Minggu, 29 Desember 2013

Catatan untuk Suami



Catatan untuk Suami


Kita selalu tersandung mainan, menyaksikan rumah porak-poranda
buah karya buah hati kita. Tak tahu haruskah marah atau tertawa.
Lihat, betapa riang anak kita bergerak, dari satu sisi merambat
ke sisi lain. Tertawa dan melompat-lompat. Meminta perhatian.
sedemikian banyak, kita pun kewalahan mengikuti gerak.
Merasa tua dengan cepat, sekaligus muda dan bahagia tanpa jarak.

Anak kita tersenyum dan tertawa, ia begitu menawan.
Kita pun mencari perbandingan. Ia lebih mirip dirimu,
namun dalam versi lain yang lebih lucu dan tampan.

Lihat, kala ia berbaring dengan senyumnya yang mampu meluluhkan
jiwa, ia tak berubah, tetap cara bayinya yang murni dan menggemaskan.
Mengingatkan kita pada hari-hari panjang penuh penantian
perjuangan berat menghadap tumpukan cucian, jam tidur
yang berantakan, tangisnya melengking nyaring tak sabar
minta nin atau dut akan membuat kita tergopoh-gopoh menenangkan.
Merasa penting sekaligus dungu karena menjadi orang tua bukanlah
abrakadabra langsung bisa sebagai pakar tepercaya.
Kita kelimpungan memaknai kehadiran anak sebagai
tempat belajar abadi sekaligus runyam.

Anak kita memahat hidup melampaui perkiraan,
mewarnai cuaca di luar dengan pelangi di dalam.
Limbangan, Garut, 10 Februari 2012

2 komentar:

  1. Menyadarkanku akan makna seorang ayah.... Tapi tetap tidak akan bisa menggantikan posisi dan kemuliaan seorang ibu....

    BalasHapus
  2. Seorang ibu bagaimanapun butuh dukungan ayah agar anak bisa tumbuh kembang dengan baik. Mereka saling melengkapi, saling mengisi agar hidup anak lebih terisi dengan pengalaman berkeluarga yang bahagia sekaligus kaya warna.

    BalasHapus

Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan jejak persahabatan berupa komentar agar bisa menjalin relasi sebagai sesama blogger. Soalnya suka bingung, SILENT READER itu siapa saja, ya? :D