yang sungguh luar biasa. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tak mengira kakak Rita pun alami hal demikian, semoga ia tabah dan ikhlas, sekaligus positif dalam hidup. Dan semoga ortu terbuka hatinya untuk melimpahkan kasih tak berbatas, bisa menerima takdir yang telah diguratkan Allah. Salamku untuk kakak, ya. Semoga kakak pun baca ini.
      Alhamdulillah suami baik dan bisa terima aku, hanya masalah komunikasai yang terjadi. Tapi kami berusaha saling melengkapi.
      Terima kasih ya. Rita juga semoga bisa mensyukuri apa yang ada.

      Hapus
  8. bener2 masa-masa yang gak mudah ya jaman dulu itu ketika hidup dengan penuh keterbatasan.. ya gue bisa ngerti banget bagaimana mindernya hidup yang penuh tekanan karena keadaan yang 'berbeda' dari yang lain..

    selama ini gue liat Mak Roh orangnya tangguh dengan semangat anak mudanya bisa menulis sampai puluhan tulisan per bulan, harusnya yang muda bisa meniru semangat Mak ROh...

    tulisannya bener2 keren nih.. dalem banget dan yang bikin betah tentu saja karena penulisannya rapi. terus semangat Mak Roh :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kala kecil ranah pemahaman kita terbatas karena minim pengalaman. Seiring waktu bisa lebih mengrti hidup, sedikit demi sedikit.
      Berbeda emang nyakitin, tapi terus marah pada Allah juga tiada faedahnya. Hanya bisa berdoa dan melanjutkan hidup yang segala sesuatu adalah titipan-Nya. Barangkali juga pendengaran itu hanya titipan. Jadi, pertempuran dalam diri yang tiada henti untuk memahami arti ikhlas itu bukanlah proses seketika.
      Belajar dari Mas Edotz juga untuk berjiwa muda. Tapi sayangnya belum bisa konsisten untuk bisa menghasilkan puluhan tulisan tiap bulan meski ingin, masih rempong sebagai ibu RT dengan balitanya yang lincah dan suka ngajak rebutan netbook mamah untuk nonton film. :D

      Hapus
  9. Iya.. ikhlas memang butuh perjuangan. Ia perlu latihan dan usaha secara konsisten tiada mengenal waktu. Ini cerita sungguhan, atau fiktif belaka.. namun aku berpandangan kisah ini nyata. Dan ini sangat menginspirasi bagi siapa pun yang membaca.
    Aku yakin, setiap orang bila diuji sebenarnya ia sedang dimuliakan. Ujian itu adalah alat agar kehidupan kita menjadi lebih mulia, lebih baik dan terjaga.

    Keren.. semoga menang ya mbak Rohyati... GA melatih kita untuk terus memberikan yang terbaik..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ini sungguhan, ada hal yang lebih pahit tak diungkapkan. Setiap orang dalam keluarga yang kurang harmonis selalu ada sisi kelamnya.
      Ya, benar, Mas Agha, semoga ujian ini kian menguatkanku meski prosesnya sangat panjang dan lama.
      Giveaway justru mendorong blogger untuk rajin menulis, berbagi banyak hal, dan siapa tahu dapat bonus tambahan. Tidak cuma kemenangan atau hadiah, bertambahnya jaringan silaturahim sekaligus semoga bermanfaat bagi diri sendiri dan orang banyak. :)

      Hapus
  10. Salam kenal ya kak, ini kunjungan pertamaku kesini :)
    Waktu baca ini bikin terharu kak, aku salut sama kakak yang masih mampu bertahan untuk menghadapi arus kehidupan yang terkadang deras dan bisa saja membuat orang yang melaluinya tenggelam jika tak mampu bertahan. Keep spirit kak, Tuhan nggak pernah tidur kok :)

    Iya kak terkadang aku juga bertanya. Kenapa aku hidup seperti ini? apakah aku yg memilih takdir seperti ini? Tapi nyatanya, aku tidak pernah memilih takdir hidup seperti ini. Aku yakin di setiap cobaan yg kita hadapi, Tuhan masih sayang sama kita. Tuhan ingin hambanya menjadi lebih mulia melalui kesabaran dan ikhlas dalam menerima cobaan :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam kenal juga Fathimah, terima kaih sudah berkunjung. Hidup ini ibarat perjalanan panjang dalam pencarian yang senantiasa dihantam pertanyaan. Ya, semoga kita bisa memilih jalan yang baik untuk menerima takdir secara ikhlas.

      Hapus
  11. Kisah yang sangat menyentuh kak. Semoga aku bisa belajar artinya ikhlas dari kisah kakak. Dan buat kakak, tetap semangat dan berkarya :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga, Litna. Sama-sama bersemangat juga dalam naungan keluarga besar BE. :)

      Hapus
  12. >.<
    Kakak hebat! Semangatnya luar biasa, kekurangan mungkin pernah menjadi kendala ya kak. tetapi dengan rasa ikhlas dan usaha yang luar biasa kekurangan itu menjadi sebuah kelebihan.
    Terima kasih untuk kisah inspirasinya ya kak...
    Cinta Tuhan bergerak dengan cara yang tidak biasa. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Biasa saja kok, Vera. Hanya mencoba menjalani hidup agar bermakna dengan segala kepahitan-kebahagiaan yang senantiasa saling mengiringi.
      Sama-sama, Vera.

      Hapus
  13. Teteh... HEBAT bisa sabar dalam waktu sepanjang itu :'( ...
    Bener banget teh, kini hanya mengikhlaskannya agar tidak jadi beban... Semangat :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Padahal mengikhlaskan itu bukan perkara mudah, tapi lama-lama terbiasa juga. :)

      Hapus
  14. sedikit nyentuh di hati saya cerita nya.
    mbak termasuk sosok wanita hebat. dengan kekurangan yang dimiliki oleh mbak, mbak mampu melewati semua cobaan, hinaan dan kerasnya hidup dengan ikhlas. memang kita harus beriman dengan rukun iman yang ke-6. disitu Tuhan sudah menulis semua takdir seorang manusia. tapi percaya saja mbak, di balik sebuah kekurangan pasti ada kelebihan yang luar biasa. ini sudah terbukti dari kemampuan mbak yang menguasai dunia tulis menulis, mampu mengoreksi tulisan orang dengan baik sesuai EYD, dan mbak bisa menulis dengan sangat rapi seperti postingan di atas.

    saya terinspirasi dengan mbak cerita mbak, bahwa hidup ini memang harus ikhlas dan kuat menerima cobaan. semoga hubungan mbak dengan suami nya bisa terus harmonis dan bahagia. amin. salam buat anak mbak yang lucu itu yaa hehe.

    sukses juga buat give away nya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Insya Allah salamnya akan disampaikan pada Pal. Tapi paling ia cuma tersenyum lucu. Terima kasih doanya, jadi terharu. Ya, mempertahankan harmonisasi keluarga itu tak mudah, namun semoga kami bisa melakoninya dengan baik. Diiringi kesabaran dan keihklasan untuk saling memberi dan menerima, saling melengkapi.

      Hapus
  15. Aku yang biasanya selalu mengeluh, merasa paling ngeneslah, apalah... tapi pas habis baca ini aku jadi tertampar.

    Udah hampir 32 tahun yak? Berarti sejak umur 6 tahun dong?

    Jujur, aku kagum sama semangat mak Roh, sesungguhnya mak Roh orang2 yang kuat, yang sabar. Aku jadi terinspirasi.

    Yang terakhir nih, Allah engga akan ngasi ujian melebihi kemampuan umatnya :)

    BalasHapus
  16. Ya, takdir adalah bagian dari ujian Allah terhadap keimanan kita. Keluhan tentu ada kala sesuatu tak berjalan sebagaimana mestinya. Tapi di balik itu semua, semoga sabar dan syukur membarengi hati untuk ikhlas.

    BalasHapus
  17. Indah pada waktunya hanya jika kita bisa melalui segala ujian di dunia dan beroleh bonus pahala. Semoga. Aamiin.
    Iya, makasih, Isna. Setiap orang memang punya sisi perjalanan hidup yang beragam dalam pergolakan masa. Hanya berupaya agar bisa lebih baik daripada dulu.

    BalasHapus
  18. Mbak ini kisah nyata? Ya ampun aku terenyuh bacanya. Ngerasa bener-bener payah sama kekuranganku yang sering aku keluhkan. Padahal, sebenernya keluhanku itu yang nggak penting-penting. Bener memang kalo kita jangan pernah ngerasa paling sedih. Di belakang sana mungkin banyak yang lebih buruk dari kita. But this story very inspiring :)

    Semangat terus ya Mbak! Pasti bakal ada orang yang selalu ada buat Mbak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kisah nyata, Dwi. Ya, hidup ini seperti roda, sering membawa kita bergulir ke arah nasib lain.
      Makasih Dwi, sama-sama semangat juga.

      Hapus
  19. Sumpah mbak, saya mau nangis..
    Semangat ya, mbak..
    Salam kenal :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, semoga ada tisu. :)
      Sama-sama bersemangat, Mbak Pi23tz. Salam kenal juga dan terima kasih sudah mampir.

      Hapus
  20. sehingga hati pun lapang menyediakan ruang untuk mengikhlaskan. AKu suka bagian yang ini....menyediakan ruang untuk mengikhlaskan...hm... suskes ya Mba GAnya..tulisannya bagus

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih sudah mampir. Semoga bisa menginspirasi. :)

      Hapus
  21. be strong mbak :)
    kehidupan terus berlanjut dan waktu akan terus menghantam kita.
    karena ke ikhlasan adalah ilmu yang paling berharga untuk mendapatkan kebahagiaan.

    BalasHapus
  22. Makasih. Ya, hidup memang penuh ketakterdugaan. Dan semoga hantaman masalah pada akhirnya membuat kita kuat meski pada saat tertentu merapuhkan dulu.

    BalasHapus
  23. Mak... aku juga sempat belajar tentang takdir. Jadi dari yg kupelajari takdir itu sudah ditulis awalnya di lauh mahfuz, dan ketika dia muncul di hadapan kita karena sudah memilih kitz maka kita diberi kesempatan untuk memilih, inngin menjalankannya dengan cara bagaimana? Dia memang berputar kejadiannya. Memilih dan terpilih. Tulisanmu amat menyentuh hati tttg ikhlas. Makasih sudah ikut GA ku

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih sudah mampir, Mak Ade. Senang kok bisa ikutan GA-nya. Itung-itung ngeluarin timbunan memori agar gak nyesek. Sekaligus bahan perenungan diri akan apa yang telah-sedang-dan akan terjadi. Hidup ini penuh pilihan yang sangat menentukan.

      Hapus
  24. Salam kenal mba.. Tulisan mba inspiratif dan menyentuh sekali :(
    Sukses terus ya mba

    BalasHapus

Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan jejak persahabatan berupa komentar agar bisa menjalin relasi sebagai sesama blogger. Soalnya suka bingung, SILENT READER itu siapa saja, ya? :D