Jumat, 27 Desember 2013

Hari-hari Tanpa Suami



Hari Pertama


Senin, 10 Januari 2011


T
ernyata aku merindukannya.
Aku bangun pagi dengan lesu. Suami malah bersemangat. Mandi pagi dan membangunkan Palung yang masih mengantuk, sepertiku. Ini hari pembebasan bagi Tama. Ia akan pulang kampubg ke Lampung. Mau ke Bandung dulu soalnya berangkat bareng Bi Dadah dan anaknya, selasa besok. Aku kesal karena ia berangkat pagi dan menolak sarapan padahal tidak baik, bisa masuk angin. Namun Tama tak peduli, “Sudah ditunggu Keroy,” katanya, enteng dan seperti baiasa selalu sok buru-buru. Memakai helm hitam dan menciumi Palung yang senang sekalugus heran melihat ayahnya memakai benda aneh di kepala. Tama berpesan banyak pada Palung, apakah bayi 14 bulan itu mengerti akan ditinggal ayahnya pergi selama sebulan?
Aku berencana menggoreng nasi campur sosis dan kecewa karena Tama menolak sarapan. Kubiarkan dulu tungku yang apinya gagal menyala besar karena harus diberi barambang, namun kami kehabisan barambang dan terpaksa pakai kertas untuk memudahkan pembakaran kayu. Ake memerhatikan Tama dengan lesu, ia terlihat keren dengan kemeja dan celana krem. Jujur, aku enggan melepasnya pergi, aku lebih suka ia di sini. Namun Tama harus menyerahkan uang penjualan rumah neneknya untuk bikin rumah yang baru di Lampung. Aku hanya berpesan agar ia bisa menjaga diri dan tidak macam-macam, kerja yang benar dan bawa banyak uang.
Tama menjulurkan tangan pada jagoan kecilnya yang belum mengerti apa-apa untuk dicium, kemudian aku balas menyambut uluran tangan Tama dan kami berpelukan. Ini hari yang menyedihkan bagiku, aku kasihan pada Palung karena kami harus berpisah untuk sementara waktu.
Aku menggendong Palung untuk mengantar ayahnya ke jalan, dan di depan warung Mang Ahri (yang merupaan adik neneknya) Keroy asyik ngopi. Ia belum siap, aku kesal dengan sifat buru-buru Tama karena kopi yang Keroy beli masih penuh, sambil makan lalu merokok pula.
Keroy menawarkan kopi, aku menawarkan Tama untuk beli bala-bala dulu, namun Tama malah memilih menyalakan Jarum Cokelatnya. Aku dan Palung menunggu. Aku terpikir mestinya kufoto Tama dan Palung dulu pakai netbook. Tama mengajak Palung jalan-jalan sebentar sampai Keroy bersiap.
Sekali lagi Tama menjulurkan tangannya pada Palung untuk dicium, kemudian padaku. Lalu ia melangkah menuju motor Keroy dan duduk di belakangnya. Palung dan aku diam. Motor melaju, Tama melambai. Palung menyadari sesuatu, ia ingin ikut ayahnya dan mulai merengek. Aku bangkit dan menuju jalan untuk memerhatikan laju motor sampai hilang di kejauhan, Palung ingin turun seolah hendak mengejar ayahnya. Bukankah itu menyedihkan, ia sedih dan mulai mewek. Aku terpaksa membawa Palung pulang ke rumah, dan tangis sedihnya masih saja terbawa.
“Mana Bapak?” tanyaku, dan Palung menjawabnya dengan tangis sedih lagi. Ibu menegur agar aku tidak begitu, yang penting didoakan agar selamat, katanya. Aku diam. Palung masih mewek dan terbawa rewelnya saat kumandikan.
Hari ini ibu harus ke Bandung juga, untuk ambil uang pensiun. Dan hari ini kami mengantar dua kepergian. Palung mewek lagi seolah ingin ikut, namun aku tak punya uang dan menyesal telah membelanjakannya untuk keperluan warung (yang kini sepi). Begitu ibu menghilang dengan motor ojeknya, Palung tidak seheboh saat ditinggal ayahnya. Aku harus menghibur diri dengan mengajak Palung jalan-jalan, ke Cigintung untuk mengembalikan buku Rafi. Dengan itu kuharap Palung pun merasa terhibur juga.
Malam ini aku lelah. Tidur siangku dengan Palung begitu nyenyak sampai Asar. Dan aku masih ingin meneruskan tidurku. Sesiangan jalan-jalan capai juga. Apalagi Palung kian berat, pundakku sakit.
Aku merindukan suami, beberapa jam berpisah saja sudah membuatku merasa kehilangan, apalagi Palung yang tidak sedih lagi namun masih suka mengoceh ‘bapa, bapa’.   
















Hari Keempat


Kamis, 13 Januari 2011


Keuanganku mulai memburuk. Uang modal dari Tama sebesar 200 ribu lebih ternyata tak cukup. Warung sepi dan pemasukan malah sering dipakai untuk hal tak efektif seperti masak yang tak perlu macam ibu tadi. Lagi-lagi ibu boros untuk hal mubazir, bikin kue donat namun baking sodanya banyak hingga pahit. Dan kue gagal itu tak enak, tak ada yang beli.
Aku coba memakannya tadi, dan perutku terasa terbakar. Baking sodanya sudah kedaluwarsa, mestinya kubuang saja, sialnya ibu sering tak ngerti dan bisa ngomel. Aku harus memberi penjelasan ekstrim. Palung saja tak mau memakannya.
Palung suka makan apa saja. Tadi siang aku membuat kesalahan fatal, membubuhkan MSG terlalu banyak ke dalam sayur sop (terdiri dari campuran wortel, brokoli putih, kol, buncis, sosis ayam, dan makaroni) untuk kami. Padahal biasanya takaranku cuma dikit, malah sebungkus kecil! Paling sejumput saja, lebih banyakan garam daripada MSG sebab taut terkena kanker. Aku masak sambil melamun jadi ceroboh gitu, sebungkus kecil MSG 100 mg. Sopnya enak dan gurih tetapi tak sehat. Maafkan Bunda, ya, Palung....
Alhamdulillah kami masih  bisa makan, namun entah hari-hari mendatang akan gimana. Aku takut sebab uangnya tinggal beberapa ribu, warung benar-benar sepi. Dagang basreng dan rujak tak laku. Semestinyaa aku menuruti suami soal tak dagang saja, namun aku khawatir tentang pengeluaran tanpa pemasukan. Kini aku harus menanggung risiko berupa kerugian. Akankah tulisanku ada yang dimuat dan honornya telah masuk rekening? Aku merasa sedih dan menyesal. Menjadi orang tua tunggal ternyata tak mudah, apalagi pekerjaanku tak jelas akan menghasilkan uang.
Tuhan, tolonglah kami. Aku berharap bisa menebus kesalahanku. Ada uang untuk makan, bayar setoran ke koperasi, listrik bulan depan, dan yang utama untuk keperluan Palung. Aku ingin bisa membelikannya baju baru, gendongan ransel, sandal, dan sepeda. Aku kasihan pada suamiku yang payah dari segi maisyah. Untuk makan saja sulit, bagaimana bisa beli macam-macam? Bahkan buku kini merupakan kemewahan. Aku butuh keajaiban! Malam ini begitu melelahkan. Aku tak bisa menulis secara jernih!
Palung harus tetap dapat makanan bergizi. Ia sulit makan jika tak berkuah, sayur sop lebih murah dan bergizi daripada bakso yang mengandung pengawet bahkan boraks. Besok aku akan beli sop di warung Ceu Mala lagi, pakai brokoli. Akan kucampur makaroni, sosis habis, apa perlu beli lagi?
Palung sedang tidur, begitu damai. Ia lucu dan tampan, bahkan dalam tidurnya. Sangat menggemaskan. Tentu ia kecapaian setelah sepanjang hari beraktivitas. Jalan-jalan sore. Palung suka jalan kaki, akan melangkah ke mana saja sesukanya. Tadi ia memanggil Ike yang sedang mendorong sepeda Dila. Seolah Palung protes karena ingin ikut dan mengejar mereka. Anakku sayang, semoga Bunda beroleh rezeki tak terduga agar sepeda idamanmu bisa terbeli.
Palung begitu bahagia jika diizinkan meminjam sepeda Candra atau Dila, dan sedih jika harus turun seolah tidak rela  kesenangannya diusik. Aku sangat ingin bisa membelikan sepeda untuk Palung agar binar bahagia di matanya kembali bersinar. Aku sangat menyayanginya. Amin.

Hari Keenam


Sabtu, 15 Januari 2011


Jumat tadi, sekarang lewat tengah malam, begitu banyak kejadian yang menyesakkan dan mengecewakan. Pagi, ibu sedih karena telur ayam Palung dicuri kucing semuanya. Ayamnya sampai down, meringkuk dan murung, barangkali bertanya pada ibu, “Ke mana telur-telurku?!”
Palung sayang, belum mengerti bahwa ayamnya kena musibah. Innalillahi wa innailaihi roji’un. Mestinya ia melihat ayamnya beranak-pinak. Ditambah sorenya baru ketahuan kalau Pompa asi yang pernah kupinjamkan ke Nyai dan Jamilah ternyata rusak bagian pijatannya. Aku kapok!
Sehabis mandiin Palung jelang Zuhur, ia tersandung aisan yang diseretnya. Palung jatuh membentur pagar pintu. Ya Tuhan, mata kanannya terluka. Aku pedih sekaligus ngeri melihatnya. Menyesali kelalaianku membiarkan Palung menyeret aisan itu yang hendak dilemparkannya ke bawah dapur. Bagian putih mata Palung seperti robek. Itu luka serius dan aku harus membawanya ke dokter, namun tak ada uang!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan jejak persahabatan berupa komentar agar bisa menjalin relasi sebagai sesama blogger. Soalnya suka bingung, SILENT READER itu siapa saja, ya? :D